Share

Bab 7. Malam Pertama Bersama Atasan (Part 2)

Suara cecapan yang menggema dalam ruangan dapur itu, terdengar saling bersahutan. Ciuman itu sudah berlangsung beberapa menit. Awalnya, Charlene mengatakan pada dirinya bahwa ia hanya penasaran.

Ia hanya ingin mencoba membalas ciuman Lee sedikit saja. Bahwa ia tidak akan terpengaruh oleh ciuman pria itu. Namun, ia salah.

Bibirnya seakan menolak untuk berpisah dari bibir Lee. Dari detik, berganti menjadi menit. Hanya ketika pasokan udara menipis, keduanya melepaskan belitan lingual mereka.

Keduanya meraup udara selama beberapa detik, kemudian kembali menyatukan bibir mereka. Lee mengangkat tubuh Charlene ke atas kitchen island tanpa melepaskan tautan bibir mereka. Satu tangannya menekan kepala gadis itu untuk memperdalam ciumannya.

Sementara tangan yang lain bergerilya di punggung Charlene. Tidak puas hanya menyentuh bagian luar, tangan Lee pun mulai menyusup ke dalam baju yang Charlene kenakan. Charlene tersentak ketika merasakan tangan Lee menyentuh kulitnya.

"Hmmhh ...," lenguh Charlene, membuat Lee menghentikan semua aktivitasnya.

Pria itu menjauhkan wajahnya dari wajah Charlene.

"Kau ingin aku berhenti?" tanya Lee.

Embusan hangat napas pria itu menerpa wajah Charlene. Charlene meneguk saliva dan berusaha mengumpulkan udara. Terlalu bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

Di satu sisi, ia tahu ini salah. Namun, di sisi lain, sentuhan Lee membuatnya candu. Rasanya tidak cukup jika hanya berciuman saja.

"Bisakah kita lanjutkan sedikit lagi?"

What?! Omong kosong apa yang barusan ia katakan? Melanjutkan?

Baiklah, biarkan ia bercumbu dengan atasannya malam ini—pria yang sedang menatapnya dengan tatapan mata yang berkilat. Kilatan gairah.

"Aku tidak suka melakukannya setengah-setengah, Nona Kamasutra Goddess."

Glek!

Charlene cukup mengerti maksud ucapan Lee. Pria itu ingin melakukannya dengan tuntas, bukan dicicil.

"Astaga, Charlene ..., ini adegan 21+ bukan cicilan utangmu yang tersisa 21 bulan," batin Charlene.

Lee lalu mengangkat dagu Charlene dengan jari telunjuknya yang ditekuk. "Jangan membuatku menunggu lama." Dengan ibu jarinya, ia memainkan bibir Charlene yang membengkak akibat ciuman panas yang mereka lakukan barusan.

Charlene kembali menahan napas. Sentuhan jari Lee pada bibirnya, berhasil membuat bagian bawah tubuh gadis itu terasa basah. Charlene berpikir, mungkin ia sedang bermimpi.

Tidak, ia tidak sedang bermimpi. Sentuhan Lee terasa begitu nyata. Dan Charlene menginginkannya.

"La-lakukan." Charlene berkata dengan pasrah.

Ia melihat senyum kemenangan yang samar di wajah Lee.

"Aku harap kau tidak menyesalinya."

Charlene tidak merespon dengan ucapan. Netra hijaunya sudah cukup berbicara, sehingga Lee kembali melumat bibir gadis itu. Dengan terampil, tangan Lee menyelinap ke dalam baju Charlene, membelai punggung gadis itu.

Lalu tangan itu berhenti pada bagian pengait penutup dada yang Charlene kenakan. Kali ini Lee tidak bertanya pada sang asisten. Ia langsung membuka pengait tersebut tanpa hambatan dan membuang kain itu begitu saja.

Ciuman Lee berpindah ke leher Charlene, sementara tangan pria itu kini merayap menuju bongkahan kenyal milik gadis itu. Charlene menggeliat kala Lee menangkup payudaranya. Kolaborasi antara bibir dan tangan pria itu, melahirkan sebuah desahan dari bibir Charlene.

Di balik desahannya itu, Charlene kembali membatin, "Besok sepertinya aku harus ke rumah sakit untuk memeriksa isi kepalaku. Mungkin saja ada satu sekrup yang terlepas dari otakku."

Damn!

Charlene memang sudah kehilangan akal sehatnya. Ia tidak bisa merasakan apapun selain rasa nikmat yang ia dapatkan dari sentuhan Lee. Puncak dadanya terasa menegang karena sedang dimainkan oleh jari-jemari pria itu.

"Agghh ... Tu-Tuan—." Charlene tidak berhasil menyelesaikan ucapannya karena dipotong oleh Lee.

"Panggil aku Lee," bisik pria itu pada daun telinga Charlene.

Selanjutnya ia membelai daun telinga itu dengan lidahnya yang basah.

"Hmmh ... agh ... L-Lee ...." Charlene kesulitan berkata-kata.

Satu desahan berikutnya kembali lolos dari bibir Charlene kala Lee mengulum telinga gadis itu. Lee kemudian menjauhkan bibirnya dari telinga sang asisten. Ia menatap Charlene dengan intens.

Charlene membalasnya dengan tatapan sayu sembari berusaha mengatur napasnya yang terputus-putus.

"Kita lanjutkan di kamar." Lee tidak menginginkan jawaban Charlene.

Ia langsung mengangkat tubuh Charlene dari kitchen island. Charlene mengaitkan kedua kakinya pada pinggang Lee, sementara kedua tangannya melingkar di leher pria itu. Keduanya terdiam untuk sesaat, hanya napas mereka yang terdengar memburu.

Dalam posisi digendong Lee dari depan seperti ini, ia bisa merasakan dengan semakin jelas milik Lee di bawah sana.

"Kau yang membangunkannya." Lee pun kembali meraup bibir Charlene.

Pria itu menarik langkah menuju ke kamarnya tanpa melepaskan tautan bibir mereka. Lee membuka pintu kamarnya dan keduanya terus melakukan pertukaran saliva. Sang CEO lantas membawa Charlene menyeberangi ruangan menuju ke tempat tidur.

Dan sebentar lagi mereka akan menyeberangi lautan gairah. Di atas tempat tidur pria itu. Charlene tahu ini salah, sangat salah.

Ini sama saja dengan dirinya mengkhianati Axel. Namun, ia harus menyerah pada godaan setan.

"O, para setan, maafkan aku karena telah mengambinghitamkan kalian." Charlene lagi-lagi membatin.

Sekonyong-konyong, ia merasa kasihan dengan para setan yang ia salahkan. Semua ini jelas salah dirinya sendiri karena terprovokasi rasa penasarannya.

Hell ... ia tidak bisa berhenti. Walau Lee masih terasa tidak nyata baginya. Terlalu mirip dengan tokoh utama pria dalam novel-novelnya.

Namun, ciuman basah pria itu jelas-jelas nyata. Dan Lee kini berusaha membuka baju Charlene kala mereka sudah berada di depan tempat tidur, masih tanpa melepaskan ciuman mereka. Hanya saja, Charlene mendadak mendengar suara ponsel sang CEO berdering.

Awalnya, ia mengabaikan panggilan telepon tersebut. Namun, telepon itu terus berdering. Sebagian pikirannya yang masih jernih, membuat Charlene berpikir, siapa yang menelepon pria itu malam-malam begini?

Charlene pun mendorong kedua bahu Lee untuk melepaskan ciuman mereka. Namun, kedua tangannya tetap berada di bahu pria itu, untuk menjaga keseimbangan tubuhnya

"Apa tidak sebaiknya kau angkat saja?" tanya Charlene.

"Abaikan saja." Lee kembali ingin mencium Charlene, tetapi gadis itu menahannya.

"Bagaimana kalau itu penting?"

"Aku bilang abaikan."

"Biar aku saja yang lihat siapa. Turunkan aku," usul Charlene.

"Jangan mendebatku, Nona Flynn."

"Aku bilang turunkan aku." Charlene menggeliat dalam gendongan Lee, berusaha untuk melepaskan diri. Ia sendiri tidak mengerti kenapa dirinya sangat ngotot.

"Akan aku turunkan, tetapi di atas ranjangku."

Brukkk!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status