Share

Bab 6. Malam Pertama Bersama Atasan (Part 1)

Charlene sedang membuka situs mesin pencari online, mencari beberapa informasi sebagai bahan tulisan untuk novelnya. Ia memutuskan untuk mengetik di dapur bersih—setelah menyusun semua barang-barangnya yang ia kirim lewat ekspedisi ke penthouse—demi menghindari Lee. Tadinya Charlene berharap Lee membawa teman kencan pulang ke penthouse, sehingga Lee tidak akan membutuhkannya. Namun, Berta mengatakan bahwa Lee tidak pernah terlihat membawa teman wanita pulang.

Charlene menghela napas pelan di atas salah satu stool bar yang ada di depan kitchen island. Ia duduk menghadap ke arah kitchen set di dinding hanya dengan penerangan satu lampu. Selebihnya, ruangan yang menyatu dengan ruang santai yang luas itu, tampak gelap. Hanya bercahayakan sinar bulan dan lampu-lampu yang menyala dari bangunan-bangunan luar.

Hampir dua jam Charlene mengetik, ketika mendadak ia merasakan hawa dingin menerpanya. Seluruh bulu kuduknya meremang. Gadis itu lantas mengusap tengkuknya.

Ia pikir mungkin otot-ototnya terlalu tegang. Charlene pun memutuskan untuk turun dari kursi agar bisa meregangkan otot-otot tubuhnya. Diputarnya kursi ke arah belakang untuk berdiri. Pandangannya pun terangkat.

"Arggh!" Charlene melompat dari kursi dan bersandar pada tepian kitchen island sembari memegang dadanya. "Hufff! Aku kira malaikat maut hendak menjemputku," celetuk Charlene pada sang atasan yang hanya berjarak dua langkah darinya.

Wajah pria itu terlihat dingin. Miskin ekspresi seperti biasanya.

"Berisik sekali."

"Eh?" Charlene tampak bingung.

"Bisakah kau tidak memutar lagu malam-malam begini?"

"Hah?" Mulut Charlene terbuka lebar.

Ucapan Lee terdengar tidak masuk akal bagi Charlene karena jarak kamar pria itu cukup jauh dari pantry. Sedangkan lagu Kiss Me More yang sedang Charlene putar, suaranya tidak akan kedengaran lebih dari dua meter jaraknya.

"Sekarang kosakatamu hanya sebatas 'eh hah'?"

Charlene memanyunkan bibirnya. Ia merasa kesal dan ingin mematahkan tuduhan Lee. Gadis itu lantas maju dan berusaha melewati Lee, tetapi Lee menghalanginya.

Charlene pun menaikkan pandangannya ke arah sang atasan.

"Ada apa? Aku mau lewat."

"Mau ke mana?"

"Ke kamar Anda," jawab Charlene tanpa ragu. Ia tidak sadar jika ucapannya itu akan membuatnya berada dalam masalah.

Lee menaikkan sebelah alisnya.

"Ke kamarku?"

"Iya."

"Apa kau sedang mencoba merayuku, Nona Kamasutra Goddess?" tembak Lee.

Charlene tampak kaget dengan kedua netra yang membulat dan bibir yang terbuka membentuk huruf O karena Lee mengetahui nama penanya.

"Anda menyelidikiku?"

"Aku bahkan membaca semua tulisanmu," aku Lee.

Charlene bergidik kala melihat pria itu menyeringai tipis. Lee lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Charlene, membuat gadis itu harus menahan napas sepersekian detik.

"Aku ingin tahu seberapa liar seorang Kamasutra Goddess di atas ranjang," bisik Lee dengan suara yang terdengar begitu menggoda bagi indra pendengaran Charlene.

Embusan udara hangat yang keluar dari bibir pria itu, menerpa telinga Charlene. Tanpa perlu melihatnya, Charlene tahu kalau seluruh tubuhnya kini pasti terlihat seperti kulit jeruk. Namun, ia mengumpulkan kembali nyalinya untuk menatap Lee.

"Jadi, aku tidak akan keberatan jika kau ingin menghangatkan ranjangku malam ini. Anggap saja sebagai hukuman karena kau mengganggu KETENANGANKU."

Glekkk!

Lee adalah pria tergila yang pernah Charlene temui. Mereka baru saling mengenal beberapa hari yang lalu dan kini pria itu langsung mengajaknya ke atas ranjang. Well, mungkin hal itu biasa di lingkungan Lee.

One night stand atau apalah namanya. Namun, dunia Charlene tidak seperti itu. Charlene memang penulis novel dewasa, tetapi kehidupan seks bebas itu dia pelajari dari artikel-artikel dan media sosial.

"Maaf, Tuan Montana, seingatku tadi kita sedang membahas masalah lagu."

"Memang." Lee menjeda. "Dan lagumu ini bukankah sengaja ingin memancingku?"

Agh! Kenapa bisa kebetulan sekali ia memutar lagu ini? Ia menyukai lagu itu karena musiknya, bukan karena liriknya yang vulgar.

"Tadi Anda bilang laguku berisik, sekarang Anda bilang kalau laguku memancing Anda?" protes Charlene.

"Bukankah tujuanmu memang memancing ikan kelas kakap?" tuding Lee.

Charlene mendengus kesal. "Heuh! Aku baru tahu kalau Anda ini seekor ikan."

Charlene kembali ingin melewati Lee, tetapi Lee kembali menghadangnya. Kali ini pria itu meletakkan kedua tangannya di atas kitchen island, pada sisi kiri dan kanan tubuh Charlene, sehingga gadis itu berada dalam kungkungannya.

"An-Anda mau apa?" tanya Charlene yang terpaksa memiringkan tubuhnya ke belakang agar jarak wajahnya tidak terlalu dekat dengan wajah Lee.

"Bukankah aku sudah mengatakannya dengan jelas tadi?" Lee kemudian melirik ke arah laptop Charlene yang terbuka dan menampilkan artikel tentang cara memuaskan pasangan.

Agh!

Charlene yang menyadari arah tatapan Lee, tampak terkejut dan menjulurkan tangannya hendak mengatupkan layar laptop. Namun, Lee berhasil menahan pergelangan tangan Charlene sebelum mencapai laptop. Netra keduanya pun bersirobok.

Deg! Deg! Deg!

"Ya Tuhan, kenapa suara jantungku sangat keras?" Tentu saja pertanyaan itu hanya ada di dalam pikiran Charlene.

Ia terpaku selama beberapa detik sebelum akhirnya sadar dan berusaha menarik tangannya. Namun, Lee tampaknya tidak ingin melepaskan gadis itu begitu saja.

"Daripada membaca teori seperti itu, lebih baik kau mempraktekkannya secara langsung. Di sini tidak ada kekasihmu, tetapi bukankah ada aku yang bisa membantumu?"

Charlene melotot ke arah Lee, yang membuat pria itu tertawa mengejeknya.

"Jangan bertingkah seakan kau masih perawan."

Lee kini melepaskan pergelangan tangan Charlene, juga satu tangannya dari atas kitchen island. Ia kembali menegakkan tubuhnya, lalu membelai ringan lengan telanjang gadis itu karena Charlene hanya mengenakan atasan bertali spaghetti, berbahan katun dan celana pendek. Bukan jenis pakaian yang terlalu mengundang, tetapi cukup terbuka.

Charlene harus berusaha menahan diri agar tidak kembali bergidik karena sentuhan pria itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibirnya dan hal ini tertangkap oleh netra Lee. Bibir yang tampak penuh, berwarna merah merona dan sedikit berkilau karena efek pelembab bibir yang gadis itu gunakan.

Lee kembali mendekatkan bibirnya pada telinga Charlene.

"Kita bisa mencobanya. Jika kau tidak suka, katakan saja dan aku janji akan berhenti." Pria itu kemudian menarik kepalanya menjauh dari Charlene agar bisa kembali menatap sang asisten.

"An-Anda salah paham. Aku tidak sedang merayu Anda, Tuan Montana. Jadi tolong jaga ucapan Anda."

Charlene menelan salivanya dengan susah payah kala kembali bertatapan dengan netra biru Lee. Jauh lebih berbahaya dan lebih menakutkan daripada di saat pria itu marah, karena tatapan pria itu terlihat berselimut gairah.

Ya, gairah!

"Lalu aku harus bagaimana menanggapi ketika ada seorang wanita yang berprofesi sebagai penulis novel dewasa ingin masuk ke kamarku?"

Charlene mengertakkan gigi, lalu memejamkan matanya untuk sesaat sembari mengembuskan napas berat dengan pelan demi meredam emosinya yang hampir meledak. Ia kembali memakukan netra hijau miliknya pada Lee.

"Tolong lepaskan aku, Tuan Montana."

"Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Seharusnya Anda bersyukur karena aku tidak menampar Anda."

"Aku tidak keberatan, tetapi kau tahu konsekuensinya, bukan?"

"Setelah menyelidiki kehidupanku, sekarang Anda mengancamku?"

Lee mendadak menarik pinggang Charlene hingga tubuh mereka kini menempel dengan erat. Charlene tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya akibat tindakan Lee itu. Kedua tangannya kini berada di dada bidang Lee yang sialnya ternyata justru kembali menimbulkan gelenyar aneh dalam tubuh Charlene.

Lebih sial lagi, Charlene bisa merasakan milik Lee di bawah sana yang menekan perutnya. Kokoh dan ... well, sangat jantan.

Hal itu tidak hanya membuat netra Charlene kembali membola, tetapi wajahnya kini menjadi merah padam. Antara malu bercampur marah karena tubuhnya ternyata bereaksi atas kedekatan tubuh mereka. Ya, ia tidak bisa menampik jika dirinya merasa bergairah.

Sementara itu tatapan Lee kembali jatuh ke arah bibir Charlene. Pria itu sedang berpikir, bagaimana rasa bibir Charlene? Apakah seperti yang ada di dalam bayangannya?

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Lee pun segera melumat bibir Charlene. Netra Charlene melebar kala merasakan bibir dingin itu menyentuh bibirnya.

Lumatannya tidak menggebu-gebu, tetapi terasa tegas dan ... lembut. Ciumannya berbeda dengan ciuman Axel dan parahnya, Charlene tergoda untuk membalas sentuhan bibir Lee.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status