Share

Bab 2. Jalan Pintas

"T-tolong!" teriak Ciara.

"Astaghfirullah! Ci, Cia … bangun!" seru Haidar sembari menepuk-nepuk pundaknya.

"Aaaaaa, tolong!" teriaknya lagi lalu terbangun.

"Haduh! Bisa-bisanya tidur sebentar aja udah ngelindur. Bangun-bangun gelagapan kayak habis dikejar setan," ucap Haidar.

"Astaghfirullahal'adzim, aku mimpi kita kecelakaan. Alhamdulillah cuma mimpi Ya Allah. BTW, kok Om biarkan Cia tidur beneran, sih!" omelnya.

"Orang lemes begitu ya biarin aja tidur daripada pingsan maksain melek!" Haidar tersenyum samar ke arah Ciara.

Betul juga, Ciara memang sedang lelah, badannya tidak baik-baik saja akibat hujan yang menerpa. Setelah ganti baju yang diserahkan Haidar, ia dan Haidar tidak menunda waktu untuk perjalanan pulang ke rumah gadis cantik tersebut. Haidar sengaja membiarkan Ciara tertidur di tengah perjalanan.

"Hhh! Ya takutnya manfaatin kesempatan dalam kesempitan!" bentak Ciara.

"Kamu kok jadi emosi?"

"Ya jelas! Laki-laki kalau lagi nak---"

"Suud! Laki-laki seperti Om ini kalau naksir ya dinikahin, bukan dijajanin. Mengerti?"

"Sok alim!" serunya.

"Terserah mau ngomong apa. Yang pasti … kedatangan Om itu dengan niat baik, nyari kamu untuk Om ajak nikah. Sudah siap, kan?

"Dih! Ogahlah Om! Cia gak ingin nikah muda, apalagi sama Om-Om yang baru aja ketemu!" keluhnya.

Haidar mendengkus kesal atas pernyataan Ciara. Hampir saja lupa, sebungkus sate yang Haidar beli saat Ciara tidur belum ia berikan. Ini harus cepat-cepat dimakan oleh Ciara karena ia tidak bisa telat makan.

"Makan dulu! Nih, sate ayam favorit kamu!" pinta Haidar.

"Aneh, kok tahu makanan kesukaan Cia?" Masih bingung, Ciara meggaruk jidatnya yang tak gatal.

"Tahulah. Kan Abi kamu sering cerita," jawabnya.

Haidar menghentikan mobil dulu supaya gadis itu lebih santai untuk makan. Mereka sudah hampir sampai rumahnya Ciara. Haidar terus berpikir, langkah apa yang bisa memincut hati Ciara dengan keadaan ia tidak ingin nikah muda menjadi ingin dan tertarik juga dengan pria berkepala tiga.

"Mmm, Om gak makan?" tanyanya.

"Mau makan kalau disuapin," goda Haidar.

Ciara menelan satenya lalu tertawa. "Hahaha, jangan harap!"

"Nggak juga, siapa yang mau disuapin sekarang? Om mau disuapin waktu di pelaminan. Hahaha … kalau sekarang mah, itu semua untuk kamu biar kenyang. Kasihan calon wilayah wadah anak aku kalau kesakitan," jawab Haidar dengan tawa.

Ciara membalikan badannya dan mengahadap ke jendela. Benar-benar sikapnya membuat ia ingin muntah di saat enak-enaknya makan sate. Keadaan masih tetap hujen, mau keluar mobil juga tidak bisa karena dikunci oleh Haidar.

"Cia hanya minta satu, buruan gas mobilnya untuk sampai rumah!" pintanya.

"Belum ingin mati!" Haidar sedikit menggeser duduknya.

"Aihhh! Menyebalkan sekali … huaa!" rengek Ciara.

"Kalau merasa begitu, berarti Om adalah bagian dari rindu kamu," sahut Haidar.

"Iya! Rindu untuk aku pukul-pukul! Bikin emosi aja!" Ciara menyodorkan beberapa tusuk sate yang masih utuh ke dashboard mobil.

Mata Haidar melirik tajam. Dia tidak bisa membiarkan satu porsi tersebut tidak dihabiskan oleh Ciara. Apalagi, itu belum ada setengahnya yang dimakan. Meskipun selewengan, Haidar merupakan lelaki yang perhatian, terlebih kepada perempuan.

"Harus dihabiskan dong biar makin cantik," ungkap Haidar.

"Aku bukan anak kecil yang mudah dirayu!" jawab Ciara ketus.

"Memang bukan, tapi kamu itu gadis cantik yang harus segera diratu," sahut Haidar.

"Gak ada yang mengharuskan!"

"Habiskan! Kalau belum habis, jangan harap bisa pulang! Apa nunggu disuapin?" Haidar menatap nanar wajah Ciara yang masih cemberut.

Sangat malas bagi Ciara untuk menjawab pernyataan Haidar. Ia ambil kembali satenya untuk dihabiskan. Entah kenapa, sate yang diberikan Haidar seperti membangkitkan nafsu makannya yang biasanya saat sakit dia malas makan, kini berubah menjadi semangat.

"Enak banget, Om. Beli di mana?" tanya Ciara.

"Beli di hatiku," jawab Haidar.

"Argggh! Jawab serius, soalnya ini sate mirip banget sama bikinan Ummi. Terus, tumben loh Cia bisa habis, biasanya juga kalau tubuh lagi nggak fit nggak akan habis segini," ujarnya.

"Belum sadar juga? Itu karena yang memberi satenya merupakan orang yang kamu cintai ... hahaha." Haidar tertawa lepas, membuat Ciara salfok dengan suara tawanya.

***

"Sebenarnya ... Cia mau nikah muda sama Om, asal bisa masak sate ayam seperti racikan yang pas, sama dengan racikannya Ummi," ungkap Ciara.

DEGH.

Bak disambar petir, di tengah kebingungannya memikirkan langkah untuk meluluhkan, tiba-tiba mendengar suara Ciara dari belakang, memberi jurus ampuh atas apa yang sedang ia pikirkan. Hati Haidar bergetar hebat, sampai dia gugup dan hilang wibawanya. Sudah sekitar satu minggu mereka bertemu dan baru kali ini keluar perkataan halus dari mulut Ciara karena biasanya waktu bertemu hanya pertengkaran dan ketidaksesuaian yang terjadi.

"Haa? K-kamu nggak s-salah b-bicara. Mau nikah dengan Om ka---?" tanya Haidar gugup.

"Hahahaha ...." Ciara hanya tertawa terpingkal-pingkal dengan drastisnya perubahan ekspresi Haidar dibanding hari-hari biasanya.

"Ah, sial! Wibawaku hilang gara-gara kamu yang mengagetkan! Ini fix?" tanyanya lagi.

"Iya! Memangnya bisa masak?"

"Kalau demi pernikahan kita, apa sih yang nggak? Pasti diusahakan dong," jawab Haidar.

"Ingat tapi ya … harus sesuai racikan yang pas! Kalau nggak bisa … mohon maaf, Cia belum mau nikah muda sama Om!"

"Nada bicara kamu gak usah sangar-sangar gak bisa ya? Ngegas mulu dari tadi!" seru Haidar.

"Bodo amat!" jawabnya.

"Dasar, Gadis Bayi!"

Ciara menemani Haidar membeli bahan-bahan untuk membuat sate ayam. Dari belinya saja sudah ribet, karena Ciara hanya sekedar menemani dan tutup mulut tidak mau mengarahkan Haidar. Setelah beres, mereka berdua bergegas untuk segera pulang ke tempat Ciara.

"Yah, motor Cia kok bannya bocor. Mana bengkel lagi penuh!" keluhnya.

Ia gadis yang lebih suka naik motor daripada mobil. Bukan tomboi, tapi Ciara memilih motor yang biasanya dipakai para cewek feminim. Meskipun beberapa kali diingatkan untuk membawa mobil saja karena ditakutkan cuaca yang tiba-tiba hujan, Ciara tetap kekeh dengan kenyamanannya memakai motor.

"Aiish, ya udah bareng Om aja di mobil! Taruh bengkel aja motornya!" perintah Haidar.

"Lagi-lagi bareng Om-Om tu---"

"Hah! Kamu bilang apa? Om-Om tua!" bentak Haidar.

"Hhh! Gitu aja marah, sekali lagi bentak Cia … gagal sate ayam!"

"Eh, maaf-maaf. Om gak terima aja kalau dibilang tua, orang tampan begini kok dibilang tua! Jangan digagalinlah, Om udah mulai susah payah mau belajar … entar kerasa mubadzir!" rajuk Haidar.

Dengan acuh Ciara masuk dulu ke mobil Haidar setelah menitipkan motornya di bengkel, merengek untuk segera pulang, dan tidak menggubris ucapan Haidar yang ingin mengecek mobilnya dulu karena merasa tidak baik-baik saja. Haidar juga sebenarnya tidak sabar ingin segera mencoba membuat sate ayam meskipun hasil pasti masih belum sesuai. Akan tetapi, ia yakin dengan semangat dan tekadnya, bisa menaklukkan lidah perempuan di sampingnya itu dengan sate buatannya.

"Yess, sebentar lagi fix jadi istriku! Gak sabar lihat kamu hamil anak-anakku," ungkap Haidar.

"Ihhhh, jorok banget ucapannya! Yaa kalau jadi. Ngarepnya gak usah ketinggian!" Ciara membenahi ujung jilbabnya sembari bercermin.

"Astaghfirullahal'adzim, rem blong, Ci! Awwww!"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Laras_7779
Sate ayam memang lezat, aku pun suka. Berharapnya pastilah Haidar bisa memenuhi syarat
goodnovel comment avatar
Lala Lala
Jadi kangen baca Ciara Haidar lagi
goodnovel comment avatar
Hana
Ternyata cuma mimpi.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status