Share

Ciuman Yang Salah

Penulis: Reju
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 17:27:29

Hujan berhenti lebih cepat dari biasanya sore itu. Langit tampak bersih, tapi udara masih menyisakan dingin yang mengendap di kulit. Di dalam aula besar milik Arvanden Corp, ratusan orang berjas rapi memenuhi ruangan, sementara musik klasik mengalun di balik denting gelas kristal.

Hari ini, perusahaan Nayel meluncurkan proyek investasi terbesar tahun ini.

Dan di tengah keramaian itu berdiri Alaire, dengan gaun hitam sederhana yang terlalu kontras di antara kemewahan sekitar.

Ia tidak seharusnya ada di sana.

Nayel sudah melarangnya tampil di depan publik.

Tapi undangan yang beredar ke media menyebut nama “istri sah” CEO.

Seseorang jelas membocorkannya.

Dan ketika sosok pria itu akhirnya muncul di pintu aula, ruangan seketika membeku.

Nayel Arvanden.

Ia berjalan masuk dengan langkah tenang, setiap tatapan seolah tunduk pada kehadirannya. Jas hitamnya berkilau di bawah lampu gantung, dasi perak di lehernya tersusun sempurna, dan pandangannya dingin seperti pisau yang siap memotong siapa pun yang menatap terlalu lama.

Namun langkahnya berhenti ketika matanya bertemu dengan milik Alaire.

Sekilas saja, tapi cukup untuk membuat udara di ruangan terasa berbeda.

“Aku bilang kau tidak perlu datang,” katanya pelan saat mereka berdiri berhadapan di tengah kerumunan, senyum tipisnya hanya kamuflase di depan publik.

Alaire menunduk sedikit. “Aku tidak tahu kalau undangan itu akan sampai ke media. Aku hanya—”

“Kau tidak mengerti apa yang sedang kau mainkan.”

Nada suaranya dingin, tapi sebelum sempat ia melanjutkan, cahaya sorot menimpa mereka berdua.

Seorang investor senior mendekat, tertawa kecil. “Tuan Arvanden! Ini istri Anda, ya? Akhirnya saya bisa melihat wanita yang berhasil menaklukkan Anda.”

Sorak kecil terdengar di sekitar mereka. Kamera wartawan mulai berputar. Bisikan-bisikan mulai menyebar.

Alaire ingin mundur, tapi langkahnya terkunci. Ia ingin menjelaskan, tapi tatapan Nayel menahannya tajam, dingin, dan seperti perintah tanpa suara.

Dan tiba-tiba, sebelum siapa pun sempat bereaksi, Nayel menunduk dan mencium Alaire.

Ciuman itu bukan lembut.

Bukan juga kasih.

Itu pernyataan.

Tegas. Keras. Seolah dunia harus tahu: dia milikku.

Alaire membeku. Segalanya memudar: lampu, musik, bisikan orang-orang.

Yang tersisa hanya tekanan bibir Nayel dan detak jantungnya yang kacau.

Ketika pria itu akhirnya menarik diri, tepuk tangan dan sorak menggema.

Beberapa tamu tertawa, kamera terus memotret, dan dalam hitungan detik, kisah tentang “pasangan misterius Arvanden” menjadi bahan utama media.

Tapi hanya Nayel dan Alaire yang tahu arti sebenarnya dari ciuman itu.

Di balik senyum dingin Nayel, Alaire bisa merasakan bara amarah di balik matanya.

“Sekarang lihat apa yang sudah kau mulai,” bisiknya rendah di telinganya, sebelum berbalik dan menyalami tamu-tamu dengan tenang, seolah tidak terjadi apa pun.

Sepanjang sisa malam, Alaire berdiri di sisinya seperti bayangan.

Tersenyum saat diminta, diam saat diperintah.

Dan setiap kali mata mereka bertemu, ada sesuatu di sana perang sunyi antara kebencian dan ketakutan yang tak pernah terucap.

Beberapa jam kemudian, pesta usai.

Mereka meninggalkan aula tanpa sepatah kata.

Hening mengisi mobil sepanjang perjalanan.

Bahkan suara mesin terdengar seperti ancaman.

Alaire menatap keluar jendela, melihat pantulan wajahnya sendiri. Pucat. Kaku. Tidak lagi mengenali dirinya.

“Kenapa kau melakukannya?” tanyanya akhirnya, pelan tapi tegas.

Nayel tidak langsung menjawab. Jari-jarinya mengetuk setir pelan.

“Kau pikir aku punya pilihan?”

“Aku tidak meminta kau menci—”

“Cukup.” Suaranya memotong cepat. “Satu kesalahan kecil di depan publik bisa menghancurkan semua yang kubangun. Mereka tidak boleh tahu kebenaran kita. Tidak sekarang.”

Alaire berbalik menatapnya. “Kebenaran apa, Nayel? Bahwa aku hanyalah istri yang kau sembunyikan seperti aib? Atau bahwa pernikahan ini cuma bagian dari dendammu?”

Mobil berhenti mendadak di bahu jalan.

Nayel menatapnya tajam. “Hati-hati dengan kata-katamu, Alaire.”

Tapi kali ini, Alaire tidak mundur. “Aku hanya mengulang apa yang kau katakan sendiri.”

Tatapan mereka bertaut lama.

Lalu, perlahan, sesuatu berubah di wajah Nayel amarahnya mereda, digantikan kelelahan yang aneh.

“Semua yang kulakukan ada alasannya,” katanya rendah. “Kau tidak akan mengerti sekarang.”

“Karena kau tidak mau aku mengerti,” jawab Alaire dingin.

Nayel tidak menanggapi lagi. Ia hanya menghela napas, menyalakan mobil, dan melaju kembali menuju penthouse tanpa sepatah kata.

Sesampainya di rumah, Alaire keluar lebih dulu.

Ia menahan napas, menatap langit malam yang baru saja ditelan awan. Di ruang tamu, pantulan wajahnya di cermin tampak asing mata penuh luka yang tidak lagi mengenal dirinya sendiri.

Bibirnya masih terasa panas. Ia menyentuhnya perlahan.

“Ciuman itu…” bisiknya, “…bukan cinta. Itu peringatan.”

Langkah kaki terdengar dari lantai atas.

Nayel berdiri di ambang tangga, menatapnya dari bayangan.

“Mulai besok,” katanya datar, “jangan muncul di depan publik lagi tanpa izinku. Sekali lagi kau melanggar, aku tidak akan menahannya dengan ciuman.”

Lalu ia menghilang ke lantai atas, meninggalkan jejak dingin yang tak bisa dijelaskan.

Alaire tetap berdiri di sana, diam.

Tidak menangis. Tidak marah.

Hanya menatap refleksi dirinya sendiri dan menyadari bahwa semakin ia melawan, semakin kuat jerat yang menahannya.

Malam itu, di kamar sunyi, ia menulis di buku catatan kecil yang disembunyikannya di bawah meja rias:

“Jika cinta adalah permainan, maka aku baru sadar: aku bukan pemainnya.

Aku hanyalah bidak di papan milik Nayel Arvanden.”

Dan di luar, hujan kembali turun.

Lebih deras dari sebelumnya—seolah langit ingin menghapus semua kebohongan yang baru saja lahir di bawah sorotan lampu pesta.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Echo Signal

    Langit di atas Zurich berwarna abu-abu kelam. Sebuah helikopter tanpa tanda terbang rendah di atas atap gedung tua yang ditinggalkan, hembusan anginnya memecah kabut pagi. Di dalam ruangan di bawahnya, Alaire duduk bersandar di tembok, napas berat, luka di bahu kirinya masih basah oleh darah. Hening. Hanya suara detak jam tua yang masih berjalan di pojok ruangan. Vira masuk membawa perban dan segelas air. Wajahnya letih, tapi matanya tetap tajam. “Kau seharusnya tidak bergerak dulu,” katanya pelan. Alaire menatap keluar jendela retak, ke arah menara komunikasi di kejauhan yang memancarkan cahaya aneh. “Dunia berubah, Vira. Aku bisa merasakannya.” Vira menatapnya ragu. “Kau bicara tentang sinyal itu lagi?” Alaire mengangguk pelan. “Semenjak Helix Dawn hancur, frekuensi aneh muncul di seluruh dunia. Tidak bisa dideteksi oleh radar biasa. Tapi aku tahu pola itu. Itu bukan sekadar noise.” Ia menatap layar kecil di depannya gelombang sinyal berirama, tapi membentuk pola detak jan

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   The Second Pulse

    Basel, Swiss. Udara dingin musim gugur menggigit kulit, menyelusup di sela mantel hitam yang membungkus tubuh Alaire. Kota tua itu tampak damai di permukaan — jalan-jalan berbatu, kafe dengan lampu kuning hangat, dan sungai Rhine yang memantulkan cahaya bintang tapi di bawah tanahnya, sesuatu yang jauh dari damai sedang berdenyut. “Aku masih tidak percaya kita ada di sini,” gumam Vira pelan sambil menatap layar tablet kecil di tangannya. “Koordinat dari file Nayel menunjuk ke area penelitian Elysion Biotech, tapi tidak ada catatan publik tentang fasilitas bawah tanah di sana.” Alaire menatap bangunan besar di ujung jalan: menara kaca dengan logo heliks perak di atasnya. “Karena itu bukan fasilitas publik,” jawabnya datar. “Itu laboratorium rahasia yang bahkan pemerintah tidak tahu.” Vira menelan ludah. “Jadi apa rencanamu?” Alaire menatap jam tangannya. “Kita masuk malam ini.” Pukul 01.13 dini hari. Langit Basel gelap total ketika dua bayangan bergerak cepat di antara lorong

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dawn Protocol

    Tiga hari setelah ledakan Arvanden, kota masih berbalut kabut dan abu. Media internasional menayangkan gambar reruntuhan gedung megah yang kini hanya tinggal rangka besi hangus. Nama Nayel Davina memenuhi setiap headline sebagian menyebutnya pahlawan, sebagian lagi mengutuknya sebagai dalang kehancuran. Di antara semua itu, hanya satu orang yang tahu kebenaran. Alaire. Ia duduk di kursi rumah sakit, menatap layar kecil di tangan rekaman terakhir dari kamera keamanan bawah tanah yang berhasil ia selamatkan. Dalam video itu, Nayel menatap kamera sambil berkata pelan, “Kalau kau menonton ini… berarti aku gagal kembali. Tapi aku tahu kau akan melanjutkan.” Suaranya tenang, tapi di matanya masih tersisa rasa takut bukan takut mati, tapi takut ia tak sempat menuntaskan apa yang telah dimulainya. Alaire menutup layar, air mata jatuh tanpa suara. Di meja di sebelahnya tergeletak flashdisk hitam dengan label tipis bertuliskan “A.DawnProtocol” — warisan terakhir Nayel. Ia memutar flas

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Api Dalam Darah

    Suara tembakan menggema di lorong bawah tanah, memantul di dinding baja dan menelan seluruh udara di sekitar. Nayel terhuyung mundur, tubuhnya membentur panel logam, sementara darah hangat mulai merembes dari sisi bahunya. Namun tangannya tetap menekan keyboard, menyelesaikan proses terakhir. “Sudah terlambat, Vin,” desisnya. “Semuanya sudah terkirim.” Vin Arvanden berdiri beberapa meter di depannya, pistol masih berasap. Wajahnya tampak menegang, tapi mata itu dingin, nyaris kosong tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. “Kau pikir aku tidak siap untuk ini?” katanya pelan. “Aku yang menciptakan sistem itu, Nayel. Kau hanya memainkan permainan yang sudah kusiapkan.” Nayel tertawa kecil, getir. “Permainanmu baru saja berakhir.” Di layar di belakang mereka, data yang bocor terus mengalir laporan keuangan, rekaman percakapan, bahkan file rekayasa genetik rahasia yang menjadi inti proyek “Pulse”. Nama Vin Arvanden kini terpampang di setiap media dunia. Vin melangkah maju, pisto

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Sebelum Terbakar

    Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah dan langit kelabu. Rumah tua itu kembali sunyi, seolah tahu malam ini bukan sekadar malam biasa, tapi malam terakhir sebelum segalanya berubah. Alaire duduk di tepi tempat tidur, mantel gelapnya masih basah di ujung. Sementara Nayel berdiri di dekat jendela, menatap kota jauh di bawah bukit. Lampu-lampu gedung Arvanden tampak seperti bara yang siap meledak kapan saja. “Besok jam delapan konferensi dimulai,” ucapnya pelan. “Begitu data dari flashdisk Vira terkirim, semua media akan menerima salinannya secara otomatis. Vin tak akan sempat menutupi apa pun.” Alaire menatap punggungnya yang tegap tapi tampak tegang. “Dan kalau sistem mereka mendeteksi kirimanmu?” “Dia akan tahu aku masih hidup.” “Dan dia akan memburumu.” Nayel menoleh. Ada senyum samar di wajahnya bukan bahagia, tapi lelah. “Bukankah itu yang kita tunggu?” Alaire menggeleng pelan, matanya berkilat. “Aku tidak menunggumu mati, Nayel.” Kata-kata itu memecah udar

  • Istri Gelap Sang CEO Dingin   Dalam Bayang Balas Dendam

    Hujan turun deras sejak subuh. Air menetes dari atap rumah tua itu, memantul di jendela dan menciptakan bayangan buram di lantai. Alaire berdiri di dekat perapian yang dingin, membungkus tubuhnya dengan jaket tipis. Matanya menatap api kecil yang baru menyala cahayanya menari di wajah pucatnya, memantulkan kelelahan yang tak sempat ia sembunyikan. Sudah dua hari sejak mereka bersembunyi di rumah peninggalan Clara Davina. Dua hari tanpa kabar dari dunia luar. Ponsel mereka dibungkam. Kamera pengintai di sekitar properti dicabut satu per satu oleh Nayel. Rumah itu menjadi tempat terakhir yang tidak tersentuh oleh Arvanden Corp atau setidaknya, belum. Di meja kayu tua, bertebaran dokumen, foto, dan potongan berita lama. Nayel duduk di kursi, membolak-balik berkas dengan mata yang menatap tajam, seperti seseorang yang berusaha menafsirkan masa lalunya sendiri. Ia terlihat letih, tapi di balik kelelahan itu ada sesuatu yang lain: amarah yang dingin. Alaire mendekat perlahan. “Ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status