Share

Part 11

Penulis: Luisana Zaffya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-27 15:48:54

“Pergilah. Buat alasan semeyakinkan mungkin untuk mengulur pernikahan ini setidaknya untuk satu dua jam ke depan.”

Alec mendengus dan membuang muka dengan keyakinan kuat Arsen untuk membujuknya bahwa pernikahan ini harus tetap terlaksana. Ia sedikit tersentuh dengan kepercayaan diri Alec yang masih terpasang erat di wajah setenang air danau itu. Tetapi tidak semudah itu penghinaan ia lupakan begitu saja.

Arsen mengambil tempat duduk di seberang Alec setelah perlu dua kali memberi isyarat pada Arza untuk segera keluar dari ruangan ini dan meninggalkannya sendirian dengan Alec. “Kita tetap pada rencana ini meski sedikit meleset, atau ...”

“Atau?” Salah satu sudut bibir Alec tertarik menyeringai sinis. “Kauingin mengancamku? Apa aku perlu mengingatkanmu posisimu saat ini, Arsen? Aku sama sekali belum menandatangani kesepatakan kita.”

“Ya, itu mengijinkanku untuk membuat kesepakatan dengan pihak lain. Kupikir Banyu Dirgantara bukan pilihan yang buruk.”

Wajah Alec memias dan keterpakuan melintas di wajahnya meski hanya sedetik. Sialan, ia tak bisa meremehkan Arsen begitu saja.

“Aku tahu tidak akan mudah melawanmu, tapi bukan berarti aku tak bisa melakukannya. Jika kau menyentuh adikku sedikit saja, kupastikan ancamanku bukan sekedar omong kosong.”

“Apa kau ingin menghitung dan membandingkan kekuatanku denganmu, Arsen? Aku tak akan membuang waktuku untuk hal semacam itu. Kau salah besar di detik ketika berpikir aku akan terpengaruh dengan ancamanmu.”

Arsen terdiam. Merasa marah karena tak mampu berkutik meski dengan ancamannya yang ia pikir akan dengan mudah membujuk Alec untuk memberinya kesempatan.

Di dalam ketenangan itu, mendadak ponsel di saku jas Alec bergetar. Seringai tersungging tinggi-tinggi di kedua sudut bibir Alec ketika ia melihat Roylah yang menghubunginya. Ketika Alec mengangkat wajah sambil menempelkan ponsel di telinga, Arsen yang duduk di seberang meja mulai terlihat tegang.

“Secepat ini?” Alec terkekeh. Tak bisa memercayai keberuntungannya, ia tertawa keras hingga kepalanya terdongak dan hingga gigi gerahamnya yang rapi dan putih terlihat jelas karena saking lebarnya ia tergelak.

Tubuh Arsen yang sudah tegang semakin menegang. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menjaga ekspresi wajah yang semakin sulit ia kendalikan. Berharap keselamatan Alea satu-satunya hal yang bisa ia lakukan meski itu tak akan memberinya harapan apa pun selain menyayangkan kebodohan adiknya itu.

Tawa Alec mereda, masih dengan senyum yang bertengger manis di bibir Alec, pria itu berkata datar pada Roy. “Bawa ke hotel terdekat, aku akan ke sana dalam setengah jam.”

“Di mana Alea?” Arsen tahu tak akan semudah itu mendapatkan jawaban dari Alec.

“Aku tak mengira akan menemukannya secepat ini.” Alec mengedikkan bahu. “Karena aku begitu senang, kuberi sepuluh menit untuk meyakinkanku bahwa pernikahan ini begitu penting untuk terlaksana.” Alec berhenti sejenak. “Untuk mengulur waktu dan membuat adikmu menunggu dengan gugup mungkin. Aku selalu suka saat mempermainkan ketakutannya.”

***

Alea tahu ketika mobil itu berhenti secara mendadak hingga membuat kepalanya terbentur dinding besi mobil dengan keras hingga mengaduh, sesuatu yang buruk tengah menunggunya. Benturan itu sangat keras dan pandangan Alea berkunang ketika rasa sakit yang sangat tajam membuat kepalanya pusing.

Alea menyentuh bagian belakang kepalanya, mengusap dan berharap rasa sakit itu mereda. Ketika rasa pusing di kepalanya sudah tak begitu terasa, firasat buruk yang menggelayuti hatinya terasa begitu kuat hingga menghentikan detak jantungnya. Suara seseorang mengancam si sopir dan menyuruhnya turun dari mobil. Jelas itu bukan perampok yang cukup tolol melakukan kejahatan di siang hari dan di tempat umum seperti ini. Lebih dari itu.

Napas Alea tertahan, suara pengait yang  diputar dan ditarik membuat tubuhnya beringsut merapatkan punggung ke dinding mobil meski ia sadar itu tindakan konyol. Gaun besarnya tentu tak membuatnya bersembunyi semudah itu dan warnanya yang putih terang tampak sangat mencolok di antara dinding bercat hitam dan kotak-kotak makanan yang berwarna gelap.

“Apa Nona perlu bantuan untuk turun?” Pertanyaan pengawal yang berwajah datar itu sama sekali tak mengurangi gemetar di seluruh tubuhnya begitu tatapan mereka saling beradu.

Alea membeku, itu bukan pengawal Arsen, jadi sudah tentu pengawal Alec dan bekerja di bawah perintah sialan itu.

Antara pasrah dan takut akan kemungkinan ia telah membuat Alec murka, Alea berusaha turun dari mobil dengan bantuan pengawal itu yang mengangkat ekor gaunnya. Tak jauh dari tempat mereka, ada satu pengawal lainnya yang menunggu dan membukakan pintu mobil sedan hitam untuknya. Alea mengernyit ketika jalanan beraspal yang panas bersentuhan dengan telapak kaki Alea yang telanjang. Alea menahannya sekuat tenaga sambil menatap ragu pada pintu mobil yang terbuka itu. Ia tahu apa yang tengah menunggunya jika ia masuk ke mobil itu.

Alea berhenti. “Aku ... aku ingin menelpon kakakku.” Suara Alea bergetar. Sialan, ini tak bisa membayangkan berhadapan dengan Alec jika berhadapan dengan pengawal pria itu saja bisa membuatnya setakut ini.

“Silahkan masuk, Nona.” Pengawal itu mengabaikan permintaan Alea.

Alea berjinjit dan mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka. Jalanan memang ramai tapi sama sekali tak ada pejalan kaki yang tampak dan bisa ia harapkan untuk menolongnya.

“Tuan Alec tak suka menunggu, Nona. Sebaiknya kita segera bergegas.” Pengawal itu menyela niatan yang tampak jelas di mata Alea dan segera memadamkannya sebelum Alea bergerak melakukannya. Karena jelas itu tidak baik untuk diri wanita itu sendiri.

Alea pun masuk ke mobil dan menunggu dalam kegugupan yang terasa mencekik lehernya. Tak cukup sampai di situ penyiksaan batinnya, Alea semakin panik ketika menyadari pengawal itu bukan membawanya kembali ke rumah. Melainkan ke salah satu hotel milik MH yang kebetulan berada dekat di tempatnya ditemukan. Sedikit harapan bahwa pernikahannya dengan Alec dibatalkan membuat hatinya dipenuhi kelegaan. Karena, ia pun masih tak bisa bernapas dengan lega akan akibat dari pembatalan pernikahan tersebut.

Alea diserahkan pada pengawal lainnya yang menunggu di halaman parkir, membimbingnya memasuki lobi hotel. Wajah Alea tertunduk mengabaikan tatapan terheran dan penuh tanya beberapa tamu hotel ketika tatapan mereka terarah pada kaki telanjangnya. Mereka naik lift khusus yang hanya disediakan untuk menuju kamar-kamar tertentu di gedung hotel ini.

“Apa kakakku yang menyuruh membawamu ke sini?”

Pengawal itu sama seperti temannya yang lain. Yang hanya bisa berwajah datar dan bungkam pada pertanyaannya tentang Arsen. Apakah Arsen benar-benar tak ada di sini untuk membantunya? Meskipun ia telah membahayakan jabatan Arsen, kakaknya pasti masih punya sedikit nurani sebagai seorang kakak yang melindungi adiknya, kan? Di balik sikap tak punya hati, kata-kata kasar, dan keputusan egois yang ditetapkan Arsen, Alea tahu Arsen tak pernah membiarkan keluarga mereka dalam bahaya.

Kegugupan Alea semakin bertambah setiap lift menaiki lantai per lantai dan berhenti di lantai tertinggi. Lalu suara denting menandakan pintu lift terbuka, pengawal itu mengarahkannya untuk keluar dan berbelok ke arah kanan. Menuju salah satu pintu terjauh dan membuka pintunya lebar-lebar sebelum kemudian mempersilahkan Alea yang berdiri membeku untuk segera masuk.

“Silahkan, Nona.” Pengawal itu mengulang untuk kedua kalinya karena Alea masih mematung terlihat berpikir dalam ketakutan.

Alea melangkah perlahan dengan kaki telanjangnya yang bergetar hebat. Keremangan suasana kamar jelas mengalirkan kengerian yang membuat seluruh tubuh Alea bergidik.

Di sana, di kursi yang terletak di tengah kamar, Alea melihat Alec dengan dasi kupu-kupu yang sudah terurai dan masih menggantung di kerah kemeja yang dua kancing teratasnya sudah terbuka. Pria itu duduk dengan kaki bersilang dan satu tangan menggenggam gelas anggur yang masih terisi seperempat gelas.

“Alec?” Alea mundur ke belakang dan hampir terjatuh karena kakinya terlilit ekor gaunnya. Tapi, pengawal di belakangnya menahan pundaknya. Pandangan Alea memutari seluruh ruangan hotel yang lengang. Sama sekali tak ada tanda-tanda keberadaan Arsen. “Di ... di mana Arsen?”

“Menurutmu?” Mata tajam pria itu tampak dingin dan tak satu pun ekspresi yang bisa Alea temukan di ketenangan ekspresi Alec. Akan tetapi, aura panas membakar yang melingkupi seluruh tubuh Alec dan menyebar memenuhi seluruh ruangan semakin memperparah gemetar di kaki Alea.

Kemudian, ketika Alea mendengar bunyi klik dari arah belakang. Alea menoleh dan melihat pengawal yang tadi di belakangnya menutup pintu. Meninggalkannya sendirian dalam ruangan itu dengan Alec. Kali ini, Alea benar-benar tak sanggup memendam ketakutan itu lebih lama lagi. Alec benar-benar mimpi buruk yang mencekik lehernya di siang hari sekalipun.

Tatapannya kembali kepada Alec, seringai yang melebar di sudut bibir Alec seketika membuat jantung Alea berdegup kencang. Kepanikan menguasai Alea begitu kuat, dan menggerakkan seluruh tubuh Alea untuk berlari menjauh. Alea berbalik, berhasil meraih gagang pintu dan membukanya tanpa sempat mengambil langkah pertamanya keluar dari kamar itu.

“Lepaskan aku!!” Alea memukul tangan Alec yang melingkar di pinggang dan menariknya mundur lalu membanting tubuh Alea ke ranjang menggunakan kekuatan hanya dari satu tangan.

“Kau benar-benar membuatku bosan, Alea.” Alec menyusul naik ke ranjang. Mendorong tubuh Alea yang melenting berusaha bangkit untuk kembali berbaring dan menindih tubuh mungil itu dengan setengah badannya. Satu tangannya menggenggam kedua pergelangan tangan Alea dan menguncinya di atas kepala wanita itu.

“Pernikahan?” kekeh Alec mencibir “Aku tahu seharusnya tak terlalu bodoh menyetujui satu-satunya syarat tolol yang diajukan kakakmu. Penolakanmu benar-benar menyinggung perasaanku, Alea. Kaupikir dirimu begitu berharga hingga mengolokku sedemikian rupa, huh? Mempermalukanku di depan para tamu undangan?”

Setelah Alec menyelesaikan kalimatnya, tangan kiri Alec meraih pinggiran kain di bawah lehernya dan menariknya sekuat tenaga hingga gaun pengantin itu robek membelah bagian depan dan menampakkan bra tanpa tali Alea. Alea menggeleng dan menjerit keras.

Alec menimbang untuk menyumpal mulut Alea dengan kain atau membuat mulut itu sibuk mendesah nantinya. “Semua kerumitan ini kulakukan untuk mengklaim tubuhmu, sekarang kau mempermudah semuanya bagi kita berdua, Alea. Aku tak perlu menikahimu untuk mengklaim dan mencicipi tubuhmu dan kau tak perlu tertekan dengan pernikahan kita. Bagaimana? Tidak setiap hari aku berbuat baik pada orang.”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   New Story (Saga & Sesil)

    “Jadi, hari ini kau mempunyai seorang tunangan?” Saga menoleh, menutup pintu ruang rawat Sesil, dan menemukan tangan kanan sekaligus kepercayaannya itu berdiri bersandar di dinding samping pintu, Alec Cage. Dengan kedua tangan bersilang di depan dada dan kaca mata hitam tersampir di kepala. Jaket, kaos, jeans dan sepatu serba hitam, cukup mencolok di dinding rumah sakit yang berwarna putih. “Dan besok aku akan menjadi seorang suami. Tak terduga, tapi cukup menyenangkan, bukan.” “Dia bahkan sama sekali tidak mendekati kriteria wanita yang akan kau lirik, apalagi untuk ditiduri.” “Kau melakukan pekerjaanmu dengan sangat baik, Alec. Cincinnya sangat pas di jarinya.” “Dalam hati, aku mengingkari keputusanmu, Saga. Tapi aku tak pernah mampu mempertanyakan keputusanmu.” “Aku tahu.” “Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan dari pria itu. Tidak seharusnya kau melakukan ini pada tunangannya.” Saga menelengkan kepala menatap Alec, se

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Extra Part

    Alec memegang tangan di dalam genggamannya. Basah dan licin. Meremas tangannya begitu kuat. Sekuat tenaga yang mampu dikerahkan. Wajah basah yang dipenuhi peluh itu menoleh ke arahnya. Alec menyematkan dukungan lewat tatapannya. Mempersembahkan cintanya yang begitu besar lewat sinar di matanya. Alea membalasnya dengan seulas senyum tipis di wajahnya yang pucat.Ia ingin penderitaan ini cepat berakhir. Ia benci melihat Alea tidak berdaya seperti ini. Pun dengan kerapuhan wanita itu yang ternyata menyimpan kekuatan teramat besar. Alec memohon semua ini bisa cepat berakhir.Harapannya terkabul. Satu dorongan yang begitu kuat, kemudian kepala Alea terhentak ke belakang, dan kemudian suara tangis bayi bergema memenuhi ruangan.“Aku berhasil,” gumam Alea sangat lirih dengan mata terpejam.Alec menunduk. Mengecup kening Alea yang basah dengan kecupan yang sangat dalam seraya mengangguk. “Ya, kau berhasil melakukannya.”

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 52 (End)

    “Semuanya baik-baik saja. Hanya tekanan dalam perut. Tidak ada darah dan bukan kontraksi ataupun tanda-tanda keguguran.” Alea nyaris menangis lega mendengar penjelasan dokter.“Sebaiknya sang ibu menghindari tindakan-tindakan keras semacam ini lagi. Beruntung tidak terjadi kecelakaan yang serius,” lanjut sang dokter setelah menanyakan tentang rambut berantakan Alea dan sudut bibir wanita yang sedikit robek. Juga luka cakaran di lengan.Alea meringis menahan malu. Mengelus rambut di samping kepalanya mencari kesibukan.“Baik, Dok.”“Suami harus tetap membuat keadaan mood ibu hamil tetap stabil. Tekanan dan stres juga bisa memanding kontraksi yang tidak kita inginkan.”Sekali lagi Arza mengangguk.Dibantu Arza untuk turun dari ranjang pasien. Saat itulah ia baru menyadari tidak membawa sepatu. Sepatunya entah hilang di mana dalam pertarungannya dengan Naina. Tadi Arzalah yang menggendongnya naik

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 51

    Setelah merengek beberapa kali kalau kakinya pegal dan tak kuat berdiri lebih lama lagi, akhirnya Alec mengijinkan Alea pergi ke dekat kolam renang untuk beristirahat. Satu-satunya tempat di rumah ini yang sepi dari tamu undangan.Alea duduk di pinggiran kolam, merendam telapak kakinya yang pegal. Dan udara malam yang berhembus, seketika melenyapkan kegerahannya.Ternyata wanita bernama Sesil itu bukan siapa-siapa, tak henti-hentinya Alea tersenyum mengingat fakta tersebut. Mengulang momen ketika Alec berkata, ‘Apa aku pernah mengatakan itu anakku?’Rasanya dada Alea mengembang dan ingin meledak.‘Bolehkah ia sedikit berharap pada hubungan mereka?’Berharap bahwa Alec memang begitu peduli padanya. Bukan sebagai istri. Bukan sebagai pengandung anak pria itu.‘Apakah harapannya terlalu berlebihan?’Alea takut jika harapannya yang terlalu tinggi, rasa kecewa yang akan didapatkannya saat terhem

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 50

    Alec pulang lebih malam dan Alea masih duduk di sofa menonton televisi. Pria itu mengambil remote TV dan langsung mematikannya.“Sudah malam, Alea. Pergilah tidur.”“Aku masih ingin menonton.”Alec menatap Alea sejenak. “Naiklah ke tempat tidur dan hanya lima belas menit.”Alea ingin membantah, tapi ia memilih diam dan menurut. Berpindah ke tempat tidur.Alec menyalakan TV kembali dan meletakkan remotenya di nakas samping Alea.“Apa kau sudah minum vitaminmu?” Alec membuka laci tempat tablet vitamin Alea disimpan. Memastikan jumlahnya berkurang.Alea mengangguk meski tahu pria itu pasti sudah tahu dari laporan pelayan.Alec memasukkan kembali tablet di tangannya ke nakas. Melonggarkan dasinya ketika hendak membalikkan tubuh.“Alec?” Alea menahan lengan pria itu.Alec menoleh.Alea diam sejenak. “A-apa ... kau akan memiliki anak dengan wanita

  • Istri Hadiah - A Lover (Alec & Alea)   Part 49

    “Bangun, Alea.”Alea hanya diam ketika Alec menggoyangkan pundak untuk membangunkannya.“Kau harus makan.” Alec tahu wanita itu berpura-pura tertidur. Ia bahkan sudah hendak naik ke mobilnya untuk berangkat ke kantor ketika pelayan melaporkan bahwa Alea tidak memakan makan pagi di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Yang seharusnya sudah satu jam yang lalu wanita itu menghabiskannya, saat ia masih disibukkan panggilan di ruang kerja.“Apa kauingin makan dari mulutku seperti anak kecil?”Mata Alea membuka, seketika dia bangun terduduk.Alec duduk di pinggir kasur dan mulai menyuapkan satu sendok nasi ke mulut Alea. Entah apa yang membuatnya melakukan hal itu di saat ia sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor, dan bukannya malah membujuk istrinya yang tengah merajuk. “Buka mulutmu.”“Aku bisa makan sendiri.” Alea mengambil piring nasi di tangan Alec.Alec membiarkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status