Share

Bab 6 Makan Siang Bersama

Hening kembali menyeruak, Alexandra  memandang keluar jendela mobil dengan berpangku tangan.

Dari spion tengah David mengintip kondisi Alexandra, memastikan bahwa istri bosnya itu dalam keadaan baik-baik saja.

Mobil melesat membelah jalanan yang cukup lengang, entah berapa lama berada di jalanan, hingga mereka telah tiba di sebuah restoran.

"Nyonya, kita telah sampai." David mencoba membangunkan Alexandra yang tertidur.

Alexandra membuka mata, lalu menggapai sisa-sisa kesadarannya.

"Di mana kita?" Alexandra bingung, sebab saat ini dirinya tak berada di apartemen.

"Pak Chris meminta Anda untuk makan siang bersama, Nyonya. Mari saya akan mengantar Anda ke dalam."

Alexandra berjalan mengikuti David, pria itu mempersilakan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan privat. Di sana masih kosong, tak ada siapapun.

"Silakan tunggu sebentar, Nyonya. Pak Christian sedang dalam perjalanan." Alexandra tersenyum lalu mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Alexandra berjalan menuju jendela, pandangannya menerawang jauh entah kemana, hingga sepasang lengan dewasa memeluknya dari belakang.

Alexandra berjingkat, jantungnya berdetak tak karuan. Kaget, itu sudah pasti, dirinya bahkan tak sadar ada orang yang membuka pintu.

Alexandra menoleh, melihat siapa si pelaku. Pria itu menatap lurus ke depan tanpa membalas pandangannya.

"Mas." Panggilan yang begitu lembut di pendengaran Christian.

"Apa yang kamu pikirkan, hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan? Bagaimana jika orang jahat yang datang mengincarmu." 

Meski pelukan pria itu terasa hangat, tapi  nada dingin yang keluar dari mulutnya.

"Maafkan aku, Mas."

Untuk beberapa saat, keduanya menikmati keadaan itu dalam keheningan.

"Ayo, kita segera pilih menu makanan, aku tak memiliki banyak waktu."

Christian melepas pelukannya, dan menggandeng lembut tangan istrinya.

"Pilihlah, kamu bebas memesan apapun yang kamu mau."

Alexandra melihat buku menu yang gambarnya sangat menggugah selera.

Alexandra akhirnya memilih menu wagyu sirloin steak dengan kematangan medium well sebagai menu makan siangnya.

Christian sendiri memilih menu wagyu tenderloin steak dengan tingkat kematangan medium.

"Apakah kamu sudah mengambil semua buku-bukumu?"

"Sudah, Mas."

"Apa terjadi sesuatu di rumah?"

"Tidak ada, Mas." Christian menelisik melalui pandangan matanya.

"Kamu tidak sedang berbohong?" Alexandra menggeleng. 

"Besok kamu bisa berangkat kuliah, David akan mengantarmu."

"Iya, Mas." 

Alexandra hanya mengiyakan, protes pun pasti tak akan menang.

Menu yang ditunggu akhirnya datang. Christian mengambil piring milik Alexandra, kemudian memotong-motong steak tersebut. Setelah semua terpotong, pria itu mengembalikan piring itu pada Alexandra.

Perhatian kecil yang membuat hati Alexandra menghangat. 

"Terima kasih, Sa-yang," ucap Alexandra dengan ragu-ragu.

Christian hanya melirik Alexandra, seakan tak peduli, lalu memotong steak miliknya.

Sedangkan, Alexandra merutuki dirinya sendiri karena panggilan yang baru saja dia katakan.

"Aku suka!" ucapan Christian.

Alexandra yang belum mencicipi steak tersebut langsung mengambil satu potong dan memakannya, menikmati makanan yang begitu nikmat di mulutnya.

"Aku juga suka, Mas. Steak ini enak sekali," ujar Alexandra dengan polosnya.

"Bukan steaknya, tapi panggilan tadi."

Mendengar kata-kata itu membuat Alexandra nyaris tersedak, wajahnya memerah karena malu dan  salah tingkah. Kenapa suaminya sangat pandai mempermainkan hatinya.

"Makanlah, Sayang." Christian membalas panggilan sayang Alexandra.

Alexandra menjadi semakin salah tingkah, baru sehari bersama Christian tapi pria dingin itu sudah berhasil mengacak-acak hatinya.

'Lemah kamu, Alexa!' Alexandra memaki dirinya sendiri dalam hati.

Keduanya makan dalam keheningan dengan sesekali saling mencuri pandang.

"Jika kamu membutuhkan apapun, bisa menghubungiku atau David. Dia yang akan selalu berada di sekitarmu."

"Baik, Sayang."

Christian mengelap bibirnya usai menyelesaikan makan siangnya. Dia melirik pada piring Alexandra yang juga sudah tandas, dengan begitu dirinya tak perlu lama menunggu.

Biasanya wanita akan lebih lama saat menyantap makanan ketimbang pria. Tapi berbeda dengan Alexandra yang selalu dituntut untuk melakukan sesuatu dengan cepat, membuatnya terbiasa makan dengan cepat.

"Terima kasih, Sa–Mas. Hati-hati di jalan." Karena malu didengar anak buah suaminya, Alexandra mengganti sayang menjadi mas.

Tak ada tanggapan apapun dari Christian, pria itu hanya menatap datar pada istrinya lalu  masuk ke dalam mobil. 

"Mari, Nyonya." David mengajak Alexandra untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Silakan Nyonya simpan nomor saya, jika ada apa-apa Anda bisa meminta bantuan pada saya."

Alexandra mengeluarkan ponselnya dari tas, lalu menulis nomor yang disebutkan oleh David.

"Bisakah kamu tak memanggilku Nyonya? Umurku bahkan baru menginjak angka 2," protes Alexandra.

"Kalau begitu saya akan memanggil Anda dengan sebutan Nona."

Alexandra tersenyum, panggilan Nona masih lebih baik daripada harus dipanggil Nyonya.

Mobil yang dinaiki Alexandra telah sampai di parkiran basement sebuah gedung apartemen mewah.

Dengan membawa barang Alexandra, mereka bertiga berjalan menuju lift. Tak berapa lama kemudian ketiganya telah sampai di lantai yang dituju.

Saat keluar dari lift, Alexandra melihat  ada seseorang yang sedang menunggu di depan pintu.

Alexandra ingat betul siapa orang yang berdiri di depan pintu apartemen suaminya itu. Orang yang tak menyambutnya dengan ramah di hari pernikahannya dengan Christian.

Amanda Hoover, ibunda dari Christian Hoover, ibu mertuanya.

Alexandra segera berjalan mendekat ke arah wanita paruh baya yang masih terlihat sangat bugar dan cantik itu.

"Selamat siang, Nyonya Hoover. Apa Anda sudah lama menunggu, maafkan saya—."

"Cepat buka pintunya." Amanda memotong kalimat Alexandra.

Tanpa berbasa-basi lagi, Alexandra segera membuka pintu apartemen itu.

"Silakan, Nyonya."

Amanda masuk lebih dulu diikuti oleh Alexandra, David dan anak buahnya yang membawa barang-barang milik Alexandra.

Setelah meletakkan barang-barang itu di depan kamar Alexandra, David segera undur diri.

"Saya akan buatkan minum lebih dulu, Nyonya."

"Tidak perlu, kita langsung ke intinya saja." ketus Amanda. 

Amanda menyuruh Alexandra untuk segera duduk. Sangat tidak sabaran sama seperti Christian.

"Kamu tahu kenapa aku sampai harus datang kemari?"

"Tidak, Nyonya."

"Aku yakin kamu tak benar-benar mencintai anakku, pasti kamu hanya menginginkan hartanya saja, bukan? Aku sudah menyelidiki latar belakangmu, bisnis keluarga yang bangkrut dan terlilit hutang Bank. Apa keluargamu menjualmu pada anakku? Murahan sekali!" cibir Amanda.

Data yang didapatkan oleh Nyonya Amanda adalah data lama keluarga Alexandra. 

Alexandra bergeming mendengar cibiran dari ibu mertuanya. Benar. Keluarganya memang menjualnya pada Christian untuk membayar hutang.

"Kalau begitu berapa uang yang harus aku bayarkan untuk membuatmu pergi dari kehidupan anakku? Mari kita buat kesepakatan!" seru Amanda.

"Maksud, Nyonya?"

"Tidak perlu berpura-pura polos Alexandra, aku yakin kamu butuh uang. Kamu sebutkan saja berapa yang kamu inginkan."

Nyonya Amanda membuka tasnya, mengeluarkan selembar kertas yang sudah tertempel materai dan meletakkannya di atas meja, kemudian menyuruh Alexandra untuk membacanya.

Jantung Alexandra berdegup tak karuan, sebelum akhirnya mengambil selembar kertas itu. 

"Apa ini, Nyonya?" Alexandra membaca selembar kertas bertabur tinta hitam itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status