Share

Bab 3. Pertemuan Pertama

Author: Andrea_Wu
last update Last Updated: 2025-11-05 16:45:13

Hujan baru saja berhenti sore itu.

Aroma tanah basah menyatu dengan dinginnya udara kota Shane, sementara langit yang kelabu perlahan memudar menjadi oranye pucat.

Di pelataran rumah besar keluarga Smitt, beberapa pelayan berlalu-lalang menyiapkan meja dan hidangan. Tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi sore ini, tapi suasana tegang terasa bahkan sejak di gerbang depan.

Axelia Aruna turun dari mobil hitamnya dengan langkah perlahan.

Gaun sederhana berwarna biru lembut membalut tubuhnya, rambut panjangnya diikat rapi ke belakang. Ia tampak sopan, namun tidak memperlihatkan kecantikan wajahnya yang justru dia tutupi dengan topeng penyamaran.

"Aku akan memperjuangkanmu, lihat saja pria itu harus bertanggung jawab," ujarnya.

Seorang pelayan datang menyambut, menundukkan kepala dengan hormat.

"Selamat datang, Nona Axelia. Tuan Besar sudah menunggu di ruang utama."

Aruna tersenyum kecil. "Terima kasih," ucapnya lembut. Lalu ia berjalan mengikuti pelayan itu menyusuri lorong panjang yang berhiaskan lukisan-lukisan mahal.

Dia sedikit takjub, meskipun dia sekarang keluarganya kaya, namun memang kekayaannya tak sebanding dengan milik keluarga Smitt.

"Silakan Nona."

Aruna mengangguk, lalu melangkah masuk ke dalam ruang tamu.

Saat tiba di ruang tamu, mata Aruna langsung menangkap sosok pria paruh baya yang duduk dengan tegap di kursi utama— Ricard Smitt. Di sisi lain, berdiri seorang pria tinggi dengan jas hitam yang tampak terlalu kaku untuk suasana santai. Tatapan tajamnya seperti pisau, dingin, dan menghujam.

Itu dia.

Alaric Deveraux Smitt.

Seketika udara di ruangan itu terasa menurun beberapa derajat.

Aruna menunduk sopan. "Selamat sore, Tuan Smitt. Terima kasih sudah menerima saya."

Ricard tersenyum ramah. "Terima kasih sudah datang, Nona Axelia. Duduklah."

Aruna menuruti, sementara Alaric sama sekali tidak mengucap sepatah kata pun. Tatapan pria itu menelusuri dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki, bukan karena kagum, tapi lebih seperti sedang menilai barang dagangan.

Aruna bisa merasakannya. Tatapan itu menusuk, dingin, dan tanpa rasa hormat sedikit pun. Tapi ia tidak bereaksi. Ia sudah menduganya sejak awal hal ini akan terjadi.

Alaric Deveraux Smitt sang pewaris dingin perusahaan ADS Group—pria yang dikatakan tak punya hati, yang menolak hampir semua wanita yang dijodohkan dengannya, yang dikenal sebagai penguasa tanpa belas kasih di dunia bisnis kota Shane.

"Nona Axelia." Suara Ricard memecah keheningan, "kau sudah tahu maksud pertemuan ini, bukan?"

Aruna menatap sang calon ayah mertua dengan lembut, meski tangannya mengepal di bawah meja. "Saya tahu, Tuan Smitt, dan saya sudah memikirkannya baik-baik."

Ricard mengangguk puas. "Bagus. Maka aku anggap semuanya sudah disepakati. Pernikahan akan diadakan bulan depan."

"Papa!" Alaric akhirnya bersuara, nada suaranya naik satu oktaf. "Setidaknya aku berhak bicara sesuatu di sini, bukan? Aku bahkan baru tahu wajahnya seperti apa hari ini."

Aruna menoleh sedikit, menatap pria itu dengan tenang. Ia tidak marah, meski kalimat Alaric terasa menampar harga dirinya.

Ricard hanya tersenyum kecil, tapi ada ketegasan dalam nada suaranya. "Al, ini bukan masalah wajah. Ini masalah tanggung jawab. Kau pewaris keluarga Smitt, dan aku sudah memutuskan. Tidak ada bantahan sama sekali."

Alaric tertawa pendek, tapi tawanya penuh sinis. "Tanggung jawab? Jadi kau pikir aku akan bahagia menikahi wanita yang bahkan tidak—"

"Cukup."

Suara Aruna memotong kalimatnya. Dia sungguh sudah muak.

Alaric menoleh dengan pandangan terkejut. Tidak ada wanita yang pernah berani memotong ucapannya seperti itu. Hanya Aruna, satu-satunya yang berani padanya.

Aruna menatapnya tanpa ekspresi. "Aku tahu ini bukan pernikahan impianmu, Tuan muda Smitt. Tapi percayalah, aku juga tidak menaruh mimpi romantis apa pun tentang ini. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar."

Untuk sesaat, ruangan itu hening. Ricard tampak tersenyum kecil, sementara Alaric memandangi wanita di depannya dengan pandangan sulit dibaca. Ada sesuatu di dalam sorot mata Aruna—yang justru membuat Alaric bungkam.

Ia akhirnya berpaling, menyembunyikan reaksi yang bahkan dirinya tak pahami. "Terserah," gumamnya dingin. "Aku harap kau tahu apa yang kau lakukan."

Aruna menunduk sopan. "Aku tahu. Terlalu banyak hal yang sudah kupertaruhkan untuk mundur sekarang."

Setelah itu, percakapan berlangsung formal. Ricard berbicara tentang rencana pernikahan, urusan keluarga, dan segala hal yang bagi Aruna hanya terdengar samar. Yang ia pikirkan hanyalah satu hal—keputusan ini tidak akan mudah, tapi ia tidak boleh goyah.

Saat ia berpamitan untuk pulang, Alaric masih berdiri di tempatnya, menatap ke arah jendela seolah kehadirannya tidak penting. Namun, saat Aruna melewati pintu, ia sempat berhenti sejenak dan menatap punggung pria itu.

"Tuan muda Smitt," panggilnya pelan.

Alaric menoleh, sedikit jengkel. "Apa lagi?"

Aruna tersenyum samar. "Aku tidak tahu seberapa besar kau membenciku, tapi jangan khawatir. Aku tidak berniat membuatmu jatuh cinta padaku." Ia menatapnya lurus, tanpa nada menantang. "Tapi satu hal yang pasti, aku bisa menerima segala sikapmu, tapi jika kau selingkuh, aku tidak akan memaafkanmu."

Pria itu terdiam.

Untuk pertama kalinya, ia tidak tahu harus berkata apa.

Aruna kemudian melangkah pergi dengan langkah anggun. Suara hak sepatunya terdengar berirama di lantai marmer, pelan tapi pasti—meninggalkan jejak yang sulit dihapus dari pikiran Alaric.

Saat pintu tertutup di belakangnya, Ricard menatap putranya dan tersenyum tipis. "Dia menarik, bukan?"

Alaric mendengus, menyandarkan diri di kursi.

"Menarik apanya, wajah jelek saja begitu bangga. Lihat saja nanti, aku akan membuatnya menyesal telah menikah denganku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 8. Penyiksaan Batin

    "Kau ini kenapa? Baru menikah tapi wajahmu kusut begitu?" Alaric mendongakkan kepala. Ia bahkan tidak mendengar suara ketukan pintu tadi. Tiba-tiba saja Dean Dimitri—sahabat sekaligus manajer perencanaan di perusahaannya—sudah berdiri di ambang pintu, lalu masuk tanpa menunggu jawaban. "Kau rupanya? Sejak kapan kau masuk?" Alaric buru-buru memperbaiki posisi duduknya dan berpura-pura sibuk dengan tumpukan berkas di atas meja agar tak terlihat seperti orang tengah frustasi. Dean mendecak sambil melangkah masuk. "Sejak dinosaurus masih berkeliaran, Mr. Smitt." "Jangan bercanda. Ada apa?" Alih-alih menjawab, Dean mengangkat bahu dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa cokelat mewah di sudut ruangan itu. "Harusnya aku yang bertanya. Baru beberapa hari menikah tapi kau terlihat seperti orang yang kehilangan separuh hidupmu saja. Bukankah seharusnya kau pergi bulan madu dengan istrimu, huh? Ayolah, Ric. Nikmati hidupmu, jangan berkencan dengan tumpukan berkas bodohmu itu." Alaric

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 7. Aruna Yang Sebenarnya

    Suasana pagi itu ramai menyelimuti kantor polisi pusat kota Shane. Aktivitas rutin yang memang rutin terjadi di tempat ini. Laporan kasus, dan berkas olah tkp bertebaran di tempat ini. Beberapa polisi yang sedang lalu-lalang spontan menegakkan badan mereka, menundukkan kepala hormat ketika seorang wanita berparas menawan melangkah masuk dengan seragam kebanggaan kepolisian negara itu. Dia adalah Inspektur Axelia Aruna Weird — kepala divisi kriminal di kepolisian pusat kota Shane. Enam tahun sudah ia mengabdi di institusi itu sejak menamatkan pendidikannya di akademi kepolisian. Hanya sedikit orang yang tahu, bahkan suaminya sendiri—Alaric Deveraux—tak pernah menyadari bahwa wanita yang dinikahinya adalah seorang kepala divisi di markas besar kepolisian. Dulu, saat pertama kali Aruna menapaki dunia kepolisian, banyak rekan-rekannya yang meremehkan. Mereka menganggapnya hanya wanita lemah yang tak akan tahan dengan kerasnya dunia hukum. Ejekan dan hinaan menjadi makanan sehari

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 6. Hinaan

    Aruna menata beberapa helai pakaian ke dalam lemari besar di kamar bernuansa putih itu. Ruangan tersebut tampak hangat dan elegan, dengan dinding berhias lukisan-lukisan pemandangan dan beberapa karya abstrak yang ia bawa dari rumah keluarganya. Senyum lembut sesekali tersungging di sudut bibirnya yang merah alami, terutama ketika pandangannya jatuh pada lukisan taman bunga magnolia—hasil tangannya sendiri—yang kini menghiasi dinding kamar pribadinya. Kamar itu bukan kamar utama, sebab Alaric memutuskan mereka tidur di ruangan terpisah. Mereka kini tinggal di sebuah apartemen mewah di pusat kota Shane—hadiah pernikahan dari Tuan Smitt. Letaknya tidak jauh dari kantor ADS Group, perusahaan besar milik keluarga Smitt yang kini dipimpin oleh Alaric Deveraux, putra sulung keluarga itu. Sejak ayahnya memilih untuk bekerja di balik layar, Alaric menjadi presiden direktur di usia muda, meski sifatnya jauh dari kata hangat. "Senang dengan kamar barumu, wanita aneh?" Belum apa-apa, tapi Al

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 5. Malam Pertama Yang Tak Diharapkan

    Suara kicau burung gereja membuat kedua mata sipit itu terbuka. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, dan terasa pegal menjalar di seluruh persendiannya. Pandangannya mengedar ke seluruh kamar besar yang terasa dingin. Dilihatnya sosok Alaric yang masih bergelung di dalam selimut tebal dengan mulut terbuka. Kakinya beranjak turun dari atas sofa menghampiri sosok yang kemarin resmi menjadi pasangan hidupnya."Tidurnya nyenyak sekali, huh! Pria berkarisma, tetapi tidurnya seperti itu," gumamnya seorang diri seraya melirik jam weker di atas nakas yang sudah menunjuk pukul 8 pagi. Tanpa mau repot membangunkan suaminya, sosok berkacamata itu telah menghilang di balik pintu kaca transparan, setelah dirinya menyambar bathtrobe yang disediakan oleh pihak hotel di dalam lemari.Lima belas menit, waktu yang teramat singkat—karena biasanya ia menghabiskan lebih dari 30 menit di dalam kamar mandi—tetapi karena dia tak sendirian dikamar ini, secepat mungkin ia menyelesaikan acara mandinya, t

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 4. Pernikahan Tanpa Cinta

    Suara bising beberapa menit yang lalu kembali menjadi hening saat dentingan piano menggema memenuhi gereja katedral yang berada di kota Shane. Semua orang berpakaian mahal berdiri dengan khidmat. Berpuluh mata memandang pada pintu masuk gereja—di sana berdiri seorang wanita dengan gaun putih pengantin membalut tubuhnya, ditemani seorang pria paruh baya yang ikut berdiri di sampingnya. Langkah-langkah kecil mulai bergema dari enam pasang sepatu di belakang mereka berdua membawa buket bunga mawar dan beberapa bunga tulip yang merupakan bunga favorit mempelai wanita. Saat alunan musik klasik mulai dilantukan, wanita bergaun putih beserta pria paruh baya—yang adalah ayahnya melangkah menyusuri altar dengan hiasan bermacam bunga di sampingnya, dengan karpet merah membentang di depannya hingga menuju singgahsana di mana calon mempelainya telah menunggu kedatangannya. Raut wajah itu terpancar datar, tanpa senyum khas seorang pengantin, tak berbeda dengan calon mempelainya yang saat

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 3. Pertemuan Pertama

    Hujan baru saja berhenti sore itu.Aroma tanah basah menyatu dengan dinginnya udara kota Shane, sementara langit yang kelabu perlahan memudar menjadi oranye pucat. Di pelataran rumah besar keluarga Smitt, beberapa pelayan berlalu-lalang menyiapkan meja dan hidangan. Tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi sore ini, tapi suasana tegang terasa bahkan sejak di gerbang depan.Axelia Aruna turun dari mobil hitamnya dengan langkah perlahan.Gaun sederhana berwarna biru lembut membalut tubuhnya, rambut panjangnya diikat rapi ke belakang. Ia tampak sopan, namun tidak memperlihatkan kecantikan wajahnya yang justru dia tutupi dengan topeng penyamaran."Aku akan memperjuangkanmu, lihat saja pria itu harus bertanggung jawab," ujarnya.Seorang pelayan datang menyambut, menundukkan kepala dengan hormat. "Selamat datang, Nona Axelia. Tuan Besar sudah menunggu di ruang utama."Aruna tersenyum kecil. "Terima kasih," ucapnya lembut. Lalu ia berjalan mengikuti pelayan itu menyusuri lorong panjan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status