Share

Istri Kakakku Selalu Menangis
Istri Kakakku Selalu Menangis
Author: Rasyiddd Putri

Part 1

last update Last Updated: 2022-02-19 13:06:02

Istri Kakakku Selalu Menangis

 

 

Suara dentuman dari besi-besi jalanan memekakkan telinga secara mendadak. Hampir membuat jantung terlonjak keluar dari tempatnya. Semua orang kaget luar biasa. 

 

“Punguti usus dan organ tubuh lainnya! Cepat! Sebelum ada kendaraan yang menggilas,” ucap salah satu warga. 

 

“Ambil daun pisang atau kain bekas untuk menutupi tubuhnya!”

 

“Sementara, hentikan dulu kendaraan yang hendak melintas!”

 

Terjadi kecelakaan tepat di depan toko beras milik Kak Heru. Tempat ini berlokasi di tikungan layaknya huruf S, wajar saja sering terjadi kecelakaan. Lokasi yang tak pantas digunakan untuk membawa kendaraan ngebut. Aku bergidik ngeri.

 

Kecelakaan tunggal itu telah membuat seorang wanita pengendara sepeda motor tewas di tempat. Ia menabrak pagar besi pembatas depan toko beras. Kondisinya mengenaskan. Cepat-cepat orang menyiram darah yang mengalir di jalanan dengan pasir. Pasir-pasir itu diangkut dengan ember dan kaleng cat. 

 

Aku baru tadi malam tinggal di sini, setelah tamat SMA orang tuaku meminta agar Kak Heru membawa ke kota. Hal itu tentu disetujui olehnya, bahkan aku sempat ditawarkan untuk kuliah di sini. namun, kutolak karena merasa belum siap. Jadi, aku akan ikut menjaga toko beras ini.

 

“Kak, ada kecelakaan. Itu di sana,” ucapku pada Kak Heru yang baru keluar dari gudang beras paling belakang.

 

“Dah biasa terjadi di sini, Siti. Kakak sudah tak takut lagi.” Kak Heru menjawab cuek. 

 

“Memang sering, ya?” 

 

“Sering sekali. Sudahlahh, jangan dilihat terus. Nanti kamu takut, dah sore. Sana mandi.” 

 

Aku hanya mengangguk. Memang benar, kalau terus melihatnya aku akan merasa takut. Apalagi meninggalnya tragis atau istilah orang kampung adalah mati basah. 

 

“Siti,” panggilnya saat aku baru hendak membalik badan.

 

“Iya?”

 

“Kamu jangan masuk kamar sebelah gudang beras dan jangan perduli kalau Mbak Rena sering menangis. Abaikan saja,” ucapnya enteng sembari menatapku tajam.

 

“Kenapa?” 

 

“Tidak usah banyak tanya, kamu masih terlalu belia untuk tahu urusan rumah tangga. Jangan membantah.” 

 

“Hm, baiklah.” Aku menjawab sekenanya. 

 

Saat melewati kamar Mbak Rena, tak sengaja melihat ia sedang menangis tersedu-sedu. Pintu kamar yang tak terkunci pun membebaskan pandangan mataku melihat semua secara jelas. Mengapa Mbak Rena menangis? Aku hendak masuk dan bertanya, tapi kaki ini terasa berat melangkah. 

 

Rupanya, Mbak Rena pun melihatku yang berdiri di depan pintu. Pantulan wajahku terlihat setengah dari cermin kamarnya. Ia menoleh sembari menghapus sisa-sisa bulir bening yang keluar dari pelupuk matanya.

 

“Mbak kenapa menangis?” tanyaku yang sudah tertangkap basah mengintip. 

 

“Mbak memang selalu menangis sejak menikah dengan kakakmu,” jawabnya sedih. 

 

Mendapati jawaban demikian, aku bertambah bingung harus berkata apalagi. Kak Heru sudah memperingati agar aku tak terlalu perduli dengan Mbak Rena. Memangnya ada apa dengan pernikahan mereka? Setahuku semua tampak baik-baik saja kalau mereka pulang kampung. Sepertinya ada hal yang disembunyikan oleh mereka.

 

“Memangnya kenapa, Mbak?”

 

Lama menunggu pertanyaan itu dijawab, tapi hening. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Mbak Rena. Hanya terlihat dari bola matanya kalau ia sangat terluka, entah mengapa aku bisa merasakannya. Namun, aku tetap bingung hal apa yang membuat wanita cantik ini menangis. Apa dia tak bahagia?

 

“Ada kecelakaan di depan toko, ya?” Ia mengalihkan pembicaraan.

 

“Iya, Mbak. kecelakaan sampai orangnya meninggal.” 

 

“Sudah biasa, tikungan depan sini memang tikungan maut.” 

 

“Mbak, Siti mau nanya boleh?” Aku menatap wajahnya lekat. Mbak Rena pun mengangkat wajahnya.

 

Mumpung Kak Heru lagi sibuk di depan, ini kesempatan baik untuk menanyakan kamar sebelah gudang beras itu. Aku sungguh penasaran mengapa dilarang masuk sana, padahal aku sudah tahu detail tempat ini. Ya, kecuali tempat itu.

 

“Tadi, Kak Heru bilang kalau Siti dilarang masuk kamar sebelah gudang beras. Memangnya kenapa?”

 

“Oh, tak apa. Itu hanya kamar kosong, kamu jangan ke sana.” 

 

Saat aku hendak membuka mulut untuk kembali bertanya, Mbak Rena segera berdiri dan masuk kamar mandi kamarnya. Kakinya terlihat lunglai tak bertenaga. Aku pun merasa kalau ia sengaja menghindar. 

 

Kupasang telinga tepat di pintu kamar mandinya. Terdengar jelas kalau ia kembali menangis, kali ini isakannya terdengar lebih memilukan. Setelah itu, aku tak dapat mendengar apa-apa lagi karena ia menghidupkan air untuk menyamarkan suara tangisnya. Aneh, bukan? 

 

***

 

Toko ini sekaligus dijadikan tempat tinggal. Bagian depan adalah tempat berdagang. Bagian tengah adalah rumah bagi kami dan bagian belakang adalah gudang beras. Malam ini, aku sedang tidur-tiduran di kamar karena merasa lelah. Peristiwa kecelakaan tadi sore pun masih jelas membayang, membuat energiku terasa habis. Ya, aku takut melihat darah. 

 

“Siti, turun dulu. Saatnya kita makan malam,” kata Kak Heru sambil mengetuk pintu kamar.

 

“Siti belum lapar.”

 

“Cepat turun, kami tunggu.”

 

Aku beringsut pelan dari ranjang dan menuju dapur. Di sana sudah duduk berseberangan Kak Heru dan Mbak Rena. Dari tatapannya, aku dapat membaca kalau Kak Heru terlihat sedang kesal. Memangnya ada apa?

 

“Sini makan dulu, Siti.” Mbak Rena berusaha ceria walaupun matanya bengkak.

 

Kami pun makan bersama, tak banyak obrolan yang terjadi. Semuanya tampak canggung. Bahkan, seolah Kak Heru dan Mbak Rena bagai orang asing yang pertama kali bertemu. Kak Heru makan lahap sedangkan istrinya hanya makan sedikit. Ia nampak tak berselera. 

 

“Mbak makannya dikit banget, tambah lagi, dong.” Aku berusaha memecahkan suasana kaku ini.

 

Mbak Rena hanya tersenyum simpul dan tak menjawab apa-apa. 

 

“Dia memang porsi makannya segitu. Memang dikit,” jawab Kak Heru cuek. 

 

“Mas, seharusnya kamu tahu mengapa aku jadi begini. Pura-pura tidak tahu tak akan membuatmu biasa-biasa saja!” Suara Mbak Rena meninggi seakan kecewa berat.

 

“Terima saja takdirmu, Rena. Bukannya sudah terbiasa?” Kak Heru menaikkan satu alisnya. 

 

“Suami tak tahu diri! Apa kurangnya aku? Semuanya sudah kuturuti, bahkan—“ Ucapan Mbak Rena terhenti karena Kak Heru melemparkan gelasnya hingga pecah berkeping-keping. 

 

Aku berada di antara mereka merasakan ketegangan luar biasa. Mataku naik turun dengan jantung berdegup kencang. Bingung harus berbuat apa karena sama sekali tak tahu asal muasal pertengkaran ini. Diam bak patung hidup, itulah yang kulakukan. 

 

Mbak Rena pun kembali menangis. Air mata itu kembali berjatuhan di pipi tirusnya. Aku tak tega dan langsung memberinya tisu. Timbul niat kuat dalam hati kalau aku harus mencari tahu mengapa istri kakakku sering menangis. Pasti ada hal yang tak beres antara mereka.

 

Melihat Mbak Rena menangis, Kak Heru tampak tersulut emosi dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti gerakan hendak menampar. 

 

“Aww! Sakit.”

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 22

    Hai, kita jumpa lagi. Happy reading yahh.PART 15“Siti, kamu udah sadar? Alhamdulillah,” kata Mbak Rena.Aku bingung saat menatap sekeliling. Ruangan putih, di mana ini? Lamunan ini terhenti kala merasa sekujur tubuh ngilu. Seperti habis dipukul kayu berat di bagian tengkuk dan punggung. Kepala juga terasa pusing tak karuan.“Kamu di rumah sakit. Tadi malam kamu pingsan di ladang tebu,” timpal Mbak Rena seolah paham kebingunganku.Aku menatapnya lekat. Beberapa saat kemudian, aku baru ingat kejadian tadi malam. Aku berusaha mencari keberadaan Mbak Rena dan kakak yang tiba-tiba menghilang. Menerobos hujan hanya mengkhawatirkan mereka.Namun, bukannya mereka yang kutemui. Malah menemukan keanehan yang baru. Masih jelas terbayang apa yang terjadi dalam gubuk itu. Siapa lelaki itu?“Kamu kena

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 21

    PART 21“Siti, kamu kembali,” kata Kakak seperti heran.Berkali-kali ia mengucek mata. Terakhir, ia mencubit pipiku.“Ini kamu, Siti?”“Apaan, sih, cubit-cubit. Sakit, tau.”Wajah Kakak sembab seperti baru habis menangis, dikantong bajunya ada HP yang masih menyala cahayanya.“Kakak baru aja mau hubungin keluarga di desa,” ucapnya tiba-tiba.Memang apa hubungannya kedatanganku dengan keluarga di desa? Mengapa pula Kakak menangis. Apa kecelakaan di tempat ini disebabkan oleh Kakak? Aku mulai curiga. Namun, aku masih belum bisa menjadikan ini sebagaii petunjuk. Belum ada bukti nyata.Lagian masa iya Kakak tega menumbalkan aku yang adik kandungnya. Jangan-jangan ini gara-gara Mbak Rena?“Siti, kamu kenapa luka-luka?&r

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 20

    Tiba-tiba firasatku tak enak, segera kubaca ayat kursi sebanyak-banyaknya dalam hati dan memohon perlindungan dengan Allah. Mataku berkedut-kedut tak karuan. Filosofi orang dahulu, artinya akan menangis. Aku jadi takut dan gelisah.“Siti, kamu antarkan kacang tanah ini ke rumah Bi Inah.” Kakak menyerahkan kantong berisi kacang tanah.Tak berat, mungkin hanya sekitar tiga cupak. Bi Inah adalah wanita penjual peyek, aku pernah beberapa kali diminta Kakak mengantarkan kacang tanah ke rumahnya. Tak jauh, seberang jalan dan masuk gang sedikit.“Iya, Kak.”Aku berjalan untuk menjalankan perintah Kakak, tapi entah mengapa ia terus menatapku tanpa henti. Tak berkedip dengan wajah sendu. Aneh. Lalu, ia segera

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 19

    PART 19Kami pulang ke rumah setelah melewati kejadian menjengkelkan itu. Mbak Rena kumaki habis-habisan dan tak segan-segan kuancam layaknya seorang narapidana. Ia tak melawan, hanya diam sambil menangis. Mungkin menyesali diri atau mungkin menyesal telah membawaku ikut ke tempat terkutuk itu.Sangat tak mampu diterima akal sehat, perbuatan yang bejat moral. Makin berat saja tugasku harus pula menjaga kandungan Mbak Rena. aku sangat tidak ikhlas kalau bayi itu digugurkan. Sungguh, tak akan segan melaporkan ke pihak berwajib.“Ingat, Mbak. Kalau berani macam-macam lagi, Siti tak segan melaporkan kalian berdua ke polisi!” ancamku.“Mbak sadar kalau salah. Maafkan, ini tidak akan terulang kembali.” Mbak Rena menyahut saat motor sudah di depan toko.Kami turun dan melihat Kakak sedang duduk manis. Tatapan mata mereka bertemu, seketika aku

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 18

    Jangan-jangan semua isi plastik di sana itu adalah janin yang diaborsi. Ya Allah! Siapa pelakunya? Jangan-jangan Mak Pia itu dukun aborsi! Entah mengapa pikiran negatif itu langsung menghampiriku. Saat ini aku sangat mengkhawatirkan nasib Mbak Rena.Apa mungkin ia datang untuk menggugurkan janinnya? Gila, sungguh gila! Kresek itu kubawa berlari ke rumah Mak Pia. Ngos-ngosan karena lelah pun tak kuperdulikan, dalam kepala hanya ada keselamatan Mbak Rena.“Aduh! Pintu terkunci lagi.”&nb

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 17

    PART 17HAPPY READING.Seusai salat subuh, aku merasa pusing. Bayangan kejadian tadi malam membuat kesal sekaligus tegang. Setelah berpikir panjang, aku mengajak Yani pulang ke rumahnya tadi malam. Dengan keyakinan kalau semua akan baik-baik saja, sebuah keributan itu tidak akan mencelakakan salah satu dari kakak atau Mbak Rena.“Kamu gak pa-pa?” tanya Yani khawatir.“Enggak, kok.”“Sebenarnya kejadian tadi malam itu aib keluarga, semoga kamu tak memberi tahu siapapun. Hanya kamu dan Bude Ratmi yang tahu. Tolong rahasiakan dan jangan takut denganku,” ucapku sambil menatap wajah Yani lekat-lekat.“Iya, aku gak akan. Kamu dalam masalah besar, selidikilah. Kalau ada apa-apa hubungi nomorku atau langsung datang ke sini. selama Allah di hati, kamu akan selamat.”&l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status