Share

Part 2

Penulis: Rasyiddd Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-19 13:08:53

PART 2

 

Setelah insiden pertengkaran itu, aku merasa tak enak hati. Mengapa baru sehari di sini, semua tampak kacau. Padahal, mereka terlihat mesra di hadapan orang tua di kampung. Jari tengah bagian kiriku terasa ngilu karena terkena serpihan kaca saat membersihkan pecahan gelas yang dibanting Kakak. 

 

Karena pusing, aku menonton televisi. Mbak Rena sudah berlari ke kamar dan menangis lagi. Aku tak hendak mengganggunya, biarlah ia menenangkan diri dulu. wanita berambut lurus itu cantik, tapi wajahnya selalu sembab karena sering menangis. Keluarga Mbak Rena jauh dari kota ini, ia wanita yang berasal dari luar pulau. Akan sulit baginya untuk pulang tanpa izin dari Kakak. 

 

“Jari kamu luka, ya? Ini kasih betadine,” kata Kak Heru yang tiba-tiba muncul dari belakang.

 

“Iya, luka sedikit kena kaca gelas.” Aku mengambil obat merah itu dari genggamannya.

 

“Kamu istirahatlah, sudah malam. Apa kamu gak takut nonton TV sendirian? Suasana habis kecelakaan gak enak.” 

 

“Gak takut, kok. Kan, kecelakaan itu kita gak tahu apa-apa. Mungkin sudah takdir korbannya, masa dia mau ganggu kita,” ucapku.

 

“Bisa saja jadi hantu penasaran dan menakuti semua orang. Soalnya sering, Siti. Sanalah kamu masuk kamar.”

 

Kak Heru menjitak pelan pucuk kepalaku, mungkin sedikit gemas. Apa yang kuungkapkan salah? Rasanya tidak. Kami di rumah ini pasti tak tahu akan ada kecelakaan di depan toko beras. Tikungannya memang tajam, pengendara harus konsentrasi agar tak salah jalan. Masalah arwah penasaran, entahlah. Itu urusan Allah, bukan hak manusia mendalami alam gaib. 

 

“Kak, di bagian rumah ini ada tiga kamar. Satu kamar kalian, satu kamar Siti, dan satu lagi kamar siapa?” tanyaku penasaran.

 

Memang ada kejanggalan terlihat di sini. di kamar Mbak Rena menangis kemarin, hanya ada terlihat barang-barang miliknya di dalam ruangan itu. Di kamar satu lagi ada lengkap barang-barang Kak Heru di sana. Apakah mereka pisah ranjang? Sejak kapan?

 

“Kita di rumah ini tidur sendiri-sendiri, Siti. Mbakmu suka menangis, jadi Kakak gak betah sekamar sama dia. Gak bisa tidur, berisik aja. Setiap hari Kakak harus bekerja di depan, malamnya gak bisa tidur. Jadi, jalan terbaik adalah Kakak dan Mbak Rena pisah kamar kalau dia sedang menangis saja.”

 

Aku membulatkan mata mendengarkan cerita dari satu-satunya kakakku di dunia ini. Ya, kami hanya terlahir berdua saudara. Jarak kami cukup jauh, yaitu sepuluh tahun. Aku bingung, harus pada siapa percaya padaa penghuni rumah ini. Mbak Rena tidak mungkin menangis tanpa sebab dan Kakak juga mengambil keputusan yang benar untuk pisah kamar. Siapa yang salah dan siapa yang benar?

 

“Oh, gitu. Siti cuma kasihan aja lihat Mbak Rena keseringan menangis. Seperti tak bahagia.” 

 

“Udahlah, kamu jangan terlalu ambil hati. Kakak kandungmu adalah Kakak, seharusnya kamu lebih percaya saudara kandung. Wanita memang sulit dipahami, intinya kamu jangan terlalu kasihan padanya.” Kak Heru berkata serius. 

 

Aku tak menjawab apa pun. Hening. 

 

“Kamu tidur, ya? Kakak mau cek gudang beras sebentar,” katanya sambil berdiri dari sofa.

 

“Siti boleh ikut?” 

 

“Enggak, kamu istirahat aja.”

 

Aku hanya bisa menatap punggung Kak Heru yang perlahan hilang. Ia menuju gudang beras yang berjarak tiga meter dari pintu belakang dapur. gudang beras itu memang terpisah dari rumah, tapi jaraknya sangat dekat. 

 

Aku melanjutkan menonton drama di televisi walaupun jalan ceritanya membosankan, aku tetap melihatnya agar hati terhibur. Telapak tanganku refleks mengibas-ngibas di depan wajah karena tiba-tiba tercium bau amis darah persis kejadian kecelakaan tadi sore. Bayangan mengerikan kondisi korban pun terputar kembali, membuat suasana takut. Bulu sekitar tengkuk pun meremang. 

 

“Hii, takut. Bau apaan amis gini? Bau darah segar,” gumamku seorang diri sembari mencabut kabel televisi. 

 

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengetuk kamar Mbak Rena. Rencananya aku akan tidur di sana malam ini, sungguh rasa takut sudah menjalar ke seluruh tubuh. Mana Kak Heru sudah cerita aneh-aneh lagi tadi, huh! Menyebalkan.

 

“Mbak, buka pintu.” Aku mengetuk daun pintunya.

 

“Iya, sebentar.”

 

Mbak Rena pun keluar, bagian kelopak matanya tampak basah. 

 

“Ada apa, Siti?” 

 

“Siti takut tidur sendiri malam ini, mau tidur di sini boleh?” Aku berkata penuh harap.

 

“Boleh, masuklah. Kakakmu sudah ke gudang beras?” 

 

“Sudah barusan.” 

 

Muncul pertanyaan mengapa Mbak Rena tahu kalau Kakak ke gudang beras? Apa mungkin karena sudah pekerjaannya, jadi aktivitas itu sudah jadi kebiasaan. Tapi, tunggu! Apa yang dilakukan Kakak malam-malam di gudang beras? Tadi sore, dia sudah memeriksanya. Ah, entahlah!

 

Aku langsung masuk kamar Mbak Rena dan merebahkan diri di ranjangnya yang besar. Wanita itu kembali melanjutkan aktivitasnya, yaitu menempelkan es batu di kelopak matanya. Oh, matanya basah karena es batu. Buat apa? Mata bengkaknya terlihat mulai membaik. 

 

“Itu buat apaan, Mbak?”

 

“Ini biar mata gak sembab lagi. Mbak juga selalu cuci muka dengan air es. Jadi, tak terlihat kalau sudah menangis. Di luar rumah harus tetap terlihat ceria.” 

 

Hatiku terenyuh. Dari sini sudah terlihat bahwa Mbak Rena tak mau terlihat terluka di depan orang lain. Ia istri yang baik, istri yang kuat. Pasti ada penyebab serius mengapa ia sering menangis. Kak Heru mungkin terlalu kasar padanya. Aku benci kala mengingat sikap Kakak pada istrinya ini.

 

“Besok kita ke pasar, ya. Kamu besok ikut belanja, sekalian lihat-lihat keadaan di sini.” 

 

“Wah, Siti mau. Beli apa kita, Mbak?” 

 

“Kebutuhan rumah dan kamu boleh minta apa saja besok.” Mbak Rena menyunggingkan senyuman padaku.

 

“Mbak, Siti sudah selesai halangan. Minjam mukena, dong. Besok mau mandi dan mau salat subuh,” ucapku.

 

Mbak Rena diam. Ia kembali merenung seolah aku tak ada di sampingnya. Apa aku ada salah ucap? Mbak Rena bangkit dan menutup jendela kamarnya yang belum ditutup. Angin malam terasa dingin tak lazim berembus dari luar. 

 

“Mukena Mbak sudah dibuang Kakakmu. Besok kita beli mukena dan sajadah baru buat kamu, ya.”

 

Hah? Mana mungkin Kak Heru membuang alat beribadah. Aku merasa tak percaya dengan ucapan Mbak Rena. Mana mungkin itu terjadi. Bohong, itu pasti bohong. 

 

“Al-qur’an ada, Mbak?” 

 

“Besok sekalian kita beli di pasar, tapi ingat kamu kalo mau beribadah kunci kamar kamu.”

 

“Kenapa, Mbak?”

 

“Hm, biar lebih khusyuk aja ibadahnya, Cantik.” 

 

 

“Jadi, Mbak sudah lama gak ibadah? Kalau Kakak?” 

 

“Sudah, kamu jangan terlalu banyak bertanya hal itu. Nanti Mbak bisa menangis lagi. Sana, tidurlah duluan.”

 

Aku segera memasang selimut ke tubuh dan menghadap ke samping bagian dinding. Diam-diam air mataku keluar. Pedih sekali hati ini rasanya kala mendengar ucapan Mbak Rena tadi. Apa iya Kak Heru membuang alat ibadah? Ya Allah, kalau itu benar, mengapa bisa terjadi? Apa mungkin wanita ini memang pembohong?

 

Sungguh, aku bingung siapa di antara mereka yang bersalah?  

 

Saat tanganku meremas sprei, ada suara kresek-kresek dari gesekan plastik. Benda apa yang ada di dalam sprei Mbak Rena? Penasaran ini tak dapat tersimpan lama. Jantungku berdegup kencang membayangkan segala kemungkinan yang nantinya jadi kenyataan. Sepertinya benda ini sengaja disembunyikan olehnya. Memangnya kenapa?

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 22

    Hai, kita jumpa lagi. Happy reading yahh.PART 15“Siti, kamu udah sadar? Alhamdulillah,” kata Mbak Rena.Aku bingung saat menatap sekeliling. Ruangan putih, di mana ini? Lamunan ini terhenti kala merasa sekujur tubuh ngilu. Seperti habis dipukul kayu berat di bagian tengkuk dan punggung. Kepala juga terasa pusing tak karuan.“Kamu di rumah sakit. Tadi malam kamu pingsan di ladang tebu,” timpal Mbak Rena seolah paham kebingunganku.Aku menatapnya lekat. Beberapa saat kemudian, aku baru ingat kejadian tadi malam. Aku berusaha mencari keberadaan Mbak Rena dan kakak yang tiba-tiba menghilang. Menerobos hujan hanya mengkhawatirkan mereka.Namun, bukannya mereka yang kutemui. Malah menemukan keanehan yang baru. Masih jelas terbayang apa yang terjadi dalam gubuk itu. Siapa lelaki itu?“Kamu kena

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 21

    PART 21“Siti, kamu kembali,” kata Kakak seperti heran.Berkali-kali ia mengucek mata. Terakhir, ia mencubit pipiku.“Ini kamu, Siti?”“Apaan, sih, cubit-cubit. Sakit, tau.”Wajah Kakak sembab seperti baru habis menangis, dikantong bajunya ada HP yang masih menyala cahayanya.“Kakak baru aja mau hubungin keluarga di desa,” ucapnya tiba-tiba.Memang apa hubungannya kedatanganku dengan keluarga di desa? Mengapa pula Kakak menangis. Apa kecelakaan di tempat ini disebabkan oleh Kakak? Aku mulai curiga. Namun, aku masih belum bisa menjadikan ini sebagaii petunjuk. Belum ada bukti nyata.Lagian masa iya Kakak tega menumbalkan aku yang adik kandungnya. Jangan-jangan ini gara-gara Mbak Rena?“Siti, kamu kenapa luka-luka?&r

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 20

    Tiba-tiba firasatku tak enak, segera kubaca ayat kursi sebanyak-banyaknya dalam hati dan memohon perlindungan dengan Allah. Mataku berkedut-kedut tak karuan. Filosofi orang dahulu, artinya akan menangis. Aku jadi takut dan gelisah.“Siti, kamu antarkan kacang tanah ini ke rumah Bi Inah.” Kakak menyerahkan kantong berisi kacang tanah.Tak berat, mungkin hanya sekitar tiga cupak. Bi Inah adalah wanita penjual peyek, aku pernah beberapa kali diminta Kakak mengantarkan kacang tanah ke rumahnya. Tak jauh, seberang jalan dan masuk gang sedikit.“Iya, Kak.”Aku berjalan untuk menjalankan perintah Kakak, tapi entah mengapa ia terus menatapku tanpa henti. Tak berkedip dengan wajah sendu. Aneh. Lalu, ia segera

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 19

    PART 19Kami pulang ke rumah setelah melewati kejadian menjengkelkan itu. Mbak Rena kumaki habis-habisan dan tak segan-segan kuancam layaknya seorang narapidana. Ia tak melawan, hanya diam sambil menangis. Mungkin menyesali diri atau mungkin menyesal telah membawaku ikut ke tempat terkutuk itu.Sangat tak mampu diterima akal sehat, perbuatan yang bejat moral. Makin berat saja tugasku harus pula menjaga kandungan Mbak Rena. aku sangat tidak ikhlas kalau bayi itu digugurkan. Sungguh, tak akan segan melaporkan ke pihak berwajib.“Ingat, Mbak. Kalau berani macam-macam lagi, Siti tak segan melaporkan kalian berdua ke polisi!” ancamku.“Mbak sadar kalau salah. Maafkan, ini tidak akan terulang kembali.” Mbak Rena menyahut saat motor sudah di depan toko.Kami turun dan melihat Kakak sedang duduk manis. Tatapan mata mereka bertemu, seketika aku

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 18

    Jangan-jangan semua isi plastik di sana itu adalah janin yang diaborsi. Ya Allah! Siapa pelakunya? Jangan-jangan Mak Pia itu dukun aborsi! Entah mengapa pikiran negatif itu langsung menghampiriku. Saat ini aku sangat mengkhawatirkan nasib Mbak Rena.Apa mungkin ia datang untuk menggugurkan janinnya? Gila, sungguh gila! Kresek itu kubawa berlari ke rumah Mak Pia. Ngos-ngosan karena lelah pun tak kuperdulikan, dalam kepala hanya ada keselamatan Mbak Rena.“Aduh! Pintu terkunci lagi.”&nb

  • Istri Kakakku Selalu Menangis   Part 17

    PART 17HAPPY READING.Seusai salat subuh, aku merasa pusing. Bayangan kejadian tadi malam membuat kesal sekaligus tegang. Setelah berpikir panjang, aku mengajak Yani pulang ke rumahnya tadi malam. Dengan keyakinan kalau semua akan baik-baik saja, sebuah keributan itu tidak akan mencelakakan salah satu dari kakak atau Mbak Rena.“Kamu gak pa-pa?” tanya Yani khawatir.“Enggak, kok.”“Sebenarnya kejadian tadi malam itu aib keluarga, semoga kamu tak memberi tahu siapapun. Hanya kamu dan Bude Ratmi yang tahu. Tolong rahasiakan dan jangan takut denganku,” ucapku sambil menatap wajah Yani lekat-lekat.“Iya, aku gak akan. Kamu dalam masalah besar, selidikilah. Kalau ada apa-apa hubungi nomorku atau langsung datang ke sini. selama Allah di hati, kamu akan selamat.”&l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status