Home / Rumah Tangga / Istri Kampungan Kesayangan Presdir / Ikut Aturan Perusahaan atau Aku

Share

Ikut Aturan Perusahaan atau Aku

last update Last Updated: 2024-05-07 17:48:03

Santi merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Ada rasa ingin, tapi tidak tahu keinginan yang seperti apa. Akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan aksinya tersebut sebelum diketahui oleh karyawan lain.

Tapi saat keluar dari toilet, Santi baru menyadari kalau yang dimasukinya adalah toilet khusus untuk CEO. Dengan tergesa-gesa dia segera keluar dari sana dan kembali ke tempat kerjanya.

Untuk beberapa saat tidak terdengar suara-suara aneh dari dalam ruangan bosnya. Namun, setelah itu keluarlah wanita tadi dari dalam sambil membenarkan rambutnya yang berantakan.

“Ohhh … jadi kamu sekretaris Bima??” tanya wanita itu dengan nada angkuh.

“I-iya!”

“Kamu disuruh masuk ke dalam!” ujarnya sambil melenggang pergi.

“Baik.”

Santi pun masuk ke dalam ruangan CEO dengan hati-hati. Dia tak menyangka jika orang yang menolongnya di depan kemarin adalah pemilik perusahaan itu sendiri.

“Silahkan duduk!” kata Bima.

“Ma-makasih, Pak.”

Bima memandang Santi dengan tatapan yang begitu dalam sampai gadis cantik itu tak berani menatapnya dan hanya menunduk ke bawah. Baju yang dipakai oleh Santi termasuk longgar, tapi tak menutupi bentuk tubuhnya yang molek.

Rok span yang dikenakannya menutupi sampai ke lutut namun di mata Bima tidak seperti itu. Dia masih ingat betul betapa putih dan mulusnya kulit yang ada di balik rok itu.

“Santi Kusuma Dewi.”

“Iya, Pak.”

“Umur 23 tahun, lulusan SMK jurusan sekretaris. Punya pengalaman menjadi admin jual beli online …”

Bima membaca riwayat hidup Santi dan hanya dijawab dengan anggukan olehnya.

“Benar semua?”

“Iya, Pak.”

“Kalau bicara itu tatap mata lawan bicaranya. Kamu kayak gitu kesannya nggak sopan, lho!” tegur Bima.

“Iya, maaf!”

“Kamu masih punya adik yang sekolah?”

“Iya … Bapak tau dari mana?”

Bima menatap Santi lekat. Ingin rasanya dia tertawa saat itu mendengar pertanyaan tak masuk akal itu. Tapi, ditahannya demi menjaga image di hari pertama kerja Santi.

“Kamu nggak lihat ini??”

Santi langsung salah tingkah sendiri melihat Bima yang menunjukkan foto copy KK miliknya. Rasanya malu sekali pada bos barunya itu. Baru hari pertama aja udah terlihat bodoh.

“Oh iya, nanti akan ada yang kasih kamu penjelasan tentang apa tugas kamu di sini. Termasuk menyiapkan kebutuhan pribadiku.”

Santi langsung mengangguk mendengar kata kebutuhan pribadi. Dalam ingatannya muncul pernyataan orang di desanya, kalau jadi sekretaris di perusahaan besar itu harus bisa menyiapkan segala kebutuhan pribadi yang diminta bosnya. Itu kalau mau digaji tinggi.

“Kamu semangat sekali, ya? Bagus!! Aku suka!!”

“Aku butuh banyak uang untuk biaya sekolah adik-adikku di desa, Pak. Jadi aku harus gigih bekerja agar punya gaji yang tinggi.”

Bima merasa menang begitu mendengar perkataan Santi. Kalau untuk urusan bisnis, jangan ragukan kemampuan seorang Bima.

Sekalipun dia suka bermain wanita, tapi kemampuannya dalam bidang bisnis tak bisa diremehkan.

"Jadi kamu perlu gaji berapa banyak?" tanya Bima sambil berdiri dan mengitari tubuh Santi.

Tangannya menyentuh bahu Santi perlahan. Dengan jari telunjuk, disentuhnya dari bahu kanan sampai kiri. Melewati bagian bawah lehernya.

Santi sedikit menggeliat karena merasa geli. Dia tidak tahu kalau Bima sedang sibuk mencari cara agar bisa segera melihat tubuh polos Santi tanpa sehelai benangpun.

"Aku ikut aturan perusahaan aja, Pak."

"Perusahaan atau aku??"

"Apa, Pak??"

"Kalau ikut perusahaan, kamu akan terima gaji UMR sama seperti yang lain. Tapi kalau mau yang lebih, kamu bisa ikut aturanku."

"Maksudnya??"

"Nanti kamu akan tahu."

"Apa seperti yang dilakukan tamu tadi, Pak??" tanya Santi polos.

Bima sampai tergelak dibuatnya. Dia kembali duduk di kursinya dan meminta Santi untuk memijit bahunya.

"Coba kamu pijit bahuku saja dulu," katanya sewajar mungkin.

"Baik!"

Santi memijat bahu Bima dengan sedikit gugup. Setelah beberapa saat, Bima meminta Santi untuk duduk di atasnya.

"Duduk sini!"

"Tapi, Pak …"

Karena Santi tak kunjung duduk di pangkuannya, ditariknya gadis tersebut dan langsung dipeluknya dari belakang.

"Lain kali jangan gerai rambut panjang kamu ini. Diikat ke atas, oke??" kata Bima sambil menyingkirkan rambut itu sehingga memperlihatkan leher jenjang Santi.

"I-iya, Pak!! Ahhh …"

Santi secara refleks mendesah ketika Bima mencium lehernya.

"P-pak!! Jangan la- ahhhh …" Santi menggigit bibir bawahnya karena Bima malah menjilati lehernya itu.

Matanya terpejam menikmati permainan lidah yang baru pertama kali dirasakannya. Saat terlena dengan sentuhan hangat itu, Santi dikejutkan dengan tangan besar yang entah sejak kapan sudah berada di balik bajunya.

Santi mencoba menahan tangan yang sudah masuk ke balik bra yang dikenakannya tapi seperti tak bertenaga. Kaki dan tangannya terasa lemas saat dua jari Bima menjepit puncak benda kenyal miliknya itu.

"Sshhhhh!!" Nafas Santi mulai tak beraturan merasakan gerakan memutar di puncak miliknya.

"Nikmat bukan??" tanya Bima.

"Itu … aku … emmhhhh …"

Bima meliuk-liuk merasakan sensasi yang membakar tubuhnya. Dan dia tak mengerti kenapa seperti ada yang mengganjalnya dari bawah.

"Desahanmu membuat yang di sana bangun," bisik Bima.

Diputarnya posisi duduk Santi sehingga mereka kini saling berhadapan dari posisi menyamping. Wajah Santi sudah memerah akibat perbuatannya.

Tapi, Bima sudah tak tahan lagi dan dengan cepat dibukanya kancing baju Santi hingga terlihat posisi bra yang dipakainya sudah berantakan.

"Malu, Pak!!" Santi menyilangkan kedua tangannya di depan. Tapi, Bima tak kehabisan akal, apalagi Sudah sudah terbuai sentuhannya.

Diciumnya bibir mungil Santi dengan lembut. Santi sempat terkejut dan mendorong dada bidang Bima pelan.Tapi merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya membuat Santi enggan untuk menolaknya lagi.

Bima yang tak terbiasa mendapat bermain lembut pun akhirnya makin lama makin kasar dan menuntut. Apalagi karena tak mendapat respon dari Santi sedikitpun.

"Apa kamu belum pernah berciuman sebelumnya??" tanya Bima kesal seraya melepas pagutan mereka.

"Be-belum sama sekali, Pak!! Maaf kalau bikin kecewa," jawab Santi.

Bima malah terperangah dibuatnya. Kenapa Santi malah minta maaf padanya? Sepertinya Santi benar-benar polos dan tidak mengerti bahwa dirinya sedang dalam bahaya.

“Rapikan baju kamu sekarang …”

“Baik …”

Santi berdiri di depan Bima sambil mengancingkan kembali bajunya. Kegiatannya itu tak lepas dari pandangan sang bos yang meneliti setiap inci bentuk tubuh sekretaris barunya itu.

“Sudah, Pak! Jadi apa tugasku sekarang?”

“Kamu kembali ke meja kerjamu saja dulu. Nanti biar Aldo yang kasih tahu kamu jelasnya apa.”

“Baik. Aku permisi dulu.”

Santi membungkukkan badannya sebelum berlalu dari sana. Setelah dia keluar, Bima segera menghubungi Aldo untuk mencarikannya wanita sekarang juga. Hasrat yang belum tersalurkan itu malah membuat kepalanya pusing.

“Carikan sekarang juga!! Sekretaris baru itu masih terlalu polos untuk membantuku melepaskannya!!”

“Ya, baiklah. Segera aku carikan wanita untukmu, Bos!!” kata Aldo tepat di depan Santi yang baru saja duduk. Dimatikannya ponsel tersebut dan terlihat Santi yang menatapnya penuh tanda tanya.

“Maaf, kamu siapa dan ada perlu apa?” tanya Santi.

“Aku Aldo.”

“Oh … maafkan aku, Pak. Aku nggak tahu …”

“Nggak apa-apa. Kita memang belum pernah ketemu sebelumnya, jadi aku maklumi. Lagipula aku hanya tangan kanan Bima disini, jangan sungkan begitu padaku.”

“Jadi apa yang harus aku kerjakan sebagai sekretaris Pak Bima?” tanya Santi.

“Seperti sekretaris pada umumnya. Kamu aturkan jadwal untuk Bima, tiap pagi kamu buatkan dia kopi dan juga biskuit rasa kelapa. Stocknya ada di dalam ruangan itu,” terang Aldo sambil menunjuk sebuah ruangan yang tak jauh dari sana.

“Baik.”

“Kalau stocknya sudah habis, kamu harus membelinya sendiri karena itu sudah menjadi tugas sekretarisnya sejak dulu, bukan office boy disini. Dan yang perlu kamu ingat, Bima tidak suka sembarang orang masuk ke ruangannya tanpa izin lebih dulu. Jadi, kamu harus pastikan setiap tamu yang masuk sudah membuat janji atau belum.”

“Baik.”

Santi mencatat apa yang dikatakan oleh Aldo tentang apa yang disuka dan tidak disuka oleh bosnya itu. Harapannya agar tidak lupa dengan semua hal penting itu.

“Terakhir …”

“Ya??” tanya Santi sudah siap mencatatnya.

“Kamu harus bisa memuaskannya!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Ileran

    Santi memijit pelipisnya saking kesalnya dengan tingkah dua lelaki hebat di sampingnya. Ada rasa senang tapi juga sedih, karena kebebasannya terenggut secara tidak masuk akal.***Bulan demi bulan terlewati dengan berbagai macam aturan yang diberikan oleh Adam dan juga Bima. Namun ketika kehamilan Santi sudah memasuki bulan ketujuh, Santi mulai mengutarakan keresahan dalam hatinya."Pa, Mas … Aku ingin pergi ke mall untuk membeli keperluan bayi ini, ya. Udah lama aku nggak jalan-jalan keluar," pinta Santi di sela sarapan pagi mereka."Emangnya kamu mau beli apa? Biar aku aja yang beli kamu tinggal sebutin aja mau apa," jawab Bima."Iya, bener!" timpal Adam. Santi memasang wajah memelas sambil mengelus perut buncitnya. "Kalau nanti kamu lahirnya ileran, salahin aja Opa dan juga papa kamu ya, Nak!"Adam dan Bima langsung bergidik ngeri. Mereka tak menyangka Santi akan berkata demikian. Biasanya Santi akan menurut saja pada apa yang dikatakan oleh mereka."Kamu jangan kayak gitu dong, S

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Mual

    "Kamu kenapa sih, Sayang?" keluh Bima.Santi malah sibuk menutup hidungnya dengan selimut dan mengibaskan tangannya agar Bima menjauh darinya. Mencium aroma sabun di tubuh Bima membuat Santi merasa mual."Jangan deket-deket, Mas! Aku nggak suka bau sabunnya!" kata Santi."Bukannya ini bau sabun favorit kamu, ya? Kenapa mendadak jadi nggak suka?" tanya Bima.Santi ingin menjawab tapi perutnya seperti diaduk-aduk. Dia bergegas menuju ke kamar mandi berusaha mengeluarkan isi perutnya namun tak ada yang keluar sama sekali.Matanya sampai berair karena mencoba memuntahkan isi perutnya. Kepalanya terasa sedikit berat dan matanya berkunang-kunang."Kamu ikut aku sekarang!" kata Bima seraya menarik tangan Santi keluar dari kamar mandi."Mau kemana, Mas? Aku belum mandi!" Santi mencoba menolak namun tenaga Bima tentu saja lebih kuat."Udah, ikut aja!" seru Bima. Dia memberikan syal pada istrinya untuk menutup hidungnya agar tak mencium aroma sabun di tubuhnya.Adam yang baru saja selesai lari

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Jangan Dekat-dekat

    "Kenapa gitu, San? Bentar lagi juga mateng kok!" kata Bima masih sambil mengaduk telur dalam wajan.Santi menghela nafas panjang sambil menyalakan kompor. "Mau sampai besok pagi juga nggak bakal mateng kalau kompornya belum dinyalain, Mas!" Bima garuk-garuk kepala sambil cengar cengir tak jelas. Dia mengalihkan pandangannya ke dalam wajan dan bertanya pada San, "Apa caraku memasak juga salah?""Nggak kok, Mas. Cuma mungkin ada cara yang lebih bagus lagi dari pada buang-buang minyak goreng," kata Santi seraya mengambil alih alat masak yang dipegang oleh Bima."Biar aku aja, Santi. Kamu kan lagi sakit juga," kata Bima."Nggak usah, biar aku aja. Kamu sama papa tunggu aja sambil nonton televisi," ucap Santi sambil mengurangi minyak goreng di wajan.Adam menarik Bima agar segera menjauh dari sana. Bagaimanapun juga memang lebih baik jika Bima menjauh dari dapur sebelum meledakkan dapur di rumah itu.Keduanya pun menuju ke ruang tengah sambil menonton televisi. Sesekali mereka bercengkrama

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Memasak

    "Ada apa dengannya?" tanya Adam tak kalah panik."Aku juga nggak tahu, Pa. Tadi dia masih baik-baik aja!" ujar Bima sambil menggendong tubuh istrinya masuk ke kamarnya."Kamu juga, sih! Kenapa kurang memperhatikan kondisi istrimu! Dia pasti kelelahan karena belakangan ini selalu sibuk mengurus kita berdua!" cecar Adam sambil berjalan mengikuti anaknya di belakang."Papa nggak usah bawel, deh! Mendingan sekarang bantuin aku buat nelpon dokter agar segera kesini buat memeriksa kondisi istriku!" kata Bima.Beberapa kali mendapati Santi dalam kondisi yang buruk membuat Bima merasa benar-benar gagal menjadi suami yang baik. Apalagi Santi juga yang berapa kali malah melindunginya dari serangan musuh.Dalam hati Bima merutuki kebodohannya yang tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Kalau boleh memilih tentu saja Bima tidak ingin berada di posisi seperti kemarin.Bima pun ingin mempunyai keluarga yang harmonis dan bahagia seperti orang kebanyakan. Bukan malah penuh dengan darah dan juga den

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Aku Ikuti Mau mu

    "Sepertinya aku kedatangan tamu istimewa! Selamat datang!" Ucap Rizwan berusaha tetap tenang. Dia tak mau terlibat gugup di depan semuanya."Aku nggak mau basa-basi di sini. Yang aku tahu kamu udah menyuruh orang untuk melenyapkan Septa!" kata Santi."Hahahaha … sayang! Bukankah kamu sudah menyetujui permintaan Papa untuk menikah denganku? Kenapa sekarang kamu malah menuduhku melakukan hal itu?" tanya Rizwan. "Lagi pula kalau bukan karena Septa berkhianat, pasti papa aku juga nggak akan pergi meninggalkanku sendiri!" imbuh Rizwan."Aku tahu kamu sedih kehilangan papamu, tapi percayalah itu sudah kemauannya. Dia sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya," kata Santi mencoba berdamai dengan Rizwan."Sayangnya aku nggak bisa percaya begitu saja," Rizwan berjalan mendekat secara perlahan.Santi tetap waspada dengan segala gerak gerik Rizwan. Dia melihat ada senjata di saku samping Rizwan dan bisa diperkirakan itu adalah pistol."Kami mempunyai rekaman CCTV yang membuktikan bahwa p

  • Istri Kampungan Kesayangan Presdir    Perubahan

    "Apa sudah ada informasi siapa dalang dibalik semua ini?" tanya Bima."Semuanya tersusun rapi seperti sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Bahkan mereka tahu seluk-beluk perusahaan ini sampai bisa melumpuhkan Septa begitu saja." Aldo merasa dirinya sudah gagal."Pasti ada kerjasama dengan orang dalam. Kamu pastikan untuk mencari Siapa yang terlibat dengan semua ini!" kata Bima kemudian.Aldo mengangguk setuju. Dia pun mengirim pesan pada orang kepercayaannya untuk mencari tahu siapa yang berani berkhianat pada Bima."Sekarang kita ikuti kemana perginya mereka," kata Bima.Dalam mobil Bima sudah terpasang GPS sehingga bisa melacak keberadaan istrinya. Namun, Bima punya pikiran lain. Lawannya bukan orang yang sembarang bergerak. Terbukti dia menyusun rencana tersebut dengan rapi.Orang itu tidak mungkin dengan sengaja membawa mobil pribadi miliknya untuk menculik Santi pergi jika tanpa satu alasan. Orang itu pasti mempunyai rencana tersendiri untuk menjebaknya."Siapkan orang-orang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status