Masih Sekolah
Bel berdering nyaring, di sekolah favorit Trida School, Sekolah Internasional bergengsi di kota itu, tempat anak-anak orang yang kaya menimbah ilmu.
Sekolah berlantai tiga yang di lengkapi segala fasilitas yang tidak semua sekolah memilikinya. Saat masuk pelajaran pertama Mentari, menguap dengan malas di kelas.
“Lo, tu iya asal pelajaran mate-matika selalu saja menguap, Lo gak mau mempertahankan frestasi Lo, apa?” ujar Melie menoyor kepala sahabatnya.
“Malas gue mati-matika. Lagian pelajaran mate-matika itu mudah, asal tahu saja kuncinya. Perkalian, penambahan, pembagian, pengurangan, itu saja intinya, kalau sudah hapal ke empat itu, artinya sudah pintar,” ujar Mentari mengambar sesuatu dalam sampul buku tulisnya.
Ia akan melakukan itu, kalau sedang bosan.
“Eh, tapi Lo ngak takut, kalau misalkan Alice menyalip Lu dan dia juara kelas, lagi?”
“Biarkan saja, justru gue inginya seperti itu, gue bosan juara kelas mulu, sesekali gue pengan yang nilai paling terahir,” sahut Mentari.
“Anjir! Gue mati-matian mempertahankan nilai gue sampai begadang sampai pagi, supaya bisa bertahan di posisi yang sekarang, Loe malah pengen yang terahir.”
“Lo takut amat ama nilai, nilai itu bukan menentukan pintar apa tidak, Lo itu di sebut pintar kalau bisa menyelesaikan masalah, tanpa masalah, nah itu,” ujar Mentari terdengar seperti motivator.
“Udah kayak slogan iklan aja,” ujar Melie.
“Lagian, percuma gue juara yang ada mereka selalu mengaitkan bapak gue yang jadi petugas sekolah di sini dan kakak gue, malas jadinya, di sini itu terkenal karena sensasinya bukan karena frestasinya, maka mulai hari ini gue mau iktiarkan diri gue, menjadi anak yang gak benar,” ucap Mentari lagi.
Samudra Gulama dan Bulan kakak Mentari berkerja di sekolah tersebut. Bulan salah satu tenaga pengajar di sana , sementara Samudra sebagai pengawas sekolah. Di kelas Mentari di kenal sebagai siswa berfrestasi hanya saja ia suka membangkang. Semua guru mengenalnya dan beberapa kali menang dalam pertandingan nasiolan, ia salah satu siswa kebangaan di sekolah tersebut.
“Lah … emang dari dulu lo sudah jadi anak gak benar, sudah berapa kali tidur sama pacar lu yang berwajah cantik itu, siapa namanya.” Melie menempelkan jarinya di kening mencoba mengingat. “Tapi terkadang gue iri ama pacar lo itu iya, laki-laki kok bisa wajah cantik begitu, iya.”
“Stt, tembok juga punya kuping,” ucap Mentari meletakkan jari telunjuknya di bibir sahabatnya.
“ Gue iri ama lu, kalau gue gak belajar yang ada gue dapat masalah, harus belajar, takut bokap gue ngamuk dan gue ditembak dengan senjatanya,” ucap Melie, ia anak seorang kepala polisi di ibukota.
“Iya, iya. Loe belajar saja, gue mau cabut pulang sama pacar gue, ada janji dengan calon ibu mertua gue juga.”
“Ha, calon suamiii? Loe, emang benaran,” teriak Melie mengundang perhatian guru mate-matika yang sedang mangajar. “Tari, bukannya Loe masih pacaran sama, Dilan? kok nikahnya sama Topan?”
“Aku mau dua-duanya, nikah sama Topan, tetapi tetap pacaran sama Dilan,” ujar Mentari dengan santai.
“Ha? Loe maruk benar, borong dua orang lelaki tampan sekaligus,” Melii sang sahabat menyenggol lengan Mentari.
Mentari setuju menikah dengan Topan, tetapi sebenarnya dia juga punya seorang kekasih yang sudah lama bersamanya. Bulan sudah mengetahui hal tersebut, ia juga meminta Mentari untuk meninggalkan Dilan kekasihnya jika ingin menikah dengan Topan. Tetapi bagi Mentari pernikahnya dengan Topam hanya sebuah syarat dan kekasihnya juga tidak mempermasalahkannya.
“ Jika kalian berdua masih berisik di mata pelajaran saya lagi. Nanti akan saya keluarkan,” ujar guru mate-matika yang terkenal garang bak singa Sumatra.
“Maaf Bu, saya izin, perut saya sangat sakit,” ujar Mentari memasang wajah memelas dan kesakitan.
“Baiklah, kalau Mentari sakit, pergi keruangan kesehatan,” pintah Bu Ida.
“Baik Bu.” Mentari berdiri mengedipkan mata pada Melie, bukanya ke ruangan kesehatan, ia malah ke gerbang dan minta izin pulang ke sekuriti, dengan alasan sudah diizinkan guru mate-matika, ternyata Dilan yang menjadi kekasihnya, sudah menunggunya di perapatan gang sekolah.
Mentari pulang tanpa hambatan, bagian keamanan tahu ia anak seorang pengurus sekolah dan tidak berani melarang, nongkorng sebentar dengan Dilan lalu Mentari memutuskan pulang, ia naik mobil yang dipesan lewat aplikasi.
Mutiara ibunda Topan meminta Mentari datang ke rumahnya hari itu. Sebelum datang ke rumah Topan, Mentari berniat berganti pakaian terlebih dulu. Namun, saat tiba di rumah ia melihat mobil Angkasa Atmaja ayah Topan, mereka sedang berbicara serius dengan ayahnya, ia menguping pembicaraan keduanya. Kedua lelaki yang seumuran itu duduk di taman di samping rumah Mentari, Ia merapatkan tubuhnya di daun pintu berusaha mendengar pembicaraan keduanya.
“Saya tidak tau apa rencana kamu Angkasa. Putriku masih terlalu kecil untuk sebuah pernikahan,” ujar ayah Mentari.
“Saya ingin memperbaiki hubungan baik kita.” Angkasa duduk santai sembari menyilangkan kaki.
“Saya tidak ingin hubungan apaa-apa lagi denganmu Angkasa, kalau kamu hanya ingin mendapatkan dukungan untuk pemilu, saya bisa melakukannya, tidak perlu menikahkan anak-anak kita lagi,” ujar Samudra
“Saya ingin Putri bungsumu jadi istri Topan.” ujar Angkasa.
“Baiklah, kalau kamu bersikeras mereka menikah, biarkan dia lulus dulu,” ujar Samudra berusaha menolak, ia tidak ingin putrinya menderita.
“Saya hanya ingin mereka berdua menikah, tidak melarang untuk meneruskan sekolahnya, pikirkan baik-baik dan kamu beruntung jika putrimu menikah dengan putraku, mungkin saya akan memberikan mahar yang besar untuk itu, agar kehidupan keluargamu bisa berubah dan kamu bisa memberikan pengobatan yang bagus untuk istrimu. Ingat semakin cepat mereka menikah semakin cepat kamu mendapatkan uang dan posisi sebagai kepala sekolah,” ujar Angkasa dengan angkuh.
Samudra dan Mentari sama-sama mengepal tangannya dengan kuat, menahan kemarahan di hati mereka.
‘Aku akan melakukanya Yah jangan kawatir, ucap Mentari.
Bersambung
Bersambung
Mentari sangat bahagia saat sahabatnya datang berkunjung ke rumah mereka. Topan yang membawa Melie ke sana, ingin Mentari bahagia. Topan tahu hanya Melie sahabat satu-satunya yang dimiliki Mentari. Sebelum mengajaknya ke rumah Topan terlebih dahulu meminta Melie bertemu, ia menjelaskan kenapa Mentari tidak berterus terang padanya tentang Dilan. Topan meluruskan kesalahpahaman antara keduanya.Melie setuju memaafkan sahabatnya dan setuju bertemu juga. Mentari sangat berterimakasih pada Topan karena bisa memperbaiki hubungan persahabatan mereka.“Aku sangat senang Kak Topan membawa Meli kesini,” ucap Mentari saat mereka bertiga duduk di ruang tamu.“Aku tidak ingin melihatmu sedih, itu sebabnya aku meminta Meli bertemu.”Kedua sahabat itu saling menatap dan sama-sama tertawa.“Aku minta maaf atas perkataanku hari itu, Tari,” ujar Melie dengan raut wajah menyesal.“Tidak apa-apa, kamu pantas marah padaku.”Topan berdiri, “Aku ingin memberikan waktu pada kalian berdua, aku ada pertemu
Hubungan pasangan suami istri itu kian membaik, setelah Topan memberi Mentari suntikan ala suami perkasa. Saat bumil cantik itu bangun Topan sudah membawakannya susu hangat dan roti bakar hangat.“Selamat pagi Sayang,” sapa Topan saat Mentari duduk. Kesadarannya belum terkumpul otaknya belum konek ke saraf-saraf otak, hanya diam dengan kedua bola mata memutar kekanan dan ke kiri, mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi.‘Kenapa Topan datang ke kamarku?’ tanya Mentari dalam hati.Melihat Mentari seperti orang bingung Topan duduk di sisi ranjang, ia menyisihkan anak rambut yang menutupi kening sang istri.“Kenapa terlihat bingung. Kamu hanya menjawab selamat pagi juga,” ujar Topan mencubit hidung mancung istri kecilnya.“Kenapa kamu ada disini.”Mendengar pertanyaan konyol Mentari, Topan tertawa kecil, “apa kamu lupa?”“Lupa …? Apa yang aku lupakan?” tanya Mentari bigung.Topan menarik selimut yang menutupi bagian tubuh Mentari, lalu ia mengedipkan sebelah mata memberi kode ka
Topan tersenyum kecil saat Mentari meninggalkannya di dapur, dalam otak Topan sudah menyusun rencana yang pakai untuk meluluhkan hati Mentari. Ia menoleh meja jus alpukat pesanan Mentari belum di minum sama sekali. Laki-laki tampan itu tersenyum, lalu berdiri membawa jus . Tiba di depan kamar Mentari ia mengetuk.“Siapa?”“Ini Aku, jus yang kamu pesan tadi belum di minum.”Mentari berdiri sebentar memikirkan alasan menolak membuka pintu.“Aku sudah mengantuk, besok saja.”“Besok tidak bisa diminum lagi, kamu yang mengatakan tadi tidak baik buang-buang makanan.”Mentari akhirnya membuka pintu, membiarkan Topan masuk ke dalam kamar yang ditempati. Sudah hampir tiga bulan sejak mereka tinggal bersama di rumah baru yang dibeli Topan. Keduanya menempati kamar terpisah sesuai permintaan Mentari. Selama mereka tinggal Mentari bahkan tidak memperbolehkan siapapun masuk ke dalam kamarnya. Pertama kalinya Topan masuk ke kamar tersebut. Di Atas meja ada banyak buku tebal yang dibaca Mentari
“Kamu tidak perlu melakukannya Untukku, lakukan saja itu untuk Kak Bulan.”Mendengar itu, wajah Topan berubah muram, “kamu istriku Mentari, aku tidak perlu menyuruhku memberi perhatian pada orang lain.”“Dia kakakku Topan.”“Aku tidak ingin Bulan, aku hanya butuh kamu dalam hidupku. Kamu dan anakku itu yang aku inginkan.”“Tapi dia menginginkan dirimu, dia sangat mencintaimu. Kalian berdua saling mencintai.”Topan tidak ingin berdebat di sana, ada banyak orang di restoran, kalau Mentari terus menerus membawa-bawa Bulan, ia bisa meledak.“Kita sudahi pembicaraan kita sampai di sini, stop membahas Bulan lagi,” potong Topan.Topan mengajaknya pulang, bahkan lupa membeli kebutuhan Mentari. Dalam mobil keduanya sama-sama diam. Topan fokus dengan kemudi sementara Bumil cantik itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Saat tiba di rumah, Topan keluar dari mobil meminta Mentari untuk duduk.“Mari kita bicara dan luruskan semuanya,” ucapnya sambil duduk di sofa di depan rumah mereka.“Baiklah.” M
Hubungan Topan dan Mentari sedikit membaik berkat kesabaran Topan. Laki-laki tampan itu memilih mengalah dan sabar untuk menghadapi sikap istri kecilnya. Mentari sudah mau bicara padanya , bahkan sudah mau duduk semeja dengan Topan, walau tidak tidur dengan satu kamar tapi ia akan tetap bertahan.“Apa kamu mau jalan-jalan bersamaku?” tanya Topan saat Mentari berdiri di tepi kolam renang.“Tidak usah, aku malas.”Topan tidak ingin memaksa, tetapi ia menawarkan hal yang lain.“Bagaimana dengan perlengkapanmu,apa masih ada? Kebetulan aku kehabisan parfum kalau kamu mau kita pergi bersama-sama.”Mentari memikirkan tawaran sang suami, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk memeriksa apa saja barang yang ia perlukan.“Baiklah, aku ikut,” ucap Mentari.Mendengar hal itu Topan merasa sangat bahagia, selama ini Mentari masih memasang tembok penghalang diantara mereka. Topan sudah bertekad akan penghalang asal ia sabar menghadapi sikap keras kepala Mentari.“Apa perlu kita meminta Melie menem
Mentari bersedia dibawa ke Jakarta dengan berbagai persyaratan yang harus dituruti Topan. Salah satunya tidak ingin tinggal di rumah ibu mertuanya. Mentari juga harus diperbolehkan mengikuti ujian susulan. Agar bayi dalam kandungan Mentari Topan melakukan semuanya, ia mengijinkan Mentari mengikuti ujian kelulusan. Selama masa ujian Topan tidak diperbolehkan bicara padanya, bahkan Mentari tidak pernah menemuinya selama berhari-hari. Mereka hidup satu atap, tapi bisa bertemu satu sama lain.Mentari sudah berbulan-bulan tidak bertemu sahabatnya Melie. Mentari meminta izin ingin bertemu Melie.“Kamu hamil anak siapa?” tanya Melie sahabatnya.“Hamil anak Topanlah Melie,” ujar Mentari mencubit lengan Melie.Kedua sahabat itu bertemu di sebuah café setelah menyelesaikan ujian kelulusan. Melie belum tahu kalau Dilan seorang perempuan. Mentari tidak ingin menutupinya lagi dari Melie.“Mel, aku ingin jujur sama kamu,” ucap Mentari dengan raut wajah serius.“Tentang apa?”“Dilan.”Mendenga