Mata Aisyah berbinar-binar saat menatap balon yang tergantung bertuliskan "Selamat Datang di Rumah Kita, Humairaku," serta beberapa karangan bunga berbentuk love.
"Tentu saja untukmu, Humairaku. Kalau bukan kamu, untuk siapa lagi?" ucap Faiz sambil mencium lembut kepala Aisyah."Aaaa, kak Faiz, ternyata romantis banget!" ucap Aisyah sambil bergelayut manja di pelukan Faiz. Faiz membalas dengan mengeratkan pelukan mereka.Detik berikutnya, Aisyah merenggangkan pelukan mereka dan matanya tertuju pada sebuah kotak besar yang sangat indah. Aisyah menunjuk ke arah kotak itu lalu bertanya, "Kalau yang itu untuk Aisyah juga?" Faiz menjawab, "Yap, betul. Itu juga milikmu, Humairaku."Aisyah segera berlari kecil dengan antusias membuka kotak tersebut dan... sebuah boneka menyembul keluar dari kotak itu. Di tangan boneka itu bertuliskan, "Humairaku, bolehkah aku unboxing kamu hari ini? Heheh ( ◜‿◝ )♡"Aisyah terdiam, memeluk tubuhnya sambil menatap wajah Faiz, lalu berucap, "Ihhh, kak Faiz, mah mesum!" Teriak Aisyah.Faiz terkekeh geli, "Kan sama istri sendiri, gak papa dong. Kalau sama istri tetangga baru, apa-apa?" ucap Faiz sambil mendekati Aisyah."No-no, Aisyah masih kecil gini mau dihamilin. Aisyah masih mau main berdua aja sama kak Faiz, nggak mau ada debay dulu!" ucap Aisyah.Faiz kembali berucap, "Tapi kalau ada debay, kan mainnya jadi rame. Kamu nggak sendirian kok, Humairaku. Kamu bisa ngurus bareng-bareng.""Aisyah belum siap," ucap Aisyah, berdiri meninggalkan Faiz. Faiz menatap kepergian Aisyah, bertanya-tanya apakah dia terlalu memaksanya.Faiz bangkit dari duduknya dan memeluk Aisyah dari belakang, berkata, "Maafkan aku, Humairaku. Maafkan aku yang terlalu memaksa kamu." Faiz mencium pipi Aisyah berkali-kali.Aisyah menatap Faiz lalu berucap, "Aku yang minta maaf belum bisa memberikan hak kak Faiz sebagai suami Aisyah, tapi jujur, Aisyah benar-benar belum siap untuk melakukan itu."Faiz mengangguk, "Baiklah, Humairaku. Aku akan menunggu sampai kamu siap." Mereka memeluk erat satu sama lain."Yaudah, yuk kita beres-beres memasukkan pakaian kita ke dalam lemari," ucap Faiz lembut, diangguki oleh Aisyah.Merekapun merapikan lemari pakaian bersama, dan seperti perempuan pada umumnya, tiba-tiba Aisyah bertanya, "Kak Faiz, kak Faiz""Hmm? Ada apa Humairaku?."Aisyah bertanya ngawur, "Kalau Aisyah jadi cacing, kak Faiz tetep nikahin Aisyah gak?"Faiz sedikit tidak percaya dengan pertanyaan Aisyah, "Astagfirullah, Aisyah, bagaimana bisa kamu jadi cacing?"Aisyah menjawab, "Kan seumpama kak Faiz!"Faiz berpikir sejenak, "Nggak dong, Humairaku. Karena hewan dan manusia itu tidak bisa menikah.""Ihhh, berarti kak Faiz nggak cinta sama Aisyah, nggak sayang Aisyah!" kesal Aisyah, naik di tempat tidur menutupi tubuhnya.Faiz melihat tingkah Aisyah, mengangkat alisnya. "Aku salah ya?" ucapnya pada dirinya sendiri, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Karena Faiz tidak terlalu mengerti soal wanita, ia segera membuka G****e dan bertanya, "Apa yang harus suami lakukan ketika istri ngambek?" Muncullah beberapa saran dari G****e. "Oh, ternyata cewek kalau ngambek maunya dimanja, dibelikan jajan tanpa menanyakan apa yang dia inginkan. Rumit juga ya?" gumam Faiz.Faiz mendekati Aisyah yang menutupi tubuhnya dengan selimut, lalu berkata, "Humairaku, kata G****e, kalau perempuan lagi ngambek, itu maunya dimanja kan ya? Sini, aku manjain kamu," ucap Faiz menoleh-noel Aisyah dari luar selimut.Sementara dalam hati, Aisyah menahan tawanya, berpikir, "Kak Faiz ini ada-ada aja, sampai nyari ke G****e segala, hahaha."Tidak melihat tanda-tanda Aisyah akan keluar dari selimutnya, Faiz berkata, "Yuk, kita jajan keluar bebas, Humairaku. Mau apa aja, aku beliin," ucap Faiz.Tidak lama kemudian, kepala Aisyah keluar dari selimut, bertanya, "Beneran? Tentu saja, asalkan kamu nggak ngambek lagi. Aku nggak bisa dicuekin oleh kamu," ucap Faiz tulus.Aisyah segera bangkit, merapikan rambutnya, dan berkata, "Udah deh, cantik!" sambil berputar di depan cermin.Faiz memegang pundak Aisyah, menatap matanya, lalu berkata, "Emm, Aisyah, maaf tapi bolehkah kamu mengenakan hijab? Kita mau keluar rumah," ucap Faiz lembut."Aisyah mau tampil jadi diri Aisyah sendiri," ucap Aisyah menatap Faiz.Faiz memujinya, "Menjadi diri sendiri memang bagus, tapi alangkah lebih bagusnya ketika kita menjadikan diri kita sesuai keinginan Allah. Jadi, Aisyah maukan?" ucap Faiz membujuk.Aisyah setuju, kemudian mencari jilbab yang dibelikan Faiz. Mereka pun segera keluar untuk jajan.Saat tengah berbelanja, Aisyah asyik memilih jajanan tanpa sadar telah melupakan Faiz dan melangkah sangat jauh. Aisyah mencari Faiz namun lupa membawa hp dan tidak membawa uang."Aduh, kak Faiz ninggalin aku ya? Gara-gara aku ngambek tadi? Huhu, aku harus bagaimana?" ucap Aisyah mulai berkaca-kaca.Di sisi lain, Faiz panik mencari Aisyah, "Aisyah, kamu dimana? Apakah dia masih ngambek ya? Kamu dimana sih?" ucap Faiz panik.Faiz kemudian menelpon uminya, "Halo umi, Aisyah hilang. Faiz lagi nemenin Aisyah nyari jajanan tapi tiba-tiba Aisyah hilang dari pandangan Faiz," ucap Faiz dengan suara gemetar.Uminya panik, "Kamu kok bisa sampai kehilangan Aisyah sih!! Kalau ada apa-apa sama Aisyah, bagaimana?" ucap uminya panik."Abi! Ayoo, kita kerumah Faiz sekarang! Aisyah hilang, abi, Aisyah hilang," ucap uminya teriak. "Faizz, cari Aisyah sampai ketemu. Kalau sampai ada apa-apa, Abi bakalan sangat marah kepadamu!" ucap abinya tegas.Faiz segera menutup panggilan. Sementara itu, Aisyah mencari arah pulang dan melihat pengamen di pinggir jalan. "Om om!! Aisyah minjem uang dong, Aisyah ngga punya uang untuk pulang. Nanti Aisyah balikin deh, janji!" ucap Aisyah memohon.Pengamen itu berkata, "Lah, kalau saya kasih, Eneng saya apa dong? Saya aja belom makan ini."Aisyah melirik tangannya yang terisi beberapa kantong jajanan yang sudah dibelinya, "Bagaimana kalau om ambil makanan Aisyah, terus Aisyah ambil uang om untuk pulang, bolehkan?" ucap Aisyah dengan mata berkaca-kaca."Yaudah deh, neng, jangan nangis dong di depan saya. Ini duit cuma 25.000, semoga Eneng sampai rumah dengan selamat ya," ucap pengamen itu.Aisyah pun menaiki angkutan umum, memberitahu alamat rumahnya. Namun, saat mobil angkutan umum itu melintas di jalan yang sangat gelap, Aisyah menjadi takut, melihat sekelilingnya hanya pepohonan yang tidak dikenalnya sebelumnya."Om, ini bukan jalan ke rumah Aisyah," ucap Aisyah gemetaran.Supir itu menyeringai di depan, melirik Aisyah dari kaca spion mobil. "Haha, kamu terlalu disayangkan untuk diantar pulang. Bukankah lebih baik kamu menjadi milikku saja?" ucapnya dengan suara yang menakutkan bagi Aisyah."Ayo, turunkan Aisyah di sini saja! Aisyah mau turun!" teriak Aisyah. "Haha, saya tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja. Kapan lagi saya bisa mendapatkan gadis cantik seperti kamu?" ucap supir itu, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Aisyah mulai menangis, "Om, tolong, tolong lepaskan Aisyah! Aisyah nggak mau ikut sama om!""Teriak saja sepuasmu, tidak satupun orang di sini, hanya ada saya dan dirimu. Tahukan apa yang akan terjadi selanjutnya?" ucap sopir itu dengan senyum jahatnya.Sementara Faiz masih keliling mencari Aisyah dan menemukan pengamen yang dijumpai Aisyah. "Maaf pak, apakah bapak melihat gadis ini?" ucap Faiz, memperlihatkan foto Aisyah."Oh, dia tadi minta uang sama saya, katanya mau pulang tapi nggak punya uang. Sekarang dia naik angkutan umum arah sana," ucap pengamen itu, menunjuk arah yang jelas berbeda dari arah rumah mereka."Astagfirullah, Aisyah, istri saya bukan dibawa ke arah rumah saya," ucap Faiz panik, segera berlalu meninggalkan pengamen itu, dan menancapkan gas mobil dengan kecepatan tinggi."Aisyah, kamu di mana?" ucap Faiz, air matanya tidak terbendung lagi, berusaha merapalkan doa-doa."Ya Allah, lindungilah istri hamba. Jalan ini begitu gelap, hanya ada pepohonan dan jurang. Ya Allah, hamba sangat takut akan terjadi apa-apa sama istri saya," ucap Faiz.Faiz tidak melihat tanda-tanda apapun, sampai ketika jalan yang sedikit berlumpur memberikan tanda jejak mobil. "Ya Allah, apakah mungkin ini jejak mobil yang ditumpangi Aisyah?" ucap Faiz dengan suara gemetar, mengikuti jejak mobil itu."Om, kalau om tidak hentikan mobil ini, Aisyah akan melompat!" ucap Aisyah putus asa, dengan air mata di pipinya."Lompat saja kalau kamu berani. Saya beritahu di bawah sana hanya ada jurang. Kamu bisa mati!" ucap supir itu."Lebih baik saya mati daripada harus bersama om!" Tanpa pikir panjang, Aisyah melompat dari mobil itu dan..."Sial! Wanita sok jual mahal!" ucap sopir itu sambil menghentikan mobilnya. Dengan penuh amarah, ia memukul setir mobil dan segera turun. Ia melihat Aisyah bergelantungan di ranting pohon di tepi jurang."Haha! Aku pikir kamu mau mati, lalu kenapa kamu bergantungan di sana?" ucap sopir itu sambil tertawa sinis."Saya akan bertahan. Saya yakin suami saya dapat menemukanku," jawab Aisyah yang bergelantungan di tepi jurang."Oh, ternyata kamu sudah menikah? Saya akan menolongmu agar tidak jatuh ke jurang, asalkan kamu mau menghabiskan malam ini bersamaku," ucap sopir itu sambil mulai meraih tangan Aisyah."Tidak! Saya tidak mau disentuh oleh orang sepertimu! Lebih baik saya mati di sini daripada menghabiskan waktu bersamamu!" ucap Aisyah dengan penuh kemarahan.Ucapan Aisyah membuat sopir itu marah. "Aku tahu kamu cantik, tapi kamu terlalu jual mahal. Aku akan menarikmu keluar dari sana," ucapnya sambil mulai menarik keras tangan Aisyah."Lepaskan aku!! Lepas!" teriak Aisyah penuh amarah
Lengan Umi Fatimah digigit oleh binatang buas itu karena menyelamatkan Aisyah. Namun dengan segera, polisi yang berada di sana menembak bertubi-tubi hewan buas itu.Aisyah berteriak histeris, "Maafkan Aisyah, Umi! Gara-gara Umi menyelamatkan Aisyah, Umi yang terluka," ucap Aisyah sambil menangis tersedu-sedu. Kemudian, Umi Fatimah menggeleng kepalanya, "Nggak sayang, ini bukan salah Aisyah. Jangan merasa bersalah. Coba Aisyah pikir, orang tua mana yang tega melihat anaknya terluka? Hmm?" ucap Umi Fatimah lembut sambil menahan kesakitannya.Setelah serangan polisi kepada hewan-hewan itu, akhirnya mereka bisa meninggalkan jurang tersebut. Umi Fatimah dibawa ke rumah sakit, sedangkan sopir tadi dibawa ke kantor polisi. Faiz melajukan mobilnya dengan kecepatan agak cepat untuk segera sampai ke rumah sakit.Setelah sampai, Abi Faizal berteriak, "Tolong! Di sini ada keadaan darurat!! Umi Fatimah, Faiz, dan Aisyah segera dibawa ke ruangan mereka untuk melakukan pemeriksaan, sedangkan Abi Fai
Suara azan subuh berkumandang membangunkan Faiz dan Aisyah yang masih setengah sadar. “Aaaa!” jerit Aisyah saat melihat pakaian mereka berdua berserakan di lantai. "Apa yang terjadi, Humairaku?" tanya Faiz kebingungan sambil menatap wajah Aisyah. "Ada apa?" "Ihhh, Kak Faiz, ngapain unboxing, sih?" ucap Aisyah kesal sambil menatap Faiz. "Maaf, Humairaku," ucap Faiz merasa bersalah. Aisyah memalingkan wajahnya dan hendak turun dari kasur, namun merasakan sakit di area tubuhnya. "Aduh, sakit banget," keluh Aisyah. "Yang mana yang sakit, Humairaku? Apakah ada yang bisa aku bantu?" tanya Faiz. "Tahu ahh!" Aisyah mengerucutkan bibirnya. Faiz mendekat dan mengelus lembut rambut Aisyah, lalu mencium singkat. "Maaf ya, Humairaku. Lain kali aku nggak bakal minta jatah, sampai kamu sendiri yang memutuskan untuk memberikannya," ucap Faiz sambil memasang wajah sedih dan memeluk Aisyah. "Hmm," jawab Aisyah singkat. "Yuk, aku bantu ke kamar mandi, habis itu kita sholat bareng ya?" uc
"Happ" Faiz berhasil menangkap Aisyah, "Sayang, aku sudah bilang pegangan yang erat, kamu jadi jatuh," ucap Faiz dengan khawatir. Aisyah tersenyum, "Hehe, maaf ya, Pak Suami, Aisyah terlalu senang sehingga lupa pegangan," ucap Aisyah sambil nyengir. "Iya, tapi lain kali hati-hati ya. Aku tidak mau melihat kamu sampai terluka lagi, oke?" ucap Faiz sambil menurunkan Aisyah dari gendongannya. "Iyaa, Aisyah akan lebih hati-hati," jawab Aisyah sambil tersenyum pada Faiz. Faiz mengelus kepala Aisyah, "Baiklah, sekarang mau main apa lagi?" tanya Faiz. Aisyah memikirkan sambil melihat sekeliling. "Aku mau makan es krim itu," tunjuk Aisyah, "tapi sepertinya Aisyah sudah menghabiskan banyak uang ya? Kita pulang saja," ucap Aisyah merasa tidak enak meminta lagi kepada Faiz. Faiz memegang wajah Aisyah, "Sayang, jika aku bisa membuatmu bahagia, rezeki akan selalu mengalir. Selama aku punya uang, jangan khawatir, beli saja apa yang kamu inginkan, oke?" ucap Faiz dengan lembut. Aisyah mengang
"Apa yang harus aku lakukan? Kuliah atau kerja?"Aisyah menatap ibunya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Pikirannya berkecamuk. Semenjak ibunya harus mendapatkan perawatan intens di rumah sakit, ia jadi bingung menentukan masa depannya."Jika aku kuliah, dari mana aku akan mendapatkan biaya yang begitu besar, belum lagi uang untuk pengobatan ibu," pikiran Aisyah kembali berisik. "Tapi jika aku bekerja, bagaimana dengan cita-citaku?"Andaikan saja ayahnya masih di sini, Aisyah tidak akan merasa sendirian seperti ini. Sebagai anak tunggal dan seorang yatim, satu-satunya teman Aisyah adalah sang ibu. Dia menghapus air matanya, mengingat betapa cerianya ibunya dahulu, yang selalu memberikan kasih sayang setiap hari. Namun, kini, dia hanya bisa menyaksikan ibunya terbaring lemah tak berdaya."Ibu, jujur, Aisyah tidak bisa jauh dari Ibu. Aisyah harus bagaimana? Aisyah tidak bisa berbuat apa-apa selain mendoakan ibu yang terbaik." gumamnya, suara lembutnya pecah di ruangan yang su
Aisyah yang kebingungan, untuk menjawab pertanyaan dari ibunya kemudian berucap, "Ibu, bolehkah Aisyah bicara berdua dengannya?" ucap Aisyah mengalihkan matanya menatap Faiz.Kemudian Umi Fatimah menjawab, "Boleh dong, Sayang. Silahkan," ucapnya tersenyum. "Aisyah, ibu harap kamu mengambil keputusan yang tepat ya? Dan ibu mohon pertimbangkan perjodohan ini.""Nak, ibu yakin Nak Faiz yang terbaik untukmu. Ibu harap Aisyah menerima perjodohan ini, agar ketika ibu meninggalkanmu, ibu merasa tenang," ucap ibunya menatap serius Aisyah.Aisyah merasa terjepit dalam sebuah pilihan yang sulit. Di satu sisi, dia merasa perlu untuk memenuhi keinginan ibunya, tetapi di sisi lain, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri."Faiz, Aisyah, Umi mengerti bahwa ini adalah keputusan besar yang harus dibuat. Tapi percayalah, kami hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian berdua," ucap Umi Fatimah dengan suara lembut, mencoba meredakan ketegangan yang terasa di udara.Faiz mengangguk, menco
"Hah? Beneran, Aisyah? Kamu terima?" ucap Faiz bertanya dengan penuh antusias."Iyaa, aku terima," ucap Aisyah sedikit tersenyum."Terimakasih, Aisyah. Terimakasih sudah mau menerima perjodohan ini," ucap Faiz, nampak begitu senang.Aisyah juga senang, namun karena gengsinya, ia berbalik meninggalkan Faiz. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum, dan hatinya berdebar-debar sangat kencang."Aduuh, apa ini? Namanya baper ya?" ucap Aisyah karena untuk pertama kalinya dia merasakan hal semacam ini.Melihat kepergian Aisyah, Faiz berteriak, "Calon istriku mau kemana?" teriak Faiz sedikit menggoda Aisyah.Aisyah berbalik, "Ihhh, Faizz! Apasiih!" ucap Aisyah mengulum senyumnya malu tauu!! Pipinya merona mendengar ucapan Faiz.Melihat tingkah Aisyah, Faiz bergumam, "Aku tidak menyangka bahwa takdirku akan menikahi gadis kecil seperti Aisyah. Aku tidak sabar menantikan melewati hari-hari bersamanya," gumamnya sambil tersenyum.Melihat Faiz tersenyum sendiri, Aisyah berkata, "Kamu kenapa senyum-s
Hari pernikahan mereka pun tiba. Aisyah duduk tengah di kursi make up, didampingi oleh ibunya. Di hari pernikahannya, Aisyah mengenakan hijab.“Waah, Aisyah, kamu cantik sekali. Kamu adalah klien tercantik yang pernah aku make up,” ucap MUA itu kepada Aisyah.“Terimakasih ya,” ucap Aisyah tersipu. “Memang betul, anak ibu ini sangatlah cantik,” ucap ibunya bangga.Aisyah berdiri di depan cermin, hatinya berdebar kencang, merasakan campuran gugup dan kebahagiaan. Kemudian, ibunya memanggilnya untuk duduk di hadapannya. Aisyah tersenyum sambil menatap mata ibunya dengan penuh kasih.Ibu memperhatikan wajah Aisyah dengan cermat. “Nak, ibu sangat bahagia bisa melihatmu menikah hari ini,” ucap ibunya sambil berkaca-kaca.Aisyah mengangguk menahan tangisannya. “Aisyah juga senang, ibu. Ibu bisa melihat Aisyah menikah,” ucap Aisyah dengan suara bergetar.Sementara di luar, Faiz merasa agak tegang. Penghulu telah tiba dengan para tamu undangan.Kini Faiz dan penghulu sudah duduk berhadapan, sa