Share

Bab 9 "Jejak Gelap"

Mata Aisyah berbinar-binar saat menatap balon yang tergantung bertuliskan "Selamat Datang di Rumah Kita, Humairaku," serta beberapa karangan bunga berbentuk love.

"Tentu saja untukmu, Humairaku. Kalau bukan kamu, untuk siapa lagi?" ucap Faiz sambil mencium lembut kepala Aisyah.

"Aaaa, kak Faiz, ternyata romantis banget!" ucap Aisyah sambil bergelayut manja di pelukan Faiz. Faiz membalas dengan mengeratkan pelukan mereka.

Detik berikutnya, Aisyah merenggangkan pelukan mereka dan matanya tertuju pada sebuah kotak besar yang sangat indah. Aisyah menunjuk ke arah kotak itu lalu bertanya, "Kalau yang itu untuk Aisyah juga?" Faiz menjawab, "Yap, betul. Itu juga milikmu, Humairaku."

Aisyah segera berlari kecil dengan antusias membuka kotak tersebut dan... sebuah boneka menyembul keluar dari kotak itu. Di tangan boneka itu bertuliskan, "Humairaku, bolehkah aku unboxing kamu hari ini? Heheh (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡"

Aisyah terdiam, memeluk tubuhnya sambil menatap wajah Faiz, lalu berucap, "Ihhh, kak Faiz, mah mesum!" Teriak Aisyah.

Faiz terkekeh geli, "Kan sama istri sendiri, gak papa dong. Kalau sama istri tetangga baru, apa-apa?" ucap Faiz sambil mendekati Aisyah.

"No-no, Aisyah masih kecil gini mau dihamilin. Aisyah masih mau main berdua aja sama kak Faiz, nggak mau ada debay dulu!" ucap Aisyah.

Faiz kembali berucap, "Tapi kalau ada debay, kan mainnya jadi rame. Kamu nggak sendirian kok, Humairaku. Kamu bisa ngurus bareng-bareng."

"Aisyah belum siap," ucap Aisyah, berdiri meninggalkan Faiz. Faiz menatap kepergian Aisyah, bertanya-tanya apakah dia terlalu memaksanya.

Faiz bangkit dari duduknya dan memeluk Aisyah dari belakang, berkata, "Maafkan aku, Humairaku. Maafkan aku yang terlalu memaksa kamu." Faiz mencium pipi Aisyah berkali-kali.

Aisyah menatap Faiz lalu berucap, "Aku yang minta maaf belum bisa memberikan hak kak Faiz sebagai suami Aisyah, tapi jujur, Aisyah benar-benar belum siap untuk melakukan itu."

Faiz mengangguk, "Baiklah, Humairaku. Aku akan menunggu sampai kamu siap." Mereka memeluk erat satu sama lain.

"Yaudah, yuk kita beres-beres memasukkan pakaian kita ke dalam lemari," ucap Faiz lembut, diangguki oleh Aisyah.

Merekapun merapikan lemari pakaian bersama, dan seperti perempuan pada umumnya, tiba-tiba Aisyah bertanya, "Kak Faiz, kak Faiz"

"Hmm? Ada apa Humairaku?."

Aisyah bertanya ngawur, "Kalau Aisyah jadi cacing, kak Faiz tetep nikahin Aisyah gak?"

Faiz sedikit tidak percaya dengan pertanyaan Aisyah, "Astagfirullah, Aisyah, bagaimana bisa kamu jadi cacing?"

Aisyah menjawab, "Kan seumpama kak Faiz!"

Faiz berpikir sejenak, "Nggak dong, Humairaku. Karena hewan dan manusia itu tidak bisa menikah."

"Ihhh, berarti kak Faiz nggak cinta sama Aisyah, nggak sayang Aisyah!" kesal Aisyah, naik di tempat tidur menutupi tubuhnya.

Faiz melihat tingkah Aisyah, mengangkat alisnya. "Aku salah ya?" ucapnya pada dirinya sendiri, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Karena Faiz tidak terlalu mengerti soal wanita, ia segera membuka G****e dan bertanya, "Apa yang harus suami lakukan ketika istri ngambek?" Muncullah beberapa saran dari G****e. "Oh, ternyata cewek kalau ngambek maunya dimanja, dibelikan jajan tanpa menanyakan apa yang dia inginkan. Rumit juga ya?" gumam Faiz.

Faiz mendekati Aisyah yang menutupi tubuhnya dengan selimut, lalu berkata, "Humairaku, kata G****e, kalau perempuan lagi ngambek, itu maunya dimanja kan ya? Sini, aku manjain kamu," ucap Faiz menoleh-noel Aisyah dari luar selimut.

Sementara dalam hati, Aisyah menahan tawanya, berpikir, "Kak Faiz ini ada-ada aja, sampai nyari ke G****e segala, hahaha."

Tidak melihat tanda-tanda Aisyah akan keluar dari selimutnya, Faiz berkata, "Yuk, kita jajan keluar bebas, Humairaku. Mau apa aja, aku beliin," ucap Faiz.

Tidak lama kemudian, kepala Aisyah keluar dari selimut, bertanya, "Beneran? Tentu saja, asalkan kamu nggak ngambek lagi. Aku nggak bisa dicuekin oleh kamu," ucap Faiz tulus.

Aisyah segera bangkit, merapikan rambutnya, dan berkata, "Udah deh, cantik!" sambil berputar di depan cermin.

Faiz memegang pundak Aisyah, menatap matanya, lalu berkata, "Emm, Aisyah, maaf tapi bolehkah kamu mengenakan hijab? Kita mau keluar rumah," ucap Faiz lembut.

"Aisyah mau tampil jadi diri Aisyah sendiri," ucap Aisyah menatap Faiz.

Faiz memujinya, "Menjadi diri sendiri memang bagus, tapi alangkah lebih bagusnya ketika kita menjadikan diri kita sesuai keinginan Allah. Jadi, Aisyah maukan?" ucap Faiz membujuk.

Aisyah setuju, kemudian mencari jilbab yang dibelikan Faiz. Mereka pun segera keluar untuk jajan.

Saat tengah berbelanja, Aisyah asyik memilih jajanan tanpa sadar telah melupakan Faiz dan melangkah sangat jauh. Aisyah mencari Faiz namun lupa membawa hp dan tidak membawa uang.

"Aduh, kak Faiz ninggalin aku ya? Gara-gara aku ngambek tadi? Huhu, aku harus bagaimana?" ucap Aisyah mulai berkaca-kaca.

Di sisi lain, Faiz panik mencari Aisyah, "Aisyah, kamu dimana? Apakah dia masih ngambek ya? Kamu dimana sih?" ucap Faiz panik.

Faiz kemudian menelpon uminya, "Halo umi, Aisyah hilang. Faiz lagi nemenin Aisyah nyari jajanan tapi tiba-tiba Aisyah hilang dari pandangan Faiz," ucap Faiz dengan suara gemetar.

Uminya panik, "Kamu kok bisa sampai kehilangan Aisyah sih!! Kalau ada apa-apa sama Aisyah, bagaimana?" ucap uminya panik.

"Abi! Ayoo, kita kerumah Faiz sekarang! Aisyah hilang, abi, Aisyah hilang," ucap uminya teriak. "Faizz, cari Aisyah sampai ketemu. Kalau sampai ada apa-apa, Abi bakalan sangat marah kepadamu!" ucap abinya tegas.

Faiz segera menutup panggilan. Sementara itu, Aisyah mencari arah pulang dan melihat pengamen di pinggir jalan. "Om om!! Aisyah minjem uang dong, Aisyah ngga punya uang untuk pulang. Nanti Aisyah balikin deh, janji!" ucap Aisyah memohon.

Pengamen itu berkata, "Lah, kalau saya kasih, Eneng saya apa dong? Saya aja belom makan ini."

Aisyah melirik tangannya yang terisi beberapa kantong jajanan yang sudah dibelinya, "Bagaimana kalau om ambil makanan Aisyah, terus Aisyah ambil uang om untuk pulang, bolehkan?" ucap Aisyah dengan mata berkaca-kaca.

"Yaudah deh, neng, jangan nangis dong di depan saya. Ini duit cuma 25.000, semoga Eneng sampai rumah dengan selamat ya," ucap pengamen itu.

Aisyah pun menaiki angkutan umum, memberitahu alamat rumahnya. Namun, saat mobil angkutan umum itu melintas di jalan yang sangat gelap, Aisyah menjadi takut, melihat sekelilingnya hanya pepohonan yang tidak dikenalnya sebelumnya.

"Om, ini bukan jalan ke rumah Aisyah," ucap Aisyah gemetaran.

Supir itu menyeringai di depan, melirik Aisyah dari kaca spion mobil. "Haha, kamu terlalu disayangkan untuk diantar pulang. Bukankah lebih baik kamu menjadi milikku saja?" ucapnya dengan suara yang menakutkan bagi Aisyah.

"Ayo, turunkan Aisyah di sini saja! Aisyah mau turun!" teriak Aisyah. "Haha, saya tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja. Kapan lagi saya bisa mendapatkan gadis cantik seperti kamu?" ucap supir itu, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Aisyah mulai menangis, "Om, tolong, tolong lepaskan Aisyah! Aisyah nggak mau ikut sama om!"

"Teriak saja sepuasmu, tidak satupun orang di sini, hanya ada saya dan dirimu. Tahukan apa yang akan terjadi selanjutnya?" ucap sopir itu dengan senyum jahatnya.

Sementara Faiz masih keliling mencari Aisyah dan menemukan pengamen yang dijumpai Aisyah. "Maaf pak, apakah bapak melihat gadis ini?" ucap Faiz, memperlihatkan foto Aisyah.

"Oh, dia tadi minta uang sama saya, katanya mau pulang tapi nggak punya uang. Sekarang dia naik angkutan umum arah sana," ucap pengamen itu, menunjuk arah yang jelas berbeda dari arah rumah mereka.

"Astagfirullah, Aisyah, istri saya bukan dibawa ke arah rumah saya," ucap Faiz panik, segera berlalu meninggalkan pengamen itu, dan menancapkan gas mobil dengan kecepatan tinggi.

"Aisyah, kamu di mana?" ucap Faiz, air matanya tidak terbendung lagi, berusaha merapalkan doa-doa.

"Ya Allah, lindungilah istri hamba. Jalan ini begitu gelap, hanya ada pepohonan dan jurang. Ya Allah, hamba sangat takut akan terjadi apa-apa sama istri saya," ucap Faiz.

Faiz tidak melihat tanda-tanda apapun, sampai ketika jalan yang sedikit berlumpur memberikan tanda jejak mobil. "Ya Allah, apakah mungkin ini jejak mobil yang ditumpangi Aisyah?" ucap Faiz dengan suara gemetar, mengikuti jejak mobil itu.

"Om, kalau om tidak hentikan mobil ini, Aisyah akan melompat!" ucap Aisyah putus asa, dengan air mata di pipinya.

"Lompat saja kalau kamu berani. Saya beritahu di bawah sana hanya ada jurang. Kamu bisa mati!" ucap supir itu.

"Lebih baik saya mati daripada harus bersama om!" Tanpa pikir panjang, Aisyah melompat dari mobil itu dan...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status