Share

3. Hukuman

"Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te

rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam.

DEGH!

Seketika tubuh gadis itu membeku di tempat dengan mata yang membola sempurna, saat melihat siapa sosok yang selalu membuatnya ketakutan.

"A-ampun, Bu! Ma-maafkan, Berli!" pinta Berli lirih. Kini tubuh gadis itu bergetar karena tatapan mematikan dari Ibunya.

Melalui sorot matanya yang tajam sosok wanita paruh baya yang bernama Lusiana, selalu menjadi sosok yang sangat menakutkan untuk gadis cantik itu.

Bagaimana tidak?

Setiap kali Berli pulang terlambat atau tidak memberikan dia uang. Pasti gadis malang itu akan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi.

Seperti halnya yang sudah terjadi saat Berli pulang tidak membawa hasil apapun. Tepat di saat itu juga Berli mendapatkan pukulan dari rotan, bahkan terkadang dia sama sekali tidak diberikan makan.

Dan lebih parahnya lagi, setelah disiksa oleh Lusi. Berli harus tidur di luar rumah tanpa alas tidur sama sekali. Sangat malang bukan nasibnya?

Namun, apa yang dilakukan oleh Lusi dan Berta, kakak Berli. Sama sekali tidak membuat gadis itu membenci atau memiliki dendam kepada mereka.

Sungguh gadis cantik berhati malaikat yang sangat langka untuk ditemukan. Mungkin jika orang lain yang merasakannya, pasti mereka memilih pergi dari rumah itu dan hidup seorang diri.

"Ada apa sih, Bu? Ini sudah malam lho. Bisa tidak sih tidak ribut sehari saja." celetuk Berta yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Lihatlah jalaang kecil ini, Sayang! Dan lihatlah jam berapa sekarang? Apakah pantas jika seorang gadis pulang tengah malam, kalau bukan menjajakan diri terlebih dahulu?" timpal Lusi sambil menatap sinis ke arah Berli berada.

"Tidak, Bu, Kak. Percayalah! Aku tidak mungkin melakukan hal serendah itu. Dan aku malam ini pulang terlambat karena--"

Plok... Plok... Plok...

"Ckk!! Sudah pandai berkilah ternyata sekarang kamu, Berli? Waw! Sandiwara yang bagus sekali." potong Berta disertai dengan tepuk tangan.

Dengan cepat Berli menggelengkan kepalanya. Setiap ucapan yang dikeluarkan oleh gadis itu sama sekali tidak pernah dihiraukan oleh kedua wanita beda usia itu.

"Mana hasil kamu hari ini? Besok Ibu mau bayar hutang kepada Juragan Anton." cetus Lusi sambil mengulurkan tangannya ke arah Berli.

GLEK!

Dengan susah payahnya Berli menelan ludah yang tercekat di tenggorokan. Kini rasa takut pun semakin menyelimutinya.

"Ma-af, Bu! Hari ini aku sama sekali tidak mendapatkan uang. Karena barang-barang bekas hari ini menjadi rebutan beberapa orang yang ikut memulung, Bu. Bahkan persaingannya semakin ketat." jelas Berli sambil meremas ujung bajunya.

"Bodooh! Dasar gadis tidak berguna! Pembawa sial! Kalau bukan karena kamu, mungkin suamiku saat ini masih ada dan hidup kita tidak akan sesengsara ini!" hardik Lusi.

Kata-kata pedas yang selalu dilontarkan oleh wanita paruh baya itu selalu menusuk ke relung hati gadis cantik itu. Namun, sayangnya gadis itu sudah kebal dan menulikan pendengarannya.

"Maafkan Berli, Bu! Berli berjanji! Besok Berli akan bekerja lebih keras lagi agar bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Tetapi Berli mohon! Izinkan Berli untuk beristirahat malam ini!" mohon Berli lirih.

"Baiklah. Malam ini kamu aku bebaskan dari hukumanmu. Tetapi ingat! Besok kamu harus membawa uang yang lebih banyak dari kemarin. Kalau tidak! Kamu akan aku jadikan jaminan untuk membayar semua hutang-hutang ku kepada Juragan Anton!"

BRAK!

Setelah mengatakan hal itu, Lusi langsung menutup pintu tersebut dengan keras sehingga membuat gadis malang itu terlonjak dan terkejut.

"Astaghfirullahal'adzim!"

"Kamu harus bersyukur, Berli! Karena malam ini kamu terhindar dari hukuman mereka. Ya, meskipun kamu harus tidur lagi diluar tanpa menggunakan alas sekalipun." gumam Berli lirih.

Gadis malang itu kini mulai meringkuk di depan pintu sambil menatap gelapnya malam. Berharap jika esok akan menjadi hari baik untuknya.

Meskipun dia sering diperlakukan tidak adil kepada Ibunya, tetapi dia berlapang dada untuk menerima perlakuan tidak manusiawi itu.

Pernah beberapa tetangga yang merasa iba dan tidak tega melihat kesengsaraan gadis malang itu, mereka menawarkan untuk menampungnya.

Namun, gadis itu selalu menolaknya dengan alasan bahwa mereka adalah keluarga yang dia miliki saat ini. Jadi bagaimana pun mereka memperlakukannya, gadis itu selalu akan berada di sisi mereka.

"Maaf, Pak, Bu! Bukan maksud saya untuk menolak kebaikan kalian. Tetapi bagaimanapun mereka memperlakukan saya, mereka adalah keluarga yang sangat berjasa di dalam hidup saya."

Kata-kata mutiara dan bijaksana yang dilontarkan oleh gadis belia yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.

Orang-orang pun juga sangat kagum dengan kegigihan dan keuletan gadis remaja itu. Bahkan di usianya yang masih terbilang sangat muda, sudah bekerja keras untuk menjadi tulang punggung keluarganya.

"Ayah, temani Berli malam ini! Peluk Berli, Yah! Berli kedinginan." ucap Berli lirih.

Kini udara dingin pun menerobos masuk ke dalam tubuhnya yang sudah sangat kedinginan. Bahkan saat ini dia juga masih menggunakan baju yang basah itu, karena Lusi dan Berta sama sekali tidak mengizinkannya untuk masuk ke dalam rumah.

Apa boleh buat?

Mau tidak mau, gadis malam itu harus menikmati dinginnya malam yang menusuk hingga ke tulang-tulangnya.

"Kamu kuat, Berli! Kamu bisa!" ucap lirih Berli sambil menguatkan dirinya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status