Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya.
Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk..... Tokkk...... Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut. "Heumm......" Luna menolehkan kepalanya. "Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna. Bukan karena tidak mau hanya saja Jaya tak sempat. Bila harus menunggu istri kecilnya itu memasak. "Iya" mengangguk pelan. Melanjutkan menjemur bajunya dan suaminya. Flashback Off. "Iya! Aku memang bilang iya boleh dimakan! Tapi bukan berarti abang boleh habiskan juga rendangku! Kalau begini aku mau makan pakai apa? Gak sedikit loh abang habiskan rendang ku! " Omel Luna yang merasa kesal dengan suami dadakannya. Huffff.......... Jaya menghela nafasnya panjang. "Kamu kan bisa masak lagi, Luna! Biasanya juga kamu paling suka makan pakai telur mata sapi." Jawab Jaya yang mengingat perkataan ibu mertuanya. Meski ibu mertuanya memasak rendang/opor di rumahnya. Luna kerap kali makan dengan telur mata sapi. Membuat ibu mertuanya jengkel setengah hati dengan tingkah putrinya. "Benarkah boleh makan pakai telur mata sapi?" Tutur Luna sumringah melupakan masalah rendangnya yang sudah raib. "Iya" Cuiinggggg........ Luna menghilang seketika mendengar kata iya dari suaminya. "Syukurlahhh......." gumam Jaya tenang melihat kepergian istrinya. Untung saja ia mengingat kebiasaan-kebiasaan istrinya, yang didapat dari ibu mertua. Jika tidak bisa runyam ia. Baru sedetik Jaya merasakan ketenangan. Istri kecilnya kembali muncul. Kali ini berbeda Luna duduk di atas ranjang di sebelahnya. Seusai mengunci pintu kamar mereka. Mengunyah sebuah apel merah berukuran besar di tangan nya. "Gak jadi makan?" Tanya Jaya berbasa-basi. "Gimana mau makan?! Nasinya aja abang habisin!" Sarkas Luna menatap suaminya tajam. "Kamu masaknya kedikitan sih!" Kata Jaya santai memeriksa berkas hasil penjualan dari peternakan ayam petelurnya. "Apa sedikit? Abang bilang? Setengah kilo beras sedikit!?" Teriak Luna mencak-mencak mendengar kata sedikit keluar dari mulut Jaya. Nasi dari setengah kilogram beras bila di gunakan untuk ia makan. Tentu cukup untuk seharian penuh. "Heummmm........." mengangguk pelan. "DASAR SETANNNN......!!!" Cibir Luna seenak jidatnya. "Apa kamu bilang hah?!" Nadanya dingin tatapannya tajam membela keberanian sang istri. "Enggak! Enggak ada!" Menggeleng pelan, nyali nya menciut seketika. "Berani yah, kamu sama saya!" Menarik tangan Luna mendekat. Mendekap tubuh Luna ke tubuhnya. Menatap manik matanya dalam seakan mau menggulitinya. Mengakibatkan gadis kecil itu meneguk salivanya kasar akibat ketakutan. "Sorry......banggg......soryyy....." mengeratkan tubuhnya ketakutan. "Apa tadi kamu bilang? Saya setan?" Jaya menyentuh tengkuk Luna dengan ujung jari. Mengusap pelan bibir bawa luna menggunakan ibu jarinya. Mengulangi cibiran sang istri pada nya. Membuat gadis kecil itu merinding ngeri. "Enggakkk.....banggg....enggakk!" Ucap Luna ketakutan, membantah ucapannya sendiri. "Benarkah?" Mendekatkan wajahnya ke wajah sang istri. "Beneran" matanya mulai berair karena takut. Harusnya ia tadi berhati-hati saat berbicara dengan Jaya. Sudah tahu Jaya galak bukan main. Ia malah cari gara-gara. Sudah syukur suaminya mau makan masakkannya. Ia malah berkata yang tidak-tidak. "Tapi tadi aku dengar kamu bilang saya...." Jaya sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya. Supaya gadis kecil dalam dekapannya benar- benar menitihkan air matanya. "Ampun....bangg...ampunn...." Luna menitihkan air matanya, terbata-bata. "Bilang apa hah?!" Bentak Jaya tegas. "Sorryy......luna janji gak bilang gitu lagi" Luna meminta maaf sambil menahan tangisnya sesegukan. "Ya sudah!" Jaya melepaskan dekapan dan cengkeramannya pada tubuh Luna. "Thank you" ucapnya menjauh dari sang suami. Melanjutkan aktivitas mengunyah apelnya yang sempat tertunda. "Hhhkkk......." menatap Luna yang menjauh datar. Entah apa yang ia pikirkan sebenarnya. Azan magrib berkumandang. Jaya bangkit dari posisi duduknya. Melangkah menuju kamar mandi yang ada dikamarnya. Mengambil air wudhu berniat mau melaksana kan shalat magrib. Namun karena melihat istrinya yang masih asyik mengunyah apel sambil bermain ponsel. Jaya mengurungkan niatnya. Menghampiri istri nya mengajak gadis kecil itu melaksanakan ibadah shalat magrib berjamaah. "Gak shalat dulu?" Tanya Jaya pelan dengan melembut-lembutkan suaranya. "Nanti aja" jawab Luna cuek. "Sekarang saja, kita shalat bareng." Ajak Jaya dengan suara yang terdengar di buat-buat. Tentu berkata lemah lembut dan halus bukan gaya Jaya yang tegas dan berwibawa. "Gak mau ih!" Ketus Luna tak sengaja. Lupa bahwa yang ia hadapi adalah Jaya Baya. Pak Dekan galak sejagat raya. "Lunaaa.....!" Suara Jaya mulai meninggi mendapati penolakan dari istrinya. "Gak mau ih bang! Kalau mau shalat magrib, shalat aja sendiri. Luna nanti aja!" Kilah Luna menolak ajakan shalat berjamaah suaminya. Beralasan ia akan melaksanakan shalat magrib nanti. Padahal ia tak akan shalat sama sekali jika suaminya tidak mengguyurnya di pagi hari. "Luna Auliaaa.....!" Kesabaran Jaya mulai menipis. "Ihhhh....abanggg....ihhhhh!!! Di bilangin luna gak mau shalat yah gak mau!" Ucap Luna keceplosan, gagal menyembunyikan kedoknya. "Apa kamu bilang?!" Tatapannya tajam. Kedua tangannya berada di pinggangnya. "Luna gak mau shalat! Luna shalatnya nanti aja!" Kilahnya memperbaiki perkataannya yang salah ucap. "Nanti atau tidak sama sekali?!" Bentak Jaya menggelegar. "Nanti!" Ucap Luna mantap dengan hidung yang kembang kembis. Menandakan bahwa Luna sedang berbohong pada suaminya. "YANG JUJURRRR......!!!!" Bentak. "Iya nanti!" Suara Luna mengecil nyalinya ciut melawan sang suami. "Ayo shalat!" Jaya menarik tangan Luna paksa. Menyebabkan istrinya terjerambab jatuh. "Gak mau! Dingin ih!" Langsung bangkit dari jatuhnya. Menarik tangannya dari cengkraman Jaya. "Dingin atau tidak pernah shalat magrib?!" Jaya mendekatkan tubuhnya ke tubuh sang istri. "Dingin" suara Luna pelan nyaris tak terdengar sangking takutnya. "Tidak pernah shalat magrib kamu yah!? Hayo ngaku saja! Abang tahu kamu bohong yah!" Bentak Jaya mengintrogasi sang istri yang berbelit-belit. "Hehheee......" Luna nyegir kuda tertangkap basah. "Sana wudhu! Kita jama'ah bareng. Abang tunggu!" Menyuruh istrinya mengambil air wudhu. "Dingin tahu..." Luna mengerucutkan bibirnya berharap Jaya akan melepaskannya. "Cepat!!" Bentaknya. "Abang shalat sendiri saja kenapa?" Mencoba menghindar dari kewajibannya. "Luna Auliaaa....." nada di tekan. "Abangg...ihhh....gitu!" Menghentakkan kakinya ke lantai. "LUNAAA....AULIAAA....WUDHUU......!" Menarik tangan Luna ke arah kamar mandi."Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna."Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya."Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan k
Setelah selesai mencuci piring dan membersih kan dapur. Luna kembali ke dalam kamarnya mengambil selimut beserta kedua bantal favoritnya. Duduk disofa ruang keluarga. Menyalakan televisi membuka saluran youtubue melalui televisi pintar di ruang keluarga tersebut. Menonton kartun favoritnya regal academy sambil makan camilan favoritnya buah pear yang renyah. Buhhh..... Jaya duduk di samping istrinya. Memakai kaos kaki dan sepatunya. Bersiap berangkat ke kampus. "Abanggg......!!" Jerit Luna tak suka Jaya duduk di sebelahnya. "Abanggg......" Jaya menirukan suara istrinya yang terdengar lucu menurutnya. Plakkkk........... Luna memukul bahu Jaya sekuat tenaga. Tapi bukannya meringis kesakitan, Jaya malah terkikik meledek istrinya. "Halah pukulan kayak gitu aja di pamerin...ayo pukul lagi kalau bisa" ledek Jaya pada istrinya, merasa pukulan istrinya tak sakit sama sekali. "Abanggggg.......!" Jerit Luna kesal menarik selimutnya. Berbaring diatas sofa sambil memindah siaran t
Oleh sebabnya, Luna tak berani mendrama seperti gadis-gadis novel bila di jodohkan dengan orang tua mereka. Sebab sesungguhnya yang berhutang pada Jaya Baya adalah dirinya sendiri. Karenanya jugalah Luna tak berani mendrama tidak ingin tidur sekamar atau seranjang oleh suaminya. Luna patuh pada keinginan dan otoritas Jaya Baya, suaminya. Karena nyawa dan hidupnya milik Jaya Baya. "Untukmu" Jaya membuyarkan lamunan Luna yang sedang mengenang masa lalu menyakit kan beberapa bulan lalu sembari menscrool aplikasi oren,mengeranjangi barang-barang yang ingin di belinya. Memberikan uang tunai sebesar satu juta rupiah. Melihat kesempatan merubah istrinya menjadi bidadari datang. Awalnya Jaya pikir gadis kecil itu tak tertarik menjadi cantik atau sekadar membeli peralatan kecantikan. Karena istrinya menggunakan uang mahar sebesar 50 juta yang diberikannya untuk membeli emas. Tanpa sepengetahuan dirinya. Nyatanya gadis kecil itu terobsesi menjadi peri kecil di negeri bel. "Buatku?" Menun
"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya. "Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi."LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur."Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fo
Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya. Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk.....Tokkk......Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut."Heumm......" Luna menolehkan kepalanya."Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna.
"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai. "Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya."Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat."Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilka