"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya.
"Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi. "LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........ Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur. "Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fokus pada layar ponselnya. Melihat-lihat produk incarannya di aplikasi oren. "Mau lagi?" Tawar Jaya. "Emangnya boleh?" Luna balik bertanya pada suaminya. Karena setahunya apel fuji memiliki harga yang lumayan mahal. Apalagi apel yang besarnya seukuran di tangannya. Walau Luna tahu Jaya memiliki banyak uang. Luna tetap saja tidak enak hati meminta-minta barang-barang mahal seperti itu. Sebab ia tahu betapa sulitnya Jaya menjalankan bisnis peternakan dan pertanian. Karena kedua orang tuanya juga seorang petani. Meski kedua orang tuanya hanya petani kecil-kecilan. Jika bukan karena ada di kulkas Luna tidak akan berani memintanya. "Tentu saja!" "Benarkah?" Mata Luna berbinar bahagia. "Besok abang bawa dari perkebunan jika luna mau lagi" jawab Jaya memandangi wajah istri nya yang penuh semangat. "Wahhh.....abang punya perkebunan sendiri?" Tebak Luna semangat empat lima. "Heummm......" mengangguk pelan. "Abang hebat bangett....! Kapan-kapan luna boleh ikut gak?" Tanya Luna merangkak menempel pada tubuh Jaya. "Gak boleh!" Larang Jaya tegas. "Isshhh....kenapa gak boleh ikut? Padahal luna pengen banget ikut!" Kata Luna bangkit dari posisi bergulingnya. "Tidak boleh! Yah tidak boleh!" Tukas Jaya dingin, bangkit mengambil laptop dan berkas -berkas penting miliknya. "Ishhh....abang ihh...." ngedumel pelan. "Sudah sana! Jangan ganggu abang!" Usir Jaya pada istrinya. Membuat gadis kecilnya itu merengutkan wajahnya. "Abang mau kerja!" Sambung Jaya dingin melanjutkan pekerjaannya. "Dasar pelit" cibir Luna tapi tak di tanggapi oleh Jaya. Mendapati sang suami tak menanggapinya dan fokus bekerja. Luna menyenderkan tubuh nya pada sandaran dipan (ranjang tidur). Kembali melihat-lihat barang incarannya di oren. Hatinya teriris saat menghitung jumlah uang yang ia miliki. Seratus ribu itu adalah uang yang ia kumpulkan dari uang saku pemberian suaminya Jaya. Rasanya air matanya mengenang di ujung pelupuk matanya. Mengenang kenang pahit yang harus ia telan bulat-bulat. Kenangan bahwa ia harus membuang mimpinya menjadi cantik dan kuliah di negeri ginseng. Kenangan bagaimana ia bisa menikah dengan Jaya dekan yang dikiranya mahasiswa lama. Hari itu Luna pulang dari jakarta ke kampung nya. Menggunakan transportasi umum bus antar pulau. Setelah satu tahun sepuluh bulan bekerja di ibu kota sebagai asisten rumah tangga. Rencananya Luna ingin mempersiapkan diri nya mendaftar beasiswa s1 ke negeri ginseng sembari mempercantik dirinya di rumah. Bermodalkan uang tabungan yang selama ini Luna kumpulkan dari gajinya sebagai asisten rumah tangga. Sayangnya, takdir tidak ada yang tahu. Saat Luna berada di kapal penyebarangan merak bangkaheuni. Luna terjatuh ke laut lepas karena ada orang yang tak sengaja mendorongnya dari belakang. Ketika Luna berjalan berdesak-desakkan masuk ke dalam ruang kabin karena kapal bergoyang/miring akibat ombak laut yang tak stabil. Minimnya camera pengaman menyulitkan pihak kepolisian menemukan siapa pelaku yang mendorong Luna. Menyebabkan kedua orang tua Luna tak dapat menuntut biaya pengobatan kepada pendorong putrinya. Menurut pakar dan pengamat Luna bukannya di dorong secara tak sengaja. Melainkan di dorong dengan perkiraan yang matah. Jika tidak bagaimana bisa Luna jatuh ke laut lepas. Sebab tinggi pembatas dek kapal tidak kurang dari 1,2 meter. Sangat mustahil Luna bisa jatuh ke laut lepas. Andai cuma tak sengaja terdorong. Namun karena minimnya barang bukti. Pihak kepolisian tak dapat menetapkan tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Luna. Bahkan untuk sekadar meminta biaya pengobatan Luna pun tidak ada. Karena memang saat luna jatuh ke laut lepas tidak ada camera pengaman yang merekamnya dengan jelas. Beruntung Luna masih bisa di temukan dan di selamatkan. Mesti tabungan Luna sebesar 70 juta lenyap untuk biaya pengobatannya. Karena Luna mengalami cedera organ dalam yang serius. Tidak sampai disana saja kedua orang tua Luna harus merelakan perkebunan kopi seluas satu hektare milik keduanya. Dan emas seberat seratus gram. Hasil perjuangan keduanya selama bertahun-tahun. Guna mengobati putri mereka yang koma di rumah sakit Jakarta. Rahmat dan Salma juga hampir kehilangan rumah mereka harta terakhir yang keduanya miliki. Demi membangunkan satu-satunya buah hati mereka. Di saat Rahmat ingin pulang kampung menjual harta terakhirnya. Mengumpulkan biaya rumah sakit yang kian membengkak. Rahmat tak sengaja menabrak Jaya Baya di lobby rumah sakit. Mendengar logat keduanya yang mirip. Rahmat dan Jaya menyadari bahwa keduanya berasal dari daerah dan kota yang sama. Dari sanalah Rahmat menceritakan kondisi keluarga kecilnya yang tengah berduka. Atas musibah yang menimpah keluarga mereka. Merasa iba Jaya memutuskan menjenguk Luna barang sejenak. Niatnya Jaya cuma ingin menghibur pak Rahmat sedikit. Entah kenapa ketika melihat Luna yang terbaring lemah di brankar. Jaya merasa pilu di tambah ia mendengar bisik-bisik pak rahmat dan istrinya yang akan menjual rumah demi mengobati putrinya. Jaya merasa semakin pilu dan teriris. Terlebih lagi Jaya tahu meski keduanya menjual harta terakhir mereka. Luna tetap tidak akan bisa bangun. Saat itulah ide gila itu muncul. Bagaimana jika ia menawarkan diri membiayai pengobatan Luna keluar negeri. Tapi dengan syarat jika Luna berhasil sembuh dan bangun. Maka Luna harus menikah dengannya. Kebetulan sekali bukan? Pak Rahmat butuh uang untuk membiayai pengobatan putrinya. Sedangkan Jaya membutuhkan seorang gadis untuk dijadikan istri. Dan Jaya mempunyai banyak uang. Siapa yang tahu keisengan Jaya Baya berbuah manis. Bu Salma langsung mengiyakan syarat dari Jaya Baya. Memperhitungkan waktu menjual rumah tidaklah cepat. Bu Salma takut putrinya meninggal saat suaminya sedang menjual rumah mereka. Takutnya nyawa gadis kecilnya melayang. Hartanya pun ikut hilang terbawa angin. Jadilah, Bu Salma menyetujui permintaan Jaya Baya. Toh, pria di hadapannya itu berstatus single. Tidak ada salahnya Bu Salma menikahkan Luna pada pria asing penyelamat nyawa putri nya itu. Saat itu juga Jaya Baya langsung mengatur penerbangan dan pengobatan Luna ke luar negeri. Berharap gadis kecil itu masih sempat mendapatkan waktu pengobatan terbaik."Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna."Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya."Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan k
Setelah selesai mencuci piring dan membersih kan dapur. Luna kembali ke dalam kamarnya mengambil selimut beserta kedua bantal favoritnya. Duduk disofa ruang keluarga. Menyalakan televisi membuka saluran youtubue melalui televisi pintar di ruang keluarga tersebut. Menonton kartun favoritnya regal academy sambil makan camilan favoritnya buah pear yang renyah. Buhhh..... Jaya duduk di samping istrinya. Memakai kaos kaki dan sepatunya. Bersiap berangkat ke kampus. "Abanggg......!!" Jerit Luna tak suka Jaya duduk di sebelahnya. "Abanggg......" Jaya menirukan suara istrinya yang terdengar lucu menurutnya. Plakkkk........... Luna memukul bahu Jaya sekuat tenaga. Tapi bukannya meringis kesakitan, Jaya malah terkikik meledek istrinya. "Halah pukulan kayak gitu aja di pamerin...ayo pukul lagi kalau bisa" ledek Jaya pada istrinya, merasa pukulan istrinya tak sakit sama sekali. "Abanggggg.......!" Jerit Luna kesal menarik selimutnya. Berbaring diatas sofa sambil memindah siaran t
Oleh sebabnya, Luna tak berani mendrama seperti gadis-gadis novel bila di jodohkan dengan orang tua mereka. Sebab sesungguhnya yang berhutang pada Jaya Baya adalah dirinya sendiri. Karenanya jugalah Luna tak berani mendrama tidak ingin tidur sekamar atau seranjang oleh suaminya. Luna patuh pada keinginan dan otoritas Jaya Baya, suaminya. Karena nyawa dan hidupnya milik Jaya Baya. "Untukmu" Jaya membuyarkan lamunan Luna yang sedang mengenang masa lalu menyakit kan beberapa bulan lalu sembari menscrool aplikasi oren,mengeranjangi barang-barang yang ingin di belinya. Memberikan uang tunai sebesar satu juta rupiah. Melihat kesempatan merubah istrinya menjadi bidadari datang. Awalnya Jaya pikir gadis kecil itu tak tertarik menjadi cantik atau sekadar membeli peralatan kecantikan. Karena istrinya menggunakan uang mahar sebesar 50 juta yang diberikannya untuk membeli emas. Tanpa sepengetahuan dirinya. Nyatanya gadis kecil itu terobsesi menjadi peri kecil di negeri bel. "Buatku?" Menun
"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya. "Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi."LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur."Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fo
Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya. Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk.....Tokkk......Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut."Heumm......" Luna menolehkan kepalanya."Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna.
"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai. "Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya."Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat."Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilka