"Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna.
"Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya. "Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan kanannya sukarela. Sebenar nya Luna tadi ingin menitipkan bekal suaminya. Namun karena Luna mengaku sebagai tukang cathering. Tentu ia wajib berpura-pura profesional. "Sama-sama" ujar sih ibu menaiki anak tangga menuju lantai tiga tempat dimana ruangan Jaya berada. "Oh iya, saya minta nomor wa kamu dong. Siapa tahu saya pengen pesen cathering sama kamu juga" ucap sih pria meminta nomor wa Luna. "0857883686××" Luna memberi tahu nomor wa nya. Membalikkan tubuhnya berniat bergegas pergi sebelum kampus menjadi ramai. "Oh iya, satu lagi. Nama kamu siapa? nama saya Dani." Ucap Dani mencegah kepergian Luna. "Nama saya Luna, pak" jawab Luna singkat. "Jangan panggil pak. Panggil saya kakak saja, saya belum tua-tua amat kok. Saya baru diawal tiga puluhan, jangan sungkan-sungkan kalau sama saya!" Ucap Dani penuh percaya diri seolah dialah pria terbaik di dunia ini. "Iya, saya permisi dulu" Luna mengiyakan ucapan Dani begitu saja. Buru-buru meninggal kan tempat berbahaya tersebut. Dari kalimatnya terdengar jelas jika Dani berusaha menargetkan Luna. Akan tetapi, Luna bukanlah gadis bodoh di negeri novel. Luna tahu mana pria bermutu tinggi dan berkualitas ikan teri. Soal kualitas dan mutu tentu Jaya Baya pemenangnya. Walau Jaya terlewat galak dan tegas. Luna tidak dapat memungkirinya. Jaya adalah penyelamat nyawa kecilnya. Mesti ia tahu betapa besar resiko yang di tanggungnya. Bila memaksa menyelamatkan Luna yang sudah koma dua bulan lebih. Jaya tetap berusaha membangunkan dirinya dari tidur panjang. Setelah Luna jadi istrinya,Jaya memperlakukan dirinya dengan baik sangat baik malah. Jaya tidak pernah memintanya pergi ke pasar/swalayan. Jaya selalu memesan kebutuhan pokok rumahnya melalui ponsel pintarnya. Selain membeli sembako melalui ponselnya. Jaya tak lupa membelikan beragam camilan untuk istri kecilnya. Jaya juga membiayai kuliahnya. Memberinya uang jajan setiap ia akan pergi kuliah. Kemarin malam Jaya juga memberinya uang untuk membeli apa yang ia inginkan. Enaknya lagi Jaya tidak pernah meminta Luna melayani di tempat tidur. Meskipun suatu hari nanti Luna akan meninggalkan Jaya demi impiannya. Luna tidak akan pernah menghadiahi sang suami dengan topi hijau (perselingkuhan). Luna akan menjaga kesuciannya hanya untuk Jaya. Entah kapan pria berstatus suaminya itu akan meminta hak nya. Buru-buru Luna melepaskan jaket, topi, dan maskernya di balik semak-semak. Memasukkan perlengkapan penyamarannya ke dalam tas punggungnya. Lalu buru-buru mengayunkan kakinya menuju masjid ulul albab. "Alhamdulillah gak ada yang liat aku kayaknya deh" Batin Luna melihat kearah sekitar sepih. Cuma ada beberapa petugas kebersihan yang sedang bertugas. Melangkah masuk ke dalam masjid dan duduk disana. Menanti teman-temannya datang dan acara tahsin di mulai. Jam makan siang tiba. Jaya membuka bekal kedua dari istrinya. Di sana ada nasi hangat dan Gulai tunjang favoritnya. Kemarin siang Jaya sengaja meminta Luna memasakkan lauk favoritnya, untuk breakfast dan makan siangnya. Pastinya memerintah sang istri tak segampang mengarahkan para mahasiswa dan mahasiswi. Jaya menyuap istrinya menggunakan sekeranjang apel fuji segar. Tentu Luna tidak berani menolaknya jika sudah seperti itu. Baru Jaya menyuapkan dua sendok nasi ke mulutnya. Jaya terjingkat kaget melihat kedatangan umminya yang terlihat marah. "Ada apa ummi?" tanya Jaya lembut pada ibunya yang terlihat panik. "Itu istrimu! Di suruh ngaji asal tabrak aja!" jelas Ummi Sri singkat pada putra sulungnya. "Asal tabrak gimana Ummi?" tanya Jaya tidak mengerti maksud perkataan sang Ummi. Kalau soal tajwid tidak mungkin Umminya bisa semarah itu. Walau keluarga mereka adalah keluarga yang taat dalam beribadah. Mereka dapat memaklumi jika ada orang yang salah dalam membaca tajwid. Tidak memahami tajwid dengan sempurna adalah hal yang wajar. Yang terpenting sebagai umat islam adalah memiliki niat membaca dan mempelajari al-quran. "Itu masa istrimu tanda fathah di baca kasrah, tanwin di bacanya sukun, panjang pendeknya tidak di perhatikan sama sekali. Dan masih banyak lagi! Pas di bilangin bukannya dengerin malah kabur dia!" Tutur Ummi Sri menjelaskan kronologinya. "Ummi tahu dari mana?" tanya Jaya menanyakan sumber informasi yang Umminya dapatkan. "Dari adikmu lah" jawab Ummi Sri santai. "Uhukkk....uhukkk......." Jaya tersedak mendengar jawaban umminya. "Haduhh....pelan-pelan nak." Menepuk pelan punggung putranya. "Minum dulu nak" Ummi Sri mengambil segelas air untuk Jaya. "Hmmmm.....jadi Alfaranzi yang menguji tahsin hari ini?" Jaya menanyakan kebenarannya pada Umminya. "Iya, pas itu bocah kabur dikejar adikmu. Ummi juga lihat, makanya ummi lagsung nanya ke adikmu. Terus Ummi kesini. Bener-bener tuh bocah udah gede gak ada akhlaknya sama sekali" ummi Sri mengingat Luna yang terlambat satu jam selama empat hari saat pelaksanaan PBAK. "Huffff........." Jaya menghela nafasnya panjang. "Sudahlah ummi. Besok-besok kalau ada pengujian tahsin dan sebagainya. Biar Jaya yang menjadi pengujinya." Ucap Jaya memberi solusi pada Umminya. "Iya kali yah. Nanti biar ummi bilang sama abah." Ummi Sri menyetujui saran yang di berikan oleh putra sulungnya. "Omong-omong gimana rumah tangga kalian? Apa ada masalah?" Tanya Ummi Sri menanya kan perihal rumah tangga putranya dengan gadis asing yang tak dikenalnya. "Kami baik-baik saja, ummi" ungkap Jaya sambil tersenyum halus. "Benarkah?" Ummi Sri tak yakin dengan jawaban sang putra. Takutnya Jaya menyembunyikan perihal masalah rumah tangganya sama seperti dulu. "Iya" "Bagaimana? Apa kalian tidur terpisah?" Tanya Ummi Sri mengkhawatirkan kondisi putranya. Ummi Sri masih ingat betul saat Jaya anaknya berumah tangga dengan mantan kekasih SMA nya. Keduanya kerap kali tidur terpisah ketika Ummi Sri dan suaminya berkunjung ke rumah sang putra secara mendadak. Awalnya Ummi Sri pikir semua itu cuma kebetulan dan jarang terjadi. Nyatanya setelah di selidiki Jaya sering menerima perlakuan tidak adil dari menantunya."Omong-omong beliau sudah datang belum?" tutur Luna kembali pada topik semula. Namun tidak ada satu pun diantara keduanya yang menjawab pertanyaan Luna."Kalau beliau belum datang. Saya mau nitip aja gimana?" Sambung Luna membuyarkan lamunan keduanya."Ehkkhhh....beliau sudah datang. Tapi biar ibu saja yang mengantarkannya. Kamu pasti ada kelas tahsin pagi ini. Sehingga datang secepat ini." Ucap sih ibu mengambil tas lunch box dari tangan kanan Luna. Seluruh staf di gedung RKB tahu betul. Jaya Baya paling benci di ganggu oleh orang-orang yang tak berkepentingan seperti Luna. Orang yang dapat menemui Jaya adalah orang-orang yang memiliki keperluan/kepentingan khusus dengannya. Jika tidak maka akan diusirnya dengan cara yang kejam. Semua orang tahu Jaya adalah orang tergalak dan paling tegas di Institut tersebut. Tak ada seorang pun yang berani melawan kehendak nya. Termasuk Rektor (paman Jaya) dan Warek I (ayah Jaya). "Terima kasih banyak, yah bu" Luna menyerah kan tas di tangan k
Setelah selesai mencuci piring dan membersih kan dapur. Luna kembali ke dalam kamarnya mengambil selimut beserta kedua bantal favoritnya. Duduk disofa ruang keluarga. Menyalakan televisi membuka saluran youtubue melalui televisi pintar di ruang keluarga tersebut. Menonton kartun favoritnya regal academy sambil makan camilan favoritnya buah pear yang renyah. Buhhh..... Jaya duduk di samping istrinya. Memakai kaos kaki dan sepatunya. Bersiap berangkat ke kampus. "Abanggg......!!" Jerit Luna tak suka Jaya duduk di sebelahnya. "Abanggg......" Jaya menirukan suara istrinya yang terdengar lucu menurutnya. Plakkkk........... Luna memukul bahu Jaya sekuat tenaga. Tapi bukannya meringis kesakitan, Jaya malah terkikik meledek istrinya. "Halah pukulan kayak gitu aja di pamerin...ayo pukul lagi kalau bisa" ledek Jaya pada istrinya, merasa pukulan istrinya tak sakit sama sekali. "Abanggggg.......!" Jerit Luna kesal menarik selimutnya. Berbaring diatas sofa sambil memindah siaran t
Oleh sebabnya, Luna tak berani mendrama seperti gadis-gadis novel bila di jodohkan dengan orang tua mereka. Sebab sesungguhnya yang berhutang pada Jaya Baya adalah dirinya sendiri. Karenanya jugalah Luna tak berani mendrama tidak ingin tidur sekamar atau seranjang oleh suaminya. Luna patuh pada keinginan dan otoritas Jaya Baya, suaminya. Karena nyawa dan hidupnya milik Jaya Baya. "Untukmu" Jaya membuyarkan lamunan Luna yang sedang mengenang masa lalu menyakit kan beberapa bulan lalu sembari menscrool aplikasi oren,mengeranjangi barang-barang yang ingin di belinya. Memberikan uang tunai sebesar satu juta rupiah. Melihat kesempatan merubah istrinya menjadi bidadari datang. Awalnya Jaya pikir gadis kecil itu tak tertarik menjadi cantik atau sekadar membeli peralatan kecantikan. Karena istrinya menggunakan uang mahar sebesar 50 juta yang diberikannya untuk membeli emas. Tanpa sepengetahuan dirinya. Nyatanya gadis kecil itu terobsesi menjadi peri kecil di negeri bel. "Buatku?" Menun
"Abanggggg........." jerit Luna merengek. Menahan kakinya ke lantai berharap tubuhnya tak pindah tempat. Namun sayang tenaganya kalah jauh dari Jaya. "Wudhu sana! Abang tunggu!" Jaya mendorong tubuh Luna ke dalam kamar mandi. "Abanggg........" menghentak-hentakkan kakinya ke lantai kamar mandi."LUNAAA.......!" Nada menekan. "Iya baiklah" pasrah. Akhirnya secara terpaksa Luna melaksanakan shalat magrib berjamaah bersama suaminya. Jaya tersenyum melihat Luna misuh-misuh (ngedumel) setelah usai melaksanakan shalat berjamaah bersamanya. Meski sulit diatur dan kekanak-kanakkan istri kecilnya itu pasti akan tunduk bila berhadapan dengannya. Cuma ia harus lebih sabar, galak dan tegas lagi. Jika tidak istri kecilnya itu yang akan memenangkan pertarungan. Cruncchhhh........Crunccchhhhh....... Luna melanjutkan mengunyah apel merah berjenis apel fuji tersebut. Membaringkan tubuhnya di tempat tidur."Suka apelnya?" Tanya Jaya membaringkan tubuhnya di sebelah Luna. "Suka" sahut Luna fo
Tanpa berpikir panjang Jaya menghampiri istrinya yang tengah mencuci pakaiannya di ruangan laundry. Meminta izin untuk menyantap rendang lezat buatannya. Sebenarnya Jaya tidak mengizinkan istrinya mencuci baju. Lebih baik bajunya dan baju istrinya di cuci saja. Karena akan sangat merepotkan sebab keduanya harus sama-sama pergi ke kampus. Jaya juga sudah memberikan uang untuk membayar laundry. Namun, Luna tetap kekeuh ingin mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Biar uangnya bisa disimpan katanya. Jaya bisa berkata apa bila istrinya sudah kekeuh dengan kemauannya. Lagi pula ia bisa pamer kepada rekan-rekan kerjanya. Jika kali ini ia tak menikahi gadis yang salah. Tokkk.....Tokkk......Jaya mengetuk pintu ruang laundry yang terbuka dua kali. Supaya istri kecilnya itu tak terkejut. "Dekk......" panggil Jaya lembut."Heumm......" Luna menolehkan kepalanya."Rendangnya abang makan yah?" Ucap Jaya meminta izin pada istrinya. Karena selama ini Jaya tidak pernah memakan masakan Luna.
"Minggirr......" usir Luna pada suaminya, sambil memegang sapu di tangan kanannya. Bersiap menyapu lantai. "Iya" Jaya mengangkat kakinya ke sofa. Melentangkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di belakang tengkuknya, berbaring di atas sofa. Memejamkan matanya sejenak, berniat tidur sebentar guna menghilangkan kantuknya sejenak. Baru sejenak Jaya memejamkan matanya bel rumah berbunyi. Luna melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Melihat siapa yang datang. Ternyata mamang grab yang datang, mengantar nasi padang pesanan suaminya."Mbak, benar ini rumah bapak jaya?" Tanya tukang grab mengira Luna sebagai asisten rumah tangga. "Iya pak" jawab Luna singkat."Ini ada pesanan atas nama bapak jaya baya" jelas sih bapak-bapak tukang grab. "Berapa pak?" Tanya Luna menanyakan nominal pesanan tersebut, sebelum meminta uang pada suaminya. "Udah di bayar kok, mbak" jawab bapak grab sopan. Menyerahkan bungkusan berisi nasi padang milik Jaya. "Terima kasih, pak." Ucap Luna lembut, menampilka