Share

8. Lomba memancing gurita

“Wajahku ditutup atau tidak, itu bukan urusanmu” ucap Noa dengan nada dingin.

Suasana sudah menjadi dingin dan tidak mengenakkan, padahal saat itu masih sekitar jam setengah tiga sore. Udara yang hangat mendadak menjadi dingin karena Noa dan Dave.

Laura yang bingung harus bagaimana sedang memutar otak untuk mendamaikan mereka.

“Anu, Dave, bagaimana kau bisa ada disini? Apa kau tinggal disini?” tanya Laura.

“Tidak, hanya saja aku ingin mengunjungi villa kakakku, ingin tahu bagaimana rupa istri kakakku yang payah itu, tapi malah bertemu denganmu” kata Dave.

Laura memproses ucapan Dave sejenak, baru setelahnya dia menyahuti, “maksudmu, ini villa kakakmu?” tanya Laura sambil menunjuk villa milik Noa.

Dave menggeleng, “tidak, tapi yang itu” Dave menunjukkan villa lain yang berada tepat di sebelah villa milik Noa.

“Kenapa kamu menunjuk villa ku, sayang?” kata Noa.

Dahi Dave mengerut mendengar villa besar yang Laura tunjuk itu milik Noa.

“Ah, jadi itu milikmu, berarti kau anak pertama keluarga Varold yang tidak diakui itu?” tanya Dave.

Laura menatap Dave bingung, “apa maksudmu, Dave?”

Dave menggeleng, “tidak, itu yang kakakku katakan padaku tentang villa besar itu, aku sendiri tidak tahu maksudnya apa, lagi pula anak pertama keluarga Varold kan yang memiliki hak atas sekolah kita, Laura.”

“Tapi kamu salah orang, aku membeli villa itu darinya, anak pertama keluarga Varold bukan aku” ucap Noa, Laura mengetahuinya, jika Noa tidak nyaman dengan bahasan itu.

Bahkan, Noa tidak mengakui sebagai dirinya sendiri.

“I-iya, itu bukan kak Noa, tapi orang lain kok, hehe” sahut Laura, membantu suaminya berbohong.

“Syukurlah kalau begitu, ngomong-ngomong, kalian mau kemana?” tanya Dave.

“Oh, kami mau mancing, mau ikut?” jawab Laura.

“Tidak perlu Laura, dia pasti payah, tidak bisa memancing” sahut Noa, malah menyulut emosi Dave.

“Kau membicarakan dirimu sendiri ya, pria bertopeng?”

“Mau membuktikan?” tantang Noa.

Laura menghela nafas berat, Noa dan Dave menjadi saingan sekarang.

“Oke, siapa takut, yang menang mendapat apa?” kata Dave yakin.

“Jika aku menang, kau tidak boleh menaruh perasaan lebih pada Laura, tapi jika berteman boleh saja.”

Dave terlihat tidak suka dengan ucapan Noa, “Okay, tapi jika aku yang menang, putuskan Laura!”

“Deal!”

Laura membelalakkan matanya, kenapa mereka jadi bersaing menggunakan dirinya segala?

Namun, Laura tidak bisa menghentikan kilat persaingan diantara mereka.

Bahkan, belum juga Laura membuka mulut untuk berkomentar, keduanya sudah pergi ke kapal pesiar yang disiapkan oleh pelayan.

Laura pun mengikuti mereka, berlari kecil di belakang.

Kaki Noa dan Dave panjang sekali, jadi Laura yang tidak terlalu tinggi jadi kesusahan untuk mengimbangi mereka.

Padahal tadinya Noa ingin bersaing dengan Laura untuk seru-seruan saja, sekarang malah bersaing betulan dengan Dave.

Kedua lelaki tampan dengan postur tinggi tersebut sedang serius memancing gurita.

Laura sempat mencari dari internet, jika terdapat banyak gurita di sekitar sana, bahkan beberapa kapal pesiar lain juga ada yang sedang memancing gurita, jadi kapal mereka bukan satu-satunya.

“Kak Noa....”

“Kamu duduk saja menikmati pemandangan, jangan ganggu aku, aku tidak boleh kalah dari bocah tengil itu!”

Laura pun terdiam lalu mundur untuk duduk.

Kapal pesiar milik Noa tidak besar, tidak juga kecil, namun bisa dibilang mewah juga.

Ada kamarnya juga di dalam, sofa dan lain-lain.

Laura melihat ponselnya menyala, ada yang menelfon, ternyata masih ada signal disana, hebat sekali.

Ternyata teman sebangkunya, Ruby.

“Iya, kenapa Ruby?”

[Laura! Kangen banget, kamu masih sakit?] tanya Ruby dari sebrang telfon.

“Tidak kok, sudah sembuh, besok aku sekolah lagi” ucap Laura.

[Syukurlah, hari ini pak Vanno juga tidak masuk lho, anak kelas sebelah kesal sekali karena yang mengajar diganti guru lain, haha.]

Oh iya, pak Vanno.

Laura menoleh pada Noa yang sedang serius memancing. Suaminya itu, dilihat dari belakang, makin mirip dengan pak Vanno.

Ah, tidak mungkin!

Mungkin mereka hanya kebetulan mirip saja.

Laura kembali mendengarkan ucapan Ruby di telefon.

[Selyn juga kesal sekali hari ini mendengar kabar pak Vanno tidak masuk, karena dia menyiapkan hadiah untuk pak Vanno. Bukankah dia berlebihan? Memang tidak masalah menyukai guru, tapi kan kabarnya pak Vanno udah punya istri gitu, gila kali dia mau jadi selingkuhan pak Vanno.]

“Ruby, belum tentu dia berpikir seperti itu kan?”

[Setelah kamu dikerjain dia, kamu masih bisa ngomong gitu? Yang bener aja Laura, jangan terlalu baik deh – eh, ngomong-ngomong baju olah ragamu udah ditemuin sama Dave, mungkin besok dia baru nganterin ke kamu, tapi....]

“Tapi kenapa?”

[Baju olah raganya udah rusak.]

Laura menghembuskan nafas berat. Memang tidak masalah untuk membeli baju olah raga baru, namun Laura tidak menyangka Selyn berbuat sejauh itu, padahal Laura tidak memiliki salah apapun.

[Udah ya Laura, mama manggil aku, sampe ketemu besok ya, bye!]

“Iya, bye!”

Sambungan telefon pun terputus, Laura kembali menoleh pada Noa.

Laura seketika tercekat melihat pemandangan di depannya.

.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status