Avram mengerutkan keningnya merasakan ranjang bergerak. Pria itu mulai membuka matanya sedikit memicing. Dia melihat Lavira bergerak pelan ke arah tepian ranjang. Tangan pria itu seakan tergerak sendiri, secara spontan menahan pergelangan tangan sang istri.Lavira terkejut merasakan tangannya ditahan. Perlahan perempuan itu menoleh dan terkejut melihat Avram sedang menatapnya dengan wajah datar itu. Lavira meringis kecil merasa kikuk karena dirinya menjadi penyebab Avram terbangun.“Maaf, Kak. Aku membangunkan Kakak, ya?” cicit Lavira pelan.“Kau ingin ke mana?” tanya Avram menghiraukan kalimat Lavira.“Aku? Aku ingin bersih-bersih dan harus segera ke lantai bawah. Aku harus memasak dulu, supaya nanti bisa ke sekolah,” jawab Lavira jujur.Avram terdiam sejenak mendengar jawaban gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu. “Tidak usah.”Kening Lavira berkerut mendengar ucapan singkat Avram. “Maksudnya, Kak?”“Tidak usah memasak, kau bukan pembantu.”Lavira terdiam mendengar penuturan A
“Bagaimana? Apa kamu benar-benar ingin pulang sekarang? Kita di sini saja dulu, biar kamu cepat sembuh,” ucap Siara kepada putrinya.“Tidak, Ma. Aku mau pulang saja, aku ingin segera membalas dendam kepada perempuan keparat itu,” jawab Feria.“Ingin pulang pun, kau belum bisa membalaskan dendam kepadanya. Kau tahu sendiri jika Avram sekarang melindunginya. Kau ingin yang lebih parah dari ini? Jangan keras kepala kali ini,” cetus Fero malas.“Aku tidak terima, Bang. Coba saja yang berada di posisi aku itu adalah Abang. Pasti akan marah besar,” balas Feria kesal.“Terserah kau, jika memang kau ingin coba, ya lakukan saja,” pungkas Fero santai.Siara menghela napas mendengar percek-cokan kedua anaknya. “Sudah, Mama setuju dan juga semangat ingin membalas dendam kepada perempuan itu. Tapi apa yang dikatakan oleh abang kamu memang ada benarnya. Kita tidak bisa bertindak sekarang, kita juga tidak bisa bergerak secara terbuka seperti kemarin,” tutur Siara menengahi perdebatang kedua anaknya.
Avram melangkah keluar kamar mandi dengan tubuh setengah basah. Pria itu menoleh ke arah ranjang dan mengernyit saat tak menemukan keberadaan Lavira di sana. Dia terus melangkah dan menatap sekitar, sang istri benar-benar tak berada di sana.Baru saja pria itu ingin melangkah ke arah walk in closet, langkahnya terhenti saat melihat secarik kertas di atas nakas di samping ranjang. Perlahan pria itu mendekat dan meraih kertas tersebut.‘Kak, maaf aku tidak meminta izin untuk turun ke lantai bawah. Aku harus memasak supaya bisa sarapan sebelum pergi ke sekolah. Lavira.’Bibir Avram berkedut saat membaca rangkaian kata yang ada di permukaan kertas tersebut. Dia tak menyangka jika Lavira benar-benar polos. Kepolosan yang tanpa sadar menjadi daya tarik tersendiri bagi gadis itu, sehingga mampu mengikat seorang Avram Dakasa.“Dia terlalu polos untukku yang penuh kubangan darah ini,” gumam Avram menggeleng pelan merasa geli akan tingkah Lavira.Avram bergerak meraih benda pipih yang berada di
“Mas, kamu sudah baik-baik saja?” tanya Marni kepada Farhan.Pria itu menoleh dan menatap sang istri dengan wajah penuh arti. Marni pun menatap Farhan dengan raut heran. Tak biasanya Farhan menatapnya sampai sepertinya. Padangannya terasa lain, dan Marni menganggap jika Farhan semakin lama semakin memiliki rasa kepadanya.‘Ya ampun, kenapa Mas Farhan menatapku sampai seperti itu? Apa sekarang dia sudah memberikan hatinya sepenuhnya untukku? Sudah seharusnya begitu, kami sudah dari dulu hidup bersama, jadi seharusnya dia sudah melupakan Vara, bukan?’ celoteh Marni di dalam hati.“Tidak, aku hanya ingin berbaring dan istirahat,” jawab Farhan kembali mengalihkan pandangannya.Entah apa yang ada di dalam benak pria itu saat ini. Marni pun merasa semakin aneh. Dia melihat ada hal lain terjadi kepada Farhan akhir-akhir ini sehingga tingkah lakunya berubah. Meski tak terlalu kentara, tetapi Marni merasakan itu.“Kita ke dokter saja, Mas. Sepertinya kamu butuh vitamin, mungkin kamu kelelahan,
“Tidak usah banyak tanya. Ke sini dan duduk di sini, cepat.”Lavira tak dapat berkata-kata lagi. Perlahan perempuan itu mulai mendekat ke arah Avram yang sedang duduk di kursi kerjanya. Pria itu mendorong pelan kursi berkaki roda ke belakang dan menunggu Lavira datang. Tepat saat sang istri berada di depannya, Avram menarik pelan pergelangan tangan gadis itu.Sett ...Lavira terpaku, dia diam dengan wajah kakunya. Saat ini tubuhnya sudah berada di atas pangkuan Avram. Dia tak dapat berkata-kata dan semakin kikuk. Lavira bahkan kaku bak patung di atas paha Avram yang sedang menatapnya saat ini.“Ingat semua ini, dan jadinya sebuah kebiasaan ketika kau ingin berangkat sekolah. Paham?”“Paham, Kak,” jawab Lavira patuh, meski kaku.Avram diam, dia terus menatap wajah cantik alami milik Lavira dari tempatnya. Jarak wajah mereka sangat dekat, kurang dari sepuluh sentimeter. Hal itulah yang membuat Lavira semakin dibuat kaku tak bersuara.“Jam berapa kau berangkat?” tanya Avram memecah kehen
“Maksudnya?”Rino menatap Avram yang sedang menyorotnya dengan wajah penasaran. Rino berdeham kecil mencoba menautkan kedua bibirnya yang ingin tertawa. Perlahan pria itu semakin mendekat dan menarik kursi di seberang meja kerja Avram.“Ekhm, boleh saya duduk dulu, Tuan?” tanya Rino meminta izin kepada Avram.“Yah, cepatlah.”Rino segera duduk dan menatap Avram yang masih menatapnya dengan wajah tak sabar. Rino sendiri sekarang sedang merangkai kata-kata di dalam benaknya. Dia pun sejujurnya bingung harus menjelaskan pokok permasalahan ini seperti apa kepada sang atasan kakunya.“Kenapa masih diam? Cepatlah!” ucap Avram menggeram kesal menatap Rino.“Jadi begini, Tuan. Sebena ....”Tok ... tok ... tok ...Kalimat Rino harus terputus oleh suara ketukan pintu dari luar ruangan itu. Avram menoleh ke arah pintu dan menebak jika itu adalah Lavira. Pasalnya sampai sekarang hanya Lavira dan Rino yang akan berani datang ke sana di jam kerja Avram.“Sepertinya itu Nyonya, Tuan. Biar saya bukak
Keadaan parkiran sekolah itu menjadi heboh ketika melihat sebuah mobil mewah memasuki pekarangan. Semua siswa yang ada di sana menatap kedatangan mobil itu dengan wajah penasaran. Meski sekolah itu terbilang sekolah elit yang diisi oleh para orang kaya. Nampaknya baru kali ini mobil semewah itu datang ke sekolah mereka.“Astaga, itu mobil mewah. Kira-kira siapa yang diantar pakai mobil itu?”“Ya ampun, ternyata di sekolah kita ini ada sultan yang sesungguhnya ya?”“Iya, aku juga baru lihat ada mobil ini masuk lingkungan sekolahan.”Bisikan dan celotehan para murid terus mengalir sampai mobil mewah itu berhenti. Tak kalah penasaran, sekarang ada dua siswi ikut menatap mobil tersebut. Joana dan Kili, dua siwi terbilang bandel itu nampak sedikit mendekat karena penasaran.“Gila, ini sih orang kaya beneran. Kira-kira siapa ya?” cetus Kili kagum.“Tidak tahu, ini pertama kalinya ‘kan? Apa jangan-jangan ada murid baru lagi?” balas Joana ikut penasaran dan menunggu.“Masa iya anak baru? Tapi
Seluruh pengawal keluarga Dakasa bergetar ketakutan ketika melihat keadaan Lavira saat ini. Wajah penuh lebam, rambut terbilang acak-acakan. Lavira sendiri juga bergerak sangat pelan, seperti orang tak memiliki kekuatan. Semua orang menatapnya tak merasa iba, malah mencibir sinis.Baru beberapa menit lalu para pengawal membukakan pintu untuk Lavira turun mobil. Sekarang mereka sudah kembali melihat Lavira datang. Memang mereka semua diperintahkan untuk menunggu nyonya muda tersebut sampai pulang sekolah. Siapa sangka sekarang Lavira kembali hanya dalam waktu tiga puluh menit dengan keadaan tak baik-baik saja.“Astaga, Nyonya, siapa yang membuat Anda seperti ini,” ucap seorang pengawal panik serta takut.Lavira yang sedang menunduk sempat terkejut mendengar suara itu. Dia melihat dua pengawal yang mengantarnya tadi ternyata masih di area parkiran. Perempuan itu tersenyum tipis di dalam rasa sakitnya.“Bapak berdua masih di sini, ya?” ucap Lavira pelan.“Kami diperintahkan oleh Tuan Dak