Share

Istri Kecil Sang Direktur
Istri Kecil Sang Direktur
Penulis: iLmaa_

Bab 1

"Kiara, bukankah aku sudah bilang, jangan bermain-main denganku?" Nelson bertanya pada Kiara. Ia tak menyangka gadis kecil di hadapannya itu berani mengkhianatinya. 

Kiara menelan salivanya dengan kasar. Ia tahu jika dirinya salah kali ini. Kiara tidak akan menyangkal hal itu. Namun, Kiara tak pernah menduga jika pria di hadapannya ini akan tahu secepat itu. 

"Kenapa diam? Jawab, Kiara? Kenapa kamu melakukan ini, hmm?" ucap Nelson yang berusaha menahan kemarahannya. 

Kiara masih terdiam. Ia sangat tersiksa dengan statusnya sebagai kekasih Nelson. Nelson sangat posesif padanya, itulah yang membuat gadis ini merasa tertekan. Dua tahun menjalin hubungan membuat Nelson semakin merasa ia punya hak atas diri Kiara. 

Laki-laki itu terlalu pencemburu. Bahkan dengan teman sekelasnya pun, Nelson tetap mencemburuinya. Terlepas dari hal itu, hati Kiara tetap mencintai pria itu. 

Saat ini, Nelson menahan gadis itu di dinding ruang kerjanya dan menekannya. Membuat Kiara tak bisa ke mana-mana. 

"Nelson, sakit." Kiara meringis karena tangannya terus dicengkram kuat oleh Nelson. Kiara bahkan tak mengindahkan perkataan Nelson. Membuat Nelson semakin diselimuti rasa marahnya. 

"Gadis ini semakin lama semakin berani. Bahkan dia tidak mempedulikan perkataanku," batin Nelson. 

Lalu, secepat kilat Nelson meraih tengkuk Kiara dan mencium bibirnya. Tentu saja Kiara sangat terkejut dengan tindakan Nelson. Ia tak menyangka pria itu berani melakukan hal itu. 

Meskipun menjadi pasangan kekasih selama dua tahun, Nelson belum pernah mencium bibirnya. Pria itu selalu menjaga hal itu, karena ia tahu, Kiara masih kecil dan itu akan mengejutkannya. 

Namun hari ini, Nelson seperti lepas kendali. Ia yang dikuasai oleh kemarahannya membuatnya berani melakukan hal itu. 

Kiara menepuk pundak Nelson dan berharap pria itu melepaskannya. Nyatanya, semakin Kiara memberontak, semakin kasar Nelson menciumnya. 

Hiks hiks hiks

Kiara meluruhkan air matanya. Sosok pria yang sedang mencium paksa dirinya ini semakin membuatnya takut. Kini, Kiara tak lagi memberontak. 

Setelah beberapa saat, Nelson melepas ciumannya. Ia menautkan dahinya ke dahi Kiara. Napas Nelson begitu menggebu. Gadis itu seakan selalu bisa membuatnya hilang kendali. 

"Kiara, aku sudah bilang jangan pernah mencoba bermain-main denganku, atau kamu tidak akan sanggup menanggung akibatnya." Kini mata Nelson menatap tajam ke arah Kiara. Tangannya bergerak mengusap air mata Kiara. 

Nelson melepaskan Kiara dan kini ia berbalik. Merapikan jasnya sejenak, lalu mengambil ponselnya. Kiara yang masih mematung di posisinya hanya bisa menunduk. Entah apa yang dipikirkan gadis itu, saat ini ia takut pada pria di hadapannya itu. 

"Robby, kemarilah!" ucap Nelson saat berbicara dengan seseorang dibalik ponselnya. Lalu sedetik kemudian ia mematikan sambungan teleponnya. 

"Pulanglah. Biar Robby yang mengantar kamu. Ingat, jangan pernah mengulangi kesalahan ini lagi!" ujar Nelson dengan pelan namun terdengar seperti ancaman. 

Kiara menatap Nelson. Apa yang akan pria itu lakukan nanti? Kiara masih waspada terhadap pria itu. 

"Sayang, apa kamu tidak ingin pulang, hmm?" Kini Nelson menarik tubuh Kiara dan memeluk pinggangnya. Membuat jantung Kiara berdegub kencang. 

"Hah? Ma-mana mungkin tidak ingin pulang," balas Kiara dengan terbata-bata. Nelson tersenyum tipis. Ia yakin gadis itu sangat ketakutan terhadapnya. Nakun, ekspresi wajah Kiara begitu menggemaskan. 

Tak lama, Robby sudah sampai di ruangan Nelson. Nelson berbalik lalu melepaskan pelukannya. Ia meminta Robby, sang asistennya itu untuk mengantar Kiara pulang ke rumahnya. 

"Robby, antarkan Kiara ke rumahnya." Lalu Nelson kembali menatap Kiara. 

"Sayang, maafkan aku, hari ini aku ada banyak pekerjaan, sehingga tidak bisa mengantar kamu pulang," ucap Nelson dengan lembut lalu mencium kening gadis itu. Seolah di antara mereka tak ada masalah sama sekali. Sikap Nelson yang kembali hangat padanya membuat Kiara bertanya-tanya dalam hatinya. 

"Apakah Nelson sudah tidak marah padaku?" batin Kiara. 

"Kamu jangan terlalu lelah. Aku pulang dulu," ucap Kiara lalu berjalan keluar dari ruangan Nelson dan disusul oleh Robby. 

Seketika senyum di wajah Nelson pudar begitu kedua orang itu keluar dari ruangannya. Ia duduk di kursi kerjanya dan segera menyalakan laptopnya. Sorot matanya menajam ke arah laptopnya. 

"Siapapun yang mencoba merebut Kiara, aku tidak akan melepaskannya. Heh, hanya segelintir orang tak berguna. Biarkan aku memberimu pelajaran agar tidak berani mengambil yang bukan hakmu!" gumam Nelson. 

***

Di dalam mobil, Kiara masih terdiam. Bahkan ia tak sadar jika mobil yang ia naiki saat ini sudah melaju ke rumahnya. 

"Robby, bukankah seharusnya Nelson marah padaku? Kenapa dia bersikap seolah tidak terjadi apapun di antara kami?" tanya Kiara yang semakin memikirkan sikap Nelson semakin bingung. 

"Itu hanya tuan muda yang tahu. Saya hanya asistennya, tentu saja, hati dan pikirannya hanya beliau yang mengetahuinya," jawab Robby sambil terus fokus pada kemudinya. 

Kiara mendengus kesal. Bukankah pria itu sudah lama berada di sisi Nelson? Seharusnya Robby tahu bagaimana sikap Nelson tersebut. Meski Kiara sudah menjalin hubungan dengan Nelson selama dua tahun, tetap saja gadis itu tidak bisa menebak apa yang akan Nelson lakukan jika ia membuat kesalahan. 

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di halaman kediaman Kiara. Robby turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk Kiara. Kiara tersenyum sesaat, lalu mengucapkan kata terima kasih pada Robby. 

"Nona, saya harap Anda tidak mencoba membuat tuan Nelson marah lagi. Jika tidak, saya takut Anda tidak bisa menanggung akibatnya," ucap Robby dan hanya dibalas anggukan oleh Kiara. 

"Kalau begitu, saya pamit, nona. Permisi. Jaga diri Anda baik-baik," ujar Robby lalu masuk kembali ke mobilnya. Selepas mobil itu melesat pergi, Kiara segera masuk ke dalam rumahnya. 

Kiara tak menghiraukan para pelayan rumahnya yang terlihat begitu sibuk. Biasanya, rumah itu sangat sepi ketika Kiara pulang ke rumahnya. Namun Kiara tak ambil pusing untuk memikirkan hal tersebut. Kiara hari ini merasa lelah. Bahkan ia belum sempat berganti seragamnya, karena Nelson yang langsung membawanya pergi setelah ia selesai sekolah. 

"Haaahh...!" Kiara menghela napasnya saat ia merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Sebelum itu ia sudah melepas tas dan sepatunya. 

Kiara memejamkan matanya. Ia ingin beristirahat sejenak sebelum pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tanpa ia sadari, kini Kiara mulai terlelap. 

"Kiara sayang, bangun, yuk. Kamu harus bersiap-siap hari ini," bisik Jenita, ibu Kiara sambil mengusap rambut Kiara. Kiara menggerakkan tangannya dan mengucek matanya. Ia masih merasa lelah, ia ingin tidur sebentar lagi. 

"Kia, ayo bangun, Nak!" ujar Jenita kembali. Membuat Kiara terpaksa membuka matanya. 

"Ada apa, Ma? Kiara masih mengantuk," sahut Kiara. Ia memeluk gulingnya kembali. 

"Kiara, Mama tunggu sampai tiga puluh menit untuk bangun dan mandi. Jika tidak, jangan harap Mama memberikan uang saku padamu lagi!" Nampaknya ancaman itu berhasil membuat Kiara bangun dari tidurnya. Kiara mengerucutkan bibirnya namun kakinya tetap melangkah menuju kamar mandi. 

"Mama menyebalkan! Kenapa selalu mengancam Kia dengan uang saku!" 

Hal itu membuat Kiara kesal, karena setiap kali ia ingin membantah, ancaman itulah yang membuatnya mati kutu. Jika benar terjadi Mamanya tidak memberikan uang saku, Kiara tidak tahu apakah masih bersemangat untuk pergi ke sekolahnya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status