Share

Bab 2

Selesai mandi, Kiara segera keluar dari kamarnya. Ia sejenak mematung di ambang pintu kamar mandinya. Jenita masih berada di kamarnya. Hal ini tak pernah ia lihat sebelumnya. Mamanya itu selalu disibukkan dengan pekerjaannya, tetapi sore itu Jenita menunggu Kiara dengan sabar hingga Kiara selesai mandi. 

"Sudah selesai mandi, sayang?" tanya Jenita basa-basi. Ia tahu jika belum selesai mandi, mungkinkah putrinya itu akan keluar dari kamar mandi? Kiara mengangguk. Ia masih menatap ke arah Jenita. 

"Sini, hari ini Mama membelikan Kia baju baru. Cobalah, Mama yakin kamu akan menyukainya," ucap Jenita dengan antusias. Kia masih dibuat bingung oleh sikap Jenita yang tak biasa. 

Biasanya, Jenita tak pernah turun tangan perihal baju yang ia kenakan. Selama ini Jenita membebaskan Kiara memilih sendiri pakaian seperti apa yang ia kenakan, asal pakaian itu masih terlihat sopan. 

"Kenapa, Ma? Mama ada pesta ya malam ini?" tanya Kiara sambil menatap gaun warna biru muda itu. Itu bukanlah pakaian yang seperti ia pakai seharu-hari. Itu terlihat seperti sebuah gaun meski terlihat sederhana namun akan anggun jika Kiara yang memakainya. 

"Jangan banyak tanya. Setelah memakai baju ini, Mbak Lala akan membantu kamu untuk berdandan. Mama tinggal sebentar, ya." Jenita melangkah keluar dari kamar Kiara. 

Kiara masih bingung dengan sikap Mamanya. Tak biasanya, Mamanya bersikap aneh seperti itu. Namun, meski terlihat janggal, Kiara tetap memakai gaun tersebut. 

"Bagaimana, Tante? Apa Kiara mau memakai gaun itu?" tanya seorang pria dari balik teleponnya. Sebelumnya Jenita segera pergi dari kamar putrinya dan segera menghubungi pria itu. 

"Kamu tenang saja. Kiara pasti akan terlihat cantik malam ini," balas Jenita lalu mengembangkan senyumnya. Ia segera mematikan ponselnya karena takut Kiara akan mendengarnya nanti. Jenita begitu bersemangat, ia tak sabar menanti malam tiba. 

Kiara berdandan dibantu oleh Mbak Lala. Ia merasa bingung, apakah akan ada tamu istimewa malam ini, sehingga ia harus berdandan secantik itu. 

"Mbak, memangnya Mama ada acara apa, sih?" tanya Kiara. Mungkin saja Mbak Lala akan memberitahu dirinya. 

"Saya juga tidak tahu, Nona. Saya hanya ditugaskan untuk membantu Nona Kia bersiap," jawab Mbak Lala. 

Sebenarnya Mbak Lala juga tidak tahu. Ia hanya ditugaskan untuk membantu Kiara bersiap. Mbak Lala pun juga sama penasarannya dengan Kiara. 

Kiara mendengus kesal. Ia berpikir semua orang yang ada di rumahnya sengaja merahasiakan tentang hal tersebut. 

"Mbak, temani aku ke lantai bawah, yuk. Aku lapar, nih." Kiara menggenggam tangan Mbak Lala. Kiara ingin mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Semakin semua orang merahasiakan darinya, semakin Kiara penasaran ingin mengetahuinya. 

"Nona di sini saja, ya. Biar Mbak Lala yang ambilkan makanannya," balas Mbak Lala. Kiara semakin yakin jika acara malam nanti berkaitan dengan dirinya. 

"Kenapa, Mbak?" tanya Kiara memancing Mbak Lala agar membuka sedikit informasi darinya. 

"Saya tidak tahu. Nyonya bilang, Anda tidak diperbolehkan keluar kamar sebelum ada perintah dari Nyonya," sahut Mbak Lala. 

Kiara menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju ranjangnya. Hari ini ia seperti tahanan Mamanya. Tidak diperbolehkan keluar kamarnya meski di rumahnya sendiri. 

"Apaan sih Mama ini, main rahasia-rahasiaan, deh," batin Kiara dengan kesal. 

***

Sedangkan di tempat lain, Nelson sedang duduk di ruang tengah. Tatapannya tak lepas dari jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih tersisa setengah jam lagi untuk bergegas menuju rumah Kiara. Nelson tak sabar untuk bertemu dengan Kiara. Ia ingin tahu, bagaimana reaksi gadis itu jika Nelson tiba-tiba datang mengunjungi rumahnya. 

Selama ini Kiara selalu melarang Nelson berkunjung ke rumahnya. Kiara beralasan bahwa orang tuanya mungkin akan menentang hubungan mereka. Namun berbanding dengan Nelson. Prinsipnya, jika ia ingin menjalin hubungan dengan seorang gadis, ia harus mendekati keluarganya juga. Nelson tidak ingin menjalin hubungan jikalau suatu saat orang tua gadis itu tak merestui mereka. 

Nelson terpaksa menyembunyikan hubungan mereka karena Kiara mengancam tak ingin mengenalnya lagi jika semua orang tahu tentang hubungan mereka. Bagi Nelson itu bukanlah alasan yang tepat, namun Nelson berusaha untuk memenuhinya. Baginya, selagi gadis itu tak meninggalkannya, Nelson akan melakukan apa saja. 

Aneh memang jika Nelson yang terkenal arogan itu tak bisa berkutik di hadapan Kiara yang hanya seorang gadis kelas tiga SMA. Entah apa yang membuat Nelson begitu tergila-gila pada gadis itu, sehingga Nelson tak ingin melepaskan Kiara. 

"Robby, berapa lama lagi aku harus menunggu?" tanya Nelson yang merasa tidak tenang. Ia ingin cepat pergi ke rumah Kiara. 

"Tunggu sebentar, tuan muda. Tuan dan Nyonya masih dalam perjalanan ke sini," jawab Robby. Nelson mendengus kesal. Orang tuanya itu kenapa begitu lama? Batin Nelson. 

Beberapa jam yang lalu... 

"Ma, aku ingin melamar seorang gadis. Aku minta Mama dan Papa pulang sekarang juga." Nelson berbicara dengan orang tuanya melalui sambungan telepon. 

"Apa? Kenapa tiba-tiba sekali? Nelson, bagaimana bisa kamu melamar gadis tapi tidak memberitahu kami dulu?" Pekik Eliza, ibu Nelson. 

"Bukankah ini aku memberitahu kalian?Tidak ada waktu untuk menjelaskan sekarang, Ma. Lamaran ini pun juga mendadak, jika Mama dan Papa tidak datang, maka kalian akan kehilangan seorang menantu yang imut," ucap Nelson. 

Nelson bingung harus menceritakan dari mana. Ia tidak ingin citra Kiara di mata kedua orang tuanya jelek. Karena hanya gadis itu yang Nelson inginkan untuk menjadi istrinya. 

"Tunggu! Kamu... Kamu melamar gadis itu bukan karena dia hamil duluan, kan?" Eliza bertanya dengan pelan. Jika dugaannya itu benar, Eliza akan menghajar putranya itu. 

Eliza selalu berpesan untuk selalu berhati-hati pada seorang wanita. Ia tidak ingin putranya terjebak dalam skandal cinta apapun. Karena itu menyangkut nama besar keluarga mereka. 

Eliza juga selalu mengingatkan Nelson agar tidak mempermainkan hati wanita. Bagaimanapun ia ingin putranya bersih dan tidak terbuai oleh rayuan wanita. Bisa saja para wanita itu hanya memanfaatkan kedudukan putranya yang kini mewarisi perusahaannya. 

"Mama tidak percaya padaku? Bagaimana mungkin aku melakukan hal bodoh itu?" Nelson bertanya balik. Eliza bernapas lega. Ia bersyukur jika Nelson tidak melakukan hal tersebut. 

"Lalu?" Selidik Eliza. Nelson pusing jika terus ditanya oleh ibunya. Apalagi ia hanya punya waktu sedikit untuk segera melamar gadis itu. 

"Lalu apa? Aku mencintai gadis itu, Ma. Mama tenang saja, ya. Aku bisa menjamin jika gadis ini memenuhi kriteria calon menantu keluarga Kalandra!" 

Setelah mengucapkan hal itu, Nelson segera menutup teleponnya. Jika tidak, Mamanya akan terus mengintrogasi dirinya. Selepas menghubungi orang tuanya, Nelson tersenyum lebar. 

"Kia, maafkan aku jika aku tidak menepati janjiku untuk menikahimu lima tahun lagi. Inilah akibatnya jika kamu berani bermain dengan laki-laki lain di belakangku."

Nelson tersenyum penuh arti. Baginya, menikah sekarang dan lima tahun lagi tidak ada bedanya. Ia ingin mengikat Kiara selamanya di sampingnya. Nelson tidak akan membiarkan gadis itu meninggalkannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status