Share

Bab 5 - Ayo Kita Menikah!

“Kamu mau ke mana?” tanya Yudha. 

“Saya mau pergi, karena di sini bukan tempat saya. Terima kasih sudah mengizinkan saya menginap di sini semalam,” ucap Alya, gadis itu berbicara tanpa melihat ke arah lawan bicaranya. 

“Kamu yakin mau pergi dari sini? Kamu mau pergi ke mana? Apa kamu masih punya tempat untuk pulang? Oh, iya, Pak Pandu dan istrinya pasti sudah menunggu kedatanganmu. Silahkan kalau kamu mau kembali ke rumah itu lagi. Kita lihat saja nanti,” kata Yudha. 

Alya terdiam sejenak di tempatnya, tetapi ucapan Yudha tetap saja tidak merubah keputusannya untuk segera pergi dari tempat itu. 

Alya tidak mau menikah dengan pria asing yang baru saja dia kenal. Bahkan, ia tidak tahu seperti apa rupa pria itu karena wajahnya selalu ditutupi. 

“Anda tenang saja, saya sudah terbiasa menerima perlakuan buruk mereka.” Tanpa menunggu lama, Alya segera melanjutkan langkahnya menuju pintu, lalu keluar dari apartemen mewah itu. 

“Reno, sudah tahu ‘kan, apa yang harus kamu lakukan?” tanya Yudha pada asisten pribadinya. 

“Iya, Pak Bos, tapi apa harus sekarang? Saya belum sarapan ini,” ujar Reno dengan wajah memelas. 

“Kamu lebih sayang sama sarapan ini, atau pekerjaan kamu?” tanya Yudha lagi, kali ini nada bicaranya terdengar sangat dingin. Sehingga membuat sang asisten langsung bergegas melaksanakan tugasnya. 

“Yaelah, Pak Bos. Saya baru aja mau menikmati makanan enak,udah disuruh pergi. Nasib-nasib,” gumam Reno sambil meraih kunci mobil yang ada di atas meja makan. 

Alya berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju lift, sesekali tampak gadis itu menyeka air matanya. 

Reno berusaha mengejar gadis itu, tetapi sayangnya ia sudah kehilangan jejak. Karena saat ini Alya sudah berada di dalam taksi menuju rumah orang tuanya. 

Meskipun sudah tahu resiko apa yang harus ia terima jika kembali ke rumah itu lagi, tetapi saat ini tidak ada tempat lain yang bisa didatanginya selain rumah itu. Sahabat yang ia anggap seperti malaikat pun sudah mengkhianatinya. 

Di tempat lain. Seorang wanita muda yang masih menggunakan pakaian sangat minim, tampak seperti kurang bahan, terlihat sangat panik setelah mendapat kabar dari orang yang semalam memberikannya uang. 

Ia juga penasaran siapa orang yang sudah membantu Alya, sehingga gadis itu bisa terbebas dari pria tua bangka yang semalam berada di kamar hotel bersamanya. 

Meskipun pria yang sudah membayarnya tidak meminta uangnya kembali, tetapi tetap saja wanita itu tidak bisa tenang dan terus kepikiran dengan Alya. 

“Alya dibawa pergi oleh manajer hotel? Rasanya tidak mungkin, tapi bagaimana kalau itu  memang benar? Ah … kenapa jadi seperti ini, sih? Kenapa dia selalu beruntung?” erang gadis itu sembari melempar bantal ke sembarang arah. 

Merasa tidak tenang setelah mendapat kabar tentang Alya, wanita itu segera bergegas turun dari tempat tidur sambil menyambar tasnya yang ada di atas nakas. Ia harus pergi menemui seseorang dan menceritakan tentang kejadian tadi malam.

“Aku harus memberitahu mereka soal ini,” ucap wanita itu seraya keluar dari rumah kontrakan yang selama ini ditempatinya.

Waktu sudah menunjuk di angka tujuh pagi saat Alya sampai di depan gerbang rumah orang tuanya. Mata gadis itu menyipit begitu ia melihat sebuah mobil berwarna putih terparkir di halaman rumah tersebut. 

“Mona,” ucap Alya. “Kebetulan banget dia di sini, aku harus bicara dengannya soal semalam.” Dengan terburu-buru, Alya segera keluar dari taksi setelah membayar ongkosnya. 

Melihat pintu rumah yang sudah terbuka, Alya langsung masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Karena ia sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan dari sang paman dan juga sahabat yang semalam sudah menjebaknya. 

Sesampainya di ruang tamu, langkah Alya langsung terhenti saat ia tak sengaja mendengar gelak tawa seseorang yang berasal dari ruang tengah. 

Gadis itu pun segera bersembunyi di balik tembok yang membatasi antara ruang tamu dan ruang tengah. Ia ingin tahu apa yang sedang dibicarakan oleh paman, bibi dan juga sahabatnya. 

“Om, Tante, sekarang bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Gimana kalau manajer hotel yang semalam menolong Alya, jatuh hati padanya? Secara, Alya ‘kan, cantik. Aku nggak mau itu sampai terjadi,” ujar Mona sambil merengek pada Ratih. 

“Kamu tenang saja, Mona. Tante pastikan bahwa itu tidak akan terjadi, karena kamu satu-satunya keponakan yang paling Tante sayang.” Ratih tersenyum sambil mengelus lengan wanita muda yang ia sebut sebagai keponakan. 

“Apa …? Jadi, Mona keponakannya Tante Ratih?” Alya terperangah setelah mengetahui satu kebenaran tentang sahabatnya. 

Sekarang ia jadi mengerti kenapa selama ini paman dan bibinya selalu bersikap baik pada sahabatnya itu, ternyata ini alasan mereka. Alya juga baru tahu jika mereka bertiga bekerja sama untuk menghancurkan dirinya. 

Merasa sudah tidak sanggup mendengar apa yang dibicarakan oleh tiga orang yang berada di ruang tengah, Alya akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Berjalan dengan sangat hati-hati agar ketiga orang tersebut tidak menyadari kehadirannya. 

Sesampainya di luar rumah, Alya berlari menuju jalan raya, mengabaikan penjaga rumah yang terus memanggilnya. Gadis itu merasa syok dan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Banyak hal yang selama ini dirahasiakan oleh paman dan bibinya, termasuk soal kematian kedua orang tuanya. 

“Akh … kenapa kalian jahat banget sama aku? Terutama kamu, Mona. Aku udah percaya sama kamu, aku juga udah anggap kamu seperti saudara, tapi kenapa kamu tega banget sama aku? Kenapa …?” erang Alya sambil menatap foto sang sahabat di layar ponselnya. 

Sopir taksi pun kaget mendengar teriakan penumpangnya, tetapi ia tidak ingin ikut campur dan lebih memilih membiarkannya. Setelah sampai di tempat tujuan, sang sopir menoleh ke kursi belakang dan mendapati penumpangnya sudah tertidur. 

“Nona, kita sudah sampai. Nona,” panggil sang sopir sambil menyembunyikan klakson mobil. 

Alya terperanjat dan segera membuka matanya, kemudian bergegas keluar saat melihat kendaraan itu sudah berhenti sesuai dengan alamat yang ia berikan. 

“Terima kasih, Pak. Ambil aja kembaliannya,” ujar Alya sambil menyerahkan dua lembar uang kertas berwarna merah kepada sopir taksi. 

“Wah! Terima kasih, Nona.” Mata sang sopir langsung berbinar setelah melihat nominal uang yang ada di tangannya. 

Awalnya Alya merasa ragu untuk kembali ke tempat itu, tetapi saat ini ia sudah tidak punya pilihan lain. Persetan dengan harga diri, yang terpenting ia bisa membalaskan rasa sakit hati atas pengkhianatan yang dilakukan oleh anggota keluarga dan juga sahabatnya. 

Alya tampak mondar-mandir sambil menggigit ujung jarinya di depan salah satu unit apartemen mewah milik seseorang yang baru dikenalnya. Tangannya terasa sangat berat untuk menekan tombol yang berada di samping pintu. 

Sementara sang pemilik apartemen itu sudah melihat kedatangan Alya, ia pun tersenyum dan segera beranjak menuju pintu. 

Alya kaget melihat seseorang membukakan pintu. “Anda,” ucapnya dengan gagu. 

“Kamu, kok di sini? Kenapa? Ada barang yang ketinggalan?” tanya Yudha. 

Alya menggeleng pelan, kemudian ia berlutut di hadapan Yudha. “Saya bersedia menerima syarat dari Anda. Asalkan, Anda mau membantu saya. Ayo, kita menikah!” ucapnya dengan mata terpejam. 

“Apa …?” Kedua bola mata Yudha membulat sempurna setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Alya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status