Share

Bab 4 - Menawarkan Bantuan

“Pak Bos, Nona Alya. Saya permisi ke kamar mandi dulu, ya. Soalnya saya belum cuci muka,” ujar Reno, ia juga sudah tidak tahan ingin segera buang air kecil. 

“Loh, Mas Reno tahu nama saya dari mana? Perasaan, saya belum sempat memperkenalkan diri dari semalam.” Alya cukup kaget saat mendengar Reno menyebut namanya. 

“Oh, iya. Soal itu, saya memang sudah tahu. Sudah ya, saya sudah nggak tahan ini.” Reno berbicara sambil mengernyit karena menahan rasa ingin buang air kecil. 

Alya masih penasaran dengan siapa sebenarnya orang-orang yang sudah menolongnya, apalagi melihat pria di hadapannya yang terus saja menggunakan penutup wajahnya. 

“Oh, ya. Siapa nama kamu?” tanya Yudha. 

Alya tersenyum kecut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Yudha. “Saya tidak yakin kalau Anda belum mengetahui nama saya,” jawabnya. “Mas Reno selaku bawahan Anda saja sudah tahu siapa nama saya, rasanya sangat tidak mungkin jika Anda belum mengetahuinya.” 

Yudha mencebik bibirnya di dalam masker, ia lupa bahwa asisten pribadinya baru saja memanggil nama gadis itu di hadapannya. Baru kali ini seorang Yudha Kusuma kurang teliti dalam penyamaran. 

“Oke, baiklah. Saya memang sudah tahu siapa nama kamu,” ujar Yudha berterus terang. Karena sudah tidak ada yang perlu ia tutup-tutupi lagi dari gadis itu. 

Alya menjatuhkan sendok yang ada di tangannya setelah mendengar pengakuan Yudha. “Anda sudah tahu nama saya? Tapi bagaimana mungkin? Sejak kapan?” tanyanya tak percaya. 

“Ya, saya bahkan sudah lama mengetahui siapa kamu dan juga latar belakangmu. Kamu putrinya almarhum Tuan Frans Atmadja, ‘kan? Alya Namira Atmadja,” kata Yudha dengan tegas dan lantang ia menyebut nama lengkap Alya. 

“Ka-kamu sudah tahu soal itu juga? Jangan-jangan, kamu adalah salah satu saingan bisnis almarhum Papa saya. Iya, ‘kan?” tuduh Alya, tetapi Yudha langsung menggeleng cepat. 

“Bukan. Kamu salah kalau mengira saya seperti itu,” tangkas Yudha. Karena dia memang bukan saingan bisnis almarhum Tuan Frans Atmadja. 

“Lalu, dari mana Anda bisa mengetahui kalau saya adalah putri kandung Pak Frans Atmadja? Saat Papa dan Mama saya masih hidup, mereka tidak pernah memberitahu siapa pun bahwa saya adalah putri mereka,” ujar Alya. 

“Almarhum sendiri yang  memberitahu saya,” jawab Yudha. “Saya adalah rekan bisnis beliau, bukan musuhnya.”

“Papa sendiri yang cerita soal aku padanya? Sebenarnya, sedekat apa hubungan Papa sama orang ini? Kenapa Papa sampai memberitahu dia?” Alya bergumam pelan sambil menatap Yudha. 

Ia semakin penasaran siapa sebenarnya sosok Yudha Kusuma. Karena sejak kedua orang tuanya meninggal, saat itu pula kehidupan Alya langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Gadis malang itu harus menjadi pelayan di rumahnya sendiri.

Alya sudah tidak tahu menahu lagi soal dunia luar, ia hanya diperbolehkan datang ke sekolah dan pergi ke pasar untuk belanja bulanan, itu pun dengan pengawasan yang sangat ketat. 

Paman dan bibinya tidak ingin Alya terlalu banyak berinteraksi dengan orang-orang luar, mereka takut identitas Alya yang merupakan putri seorang pengusaha ternama akan terungkap. 

Saat Tuan Frans dan istrinya masih hidup, mereka memang tidak pernah memperkenalkan putri mereka pada rekan-rekan bisnisnya. 

Demi melindungi sang putri dari para musuhnya, Tuan Frans dan istrinya terpaksa menyembunyikan buah hati mereka. Orang-orang memang mengetahui jika Tuan Frans mempunyai seorang putri, tapi tak ada satu orang pun yang tahu seperti apa wajah anak itu. 

Sampai akhirnya pasangan suami istri itu meninggal, identitas putri mereka tetap tidak diketahui oleh siapa pun kecuali anggota keluarga Atmadja. 

“Kamu bicara apa? Jangan berbisik-bisik, katakan saja. Apa kamu sama sekali tidak tahu tentang keluarga Kusuma?” tanya Yudha. 

“Saya sering dengar waktu saya masih SMP dulu, tetapi saya sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui tentang mereka lebih jauh. Terlebih lagi setelah kedua orang tua saya meninggal, kehidupan saya berbanding terbalik dengan sebelumnya,” tutur Alya dengan sendu, matanya pun sudah berkaca-kaca. 

“Tidak perlu kamu ceritakan apa yang terjadi padamu, karena saya sudah mengetahui semuanya. Saya bisa membantu jika kamu tidak keberatan,” kata Yudha sambil menuangkan kuah sup ke dalam piringnya. 

“Membantu saya? Soal apa?” tanya Alya balik. 

“Apa saja. Termasuk mengambil kembali seluruh harta kekayaan keluarga Atmadja,” ujar Yudha. 

Seperti mendapat angin surga, Alya terlihat sangat senang mendengar apa yang dikatakan Yudha. 

“Anda serius mau membantu saya? Gimana caranya? Karena sekarang, semua harta peninggalan almarhum Papa dan Mama saya sudah berpindah tangan menjadi milik Om Pandu. Rumah, villa, mobil dan juga perusahaan, semuanya sudah mereka kuasai,” papar Alya sambil menundukkan wajahnya. 

“Itu hanya perkara kecil bagi saya. Semua orang juga tahu bahwa Pak Pandu dan istrinya sama sekali tidak berhak atas semua kekayaan yang mereka saat ini,” ujar Yudha. 

“Mereka mengambilnya dengan paksa, seandainya saya tidak menuruti keinginan mereka pada waktu itu, mungkin saat ini saya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Saya hanya ingin menyelamatkan perusahaan Papa, karena perusahaan itu dibangun oleh almarhum Kakek saya. Om Pandu seharusnya memang tidak punya hak sama sekali, karena dia bukan saudara Papa.” 

Alya menyeka kasar air matanya. Ia tidak ingin menangis dan memperlihatkan kelemahannya di depan orang yang masih asing baginya. Namun, butiran kristal itu menetes dengan sendirinya tanpa bisa ia cegah. 

“Saya bisa membantu kamu, tetapi dengan satu syarat.” Yudha tampak menghela napas panjang setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. 

“Syarat? Apa syaratnya?” tanya Alya penasaran. 

“Menikahlah dengan saya,” jawab Yudha dengan cepat dan tegas. 

“Apa …? Me-menikah?” Wajah Alya langsung berubah pucat setelah mendengar syarat yang diajukan oleh Yudha. 

“Pak Bos bicara apa? Saya tidak salah dengar, ‘kan?” tanya Reno yang baru saja kembali ke dapur. Pria itu pun sudah berpakaian rapi dan siap untuk segera pergi ke kantor.

Tidak hanya Alya yang kaget mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Yudha. Selaku asisten pribadi, Reno juga sangat kaget dan merasa tak percaya. 

“Tolong jangan bercanda, ya, Tuan. Saya harus menikah dengan Anda? Yang benar saja? Anda bahkan lebih pantas menjadi ayah saya, saya juga belum kepikiran untuk menikah. Sekarang saya baru mengerti apa tujuan kalian menolong saya,” ujar Alya sambil berdiri dari tempat duduknya. “Saya ucapkan terima kasih atas niat baik Anda yang ingin membantu saya, tapi syaratnya tidak bisa saya penuhi. Saya permisi,” ucapnya seraya berlalu pergi meninggalkan meja makan. 

“Nona Alya,” panggil Reno, berusaha mencegah Alya, tetapi Yudha mengerjapkan mata seraya menggelengkan kepalanya, sebagai isyarat agar membiarkan gadis itu pergi sesuai keinginannya. 

Alya masuk ke kamar hanya untuk mengambil tasnya, kemudian gadis itu segera keluar dan bersiap untuk pergi dari tempat itu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara seseorang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status