Share

6. Dingin dan Angkuh

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-10 00:11:53

Shiera mencoba untuk memejamkan kedua matanya, berharap bisa terlelap dan melupakan semua yang terjadi hari ini. Namun pikirannya terus berkelana, tidak memberi ruang bagi ketenangan.

Tiba-tiba ponselnya berdering, mengejutkannya dari lamunan.

“Kenapa dia meneleponku? Ada apa?” lirih Shiera tak tenang. Ia segera menerima panggilan itu.

“Shiera, kamu di mana? Ayahmu mencari kamu di rumahku. Dia marah besar,” ungkap seorang lelaki di seberang sana.

“Adnan, aku bisa jelaskan semuanya. Tolong jangan katakan apa pun kepada ayahku,” Shiera memohon, suaranya terdengar putus asa.

“Baiklah. Apakah besok kita bisa bertemu? Aku ada kabar lain. Kabar baik.”

Shiera setuju untuk bertemu dengan sahabat dekatnya itu sebelum mematikan panggilan. ‘Kabar baik? Jangan-jangan Adnan mau menikah?’ Wanita itu bertanya-tanya dalam hatinya.

Keesokan paginya, Shiera terbangun dengan kepala cukup berat. Ia memandang langit-langit kamar, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari itu.

Matahari sudah mulai menyinari kota dengan lembut. Di dalam rumah besar Eliana dan River, suasana pagi tampak tenang dan teratur.

Shiera yang baru saja selesai merapikan rambutnya, segera membantu asisten rumah tangga menyiapkan sarapan di meja makan.

Aroma roti panggang dan kopi segar memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang hangat meskipun hati Shiera terasa sebaliknya.

Eliana dan River sudah duduk di meja makan. Eliana yang selalu tampak ceria dan River dengan wajah datar tanpa ekspresi sibuk membaca pesan pada ponselnya sambil sesekali menyeruput kopi hitamnya.

Shiera masih sibuk membantu asisten rumah tangga mengatur piring-piring dan menyusun hidangan.

Tangannya lincah tetapi matanya terus melirik ke arah Eliana dan River yang duduk berseberangan. Ada perasaan tidak nyaman yang menggelayuti hati Shiera, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.

Ketika semua hidangan telah tersaji di meja, Shiera hendak pergi kembali ke dapur, berharap bisa menghindari situasi canggung tersebut. Namun suara Eliana menghentikannya.

“Shiera, duduklah di sini dan makan bersama kami,” kata Eliana dengan senyum ramah yang tampak dipaksakan.

Shiera melirik ke arah River yang hanya duduk diam, wajahnya tanpa ekspresi, seolah tidak peduli dengan keberadaan Shiera di meja makan.

Hati Shiera semakin gelisah. Ia merasa tidak enak hati dan takut mengganggu waktu mereka berdua.

“Terima kasih, El, tapi aku sudah sarapan tadi,” kata Shiera berusaha menolak dengan halus.

Eliana tidak menyerah. “Ayolah, Shiera. Aku tahu kalau kamu belum makan apa pun sejak pagi. Duduklah dan temani kami sarapan. Aku ingin kita semua bisa makan bersama.”

Shiera merasakan desakan halus namun tegas dalam nada bicara Eliana. Akhirnya dengan perasaan ragu Shiera duduk di kursi yang disediakan.

Tangannya gemetar saat mengambil sendok, sementara matanya sesekali mencuri pandang ke arah River.

Namun pria itu tetap diam, fokus pada makanannya, tanpa sedikit pun memberikan perhatian pada Shiera.

Eliana berusaha mencairkan suasana dengan mengajak Shiera mengobrol. “Shiera, bagaimana tidurmu tadi malam? Apakah kamu merasa nyaman?”

Shiera tersenyum tipis, mencoba membalas keramahan sahabatnya. “Tidurku cukup baik, El. Terima kasih.”

Pembicaraan berlangsung canggung, dengan Eliana yang terus berusaha melibatkan Shiera dalam percakapan.

Namun perhatian Shiera terus tertuju pada River yang tampak semakin dingin dan angkuh.

Setiap gerakan pria itu terukur dan penuh dengan sikap acuh tak acuh. Seolah-olah kehadiran Shiera di meja makan hanyalah angin lalu.

Di saat Eliana dan Shiera masih mengobrol, Tiba-tiba River meletakkan sendoknya dengan suara yang cukup keras hingga membuat suasana menjadi hening seketika.

“Aku sudah kenyang,” katanya dengan nada datar.

River berdiri dari kursinya, mengabaikan pandangan Eliana dan Shiera yang terkejut.

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, River meninggalkan meja makan dan menuju pintu keluar, siap berangkat kerja.

Shiera merasa dadanya semakin sesak melihat sikap dingin River. Ia merasa bersalah dan tidak nyaman.

Setelah River pergi, Shiera menundukkan kepala, tidak berani menatap mata Eliana.

“Lihatlah, El. Sepertinya River sangat membenciku,” katanya lirih.

Eliana menggeleng dan mencoba menenangkan Shiera. “Jangan berpikir begitu, Shiera. River hanya butuh waktu untuk menerima semua ini. Aku yakin dia tidak membencimu.”

Namun, Shiera tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah yang menghantuinya. Sikap dingin dan angkuh River terus terbayang di benaknya, membuat hatinya semakin berat. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tidak pernah diinginkannya.

Setelah sarapan selesai, Shiera membantu membersihkan meja bersama asisten rumah tangga. Tangannya bergerak otomatis, tetapi pikirannya terus melayang ke kejadian di meja makan tadi. Ia tidak tahu sampai kapan bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.

Eliana datang mendekat dan menepuk bahu Shiera dengan lembut. “Shiera, kamu harus kuat. Kita akan melalui ini bersama-sama. Aku yakin River akan berubah sikapnya nanti.”

Shiera hanya mengangguk saja. Ia berusaha percaya dengan ucapan sahabatnya itu.

Eliana kemudian pamit untuk berangkat kerja. Seperti biasanya ia tampil sangat menawan. Sungguh berbeda jauh dengan penampilan Shiera saat ini.

Setelah memastikan Eliana dan River sudah berangkat kerja, Shiera memutuskan untuk menemui Adnan.

Namun sebelum ia sempat beranjak, sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang CEO   59. Menenangkan

    Ia tak menyangka bahwa Shiera, yang biasanya selalu sabar dan menerima, kini berani menuntut haknya. “Shiera, aku tidak ingin kamu pergi. Dan sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa pergi.” “Oh ya? Aku butuh seseorang yang bisa menghargai dan memperjuangkan keberadaanku. Bukan sekadar seseorang yang menganggapku pilihan kedua.” Shiera beranjak menuju jendela, menatap langit. Ia ingin mencari ketenangan. Hening sejenak, sampai River akhirnya bangkit berdiri, mendekati Shiera dan berhenti di sampingnya. “Aku paham, Shiera. Dan mungkin sudah saatnya aku mengambil keputusan. Aku tahu kamu layak mendapatkan cinta yang penuh, bukan yang setengah-setengah. Dan mungkin, selama ini aku terlalu egois mempertahankanmu tanpa benar-benar berusaha mencintaimu seutuhnya.” Shiera menoleh, menatap wajah River yang terlihat begitu terluka. Rasa kasihan dan simpati tiba-tiba muncul di hatinya, meski ia tahu bahwa perasaannya tidak akan mengubah kenyataan pahit yang sedang mereka hadapi. “Jadi,

  • Istri Kedua Sang CEO   58. Untuk Kalian Berdua

    Shiera berusaha menjaga ketenangannya, meski di dalam hatinya ada perasaan gelisah yang semakin kuat. “Kami hanya mengobrol biasa El,” jawab Shiera singkat namun dengan nada tegas, berusaha tidak menunjukkan kelemahan di depan wanita yang tampak seperti menikmati kehadirannya untuk menguji kesabarannya. Eliana tersenyum sinis, lalu melangkah mendekat. Setiap langkahnya penuh percaya diri, seolah ingin menunjukkan bahwa ia yang memegang kendali di sini. “Ah, hanya berbicara, ya? Apakah kamu yakin itu saja, Shiera?” Shiera mengepalkan tangannya di belakang punggungnya, berusaha mengendalikan emosinya yang semakin mendidih. Ia tidak ingin membuat situasi semakin buruk dengan merespons secara emosional. “Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apapun padamu, Eliana,” ucapnya tegas, meski hatinya berdebar kencang. “Oh, benar sekali. Tapi, kamu harus ingat, Shiera, kamu hanyalah tamu di rumah ini,” jawab Eliana dengan nada tajam yang terasa menghujam hati Shiera. “Kamu han

  • Istri Kedua Sang CEO   57. Semakin Dekat

    Shiera menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. “Eliana…” bisiknya lirih. “Bagaimana dengan dia, River? Bagaimana kamu bisa mencintaiku jika dia masih ada di antara kita?” River terdiam, wajahnya menegang sejenak sebelum akhirnya ia menghela napas panjang. “Aku mengerti,” ujarnya dengan suara berat. “Aku tahu, selama ini kehadiran Eliana adalah bayangan yang terus menghantuimu. Tapi percayalah, Shiera … perasaanku padamu tidak bisa diukur dengan perasaan yang pernah kumiliki untuknya.” Ia berhenti sejenak, matanya mengerjap seperti menahan emosi yang bergejolak. “Eliana… mungkin dia adalah masa lalu yang dulu pernah kuanggap segalanya,” lanjutnya dengan suara rendah. “Tapi sekarang, Shiera … yang kuinginkan hanya kamu.” Ia menggenggam tangan Shiera lebih erat, seperti mencoba meyakinkan perempuan itu bahwa setiap kata yang keluar dari bibirnya bukanlah kebohongan. Shiera masih terpaku, hatinya berperang antara rasa bahagia dan ketakutan yang tak te

  • Istri Kedua Sang CEO   56. Meragukan Cintanya

    Shiera mendongak perlahan, menatap mata River yang tampak penuh keraguan namun juga ketulusan yang jarang ia lihat. “Aku sudah terlalu lama memendam ini,” ujar River dengan suara yang sedikit bergetar. “Dan mungkin aku seharusnya mengatakannya lebih cepat.” Ia terdiam sejenak, menarik napas dalam seakan mencari kekuatan untuk melanjutkan. Shiera menatapnya, perasaan campur aduk antara harapan dan ketidakpercayaan. Apa sebenarnya yang ingin dikatakan oleh River? “Shiera, aku …,” River kembali menghela napas panjang, seperti sedang melawan dirinya sendiri. “Aku mencintaimu.” Ucapan itu keluar dengan penuh kesungguhan, namun terasa bagai ledakan di kepala Shiera. Ia terpaku, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Segala amarah, kekecewaan, dan rasa sakit yang ia rasakan beberapa saat lalu mendadak menguap, digantikan oleh rasa terkejut dan kehangatan yang perlahan menyusup ke hatinya. “River … kamu … apa maksudmu?” Shiera bertanya dengan suara bergetar, mencoba memastikan apa yang

  • Istri Kedua Sang CEO   55. Terpukul

    Shiera turun dari mobil dengan penuh kebingungan. Saat kakinya menginjak aspal, mobil River langsung melaju kencang meninggalkannya di pinggir jalan. Shiera hanya bisa menatap punggung mobil suaminya yang semakin menjauh, perasaan kesal dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa River bersikap seperti ini lagi?” gumamnya, merasa tertekan dan bingung. Tak ingin berlama-lama berdiri sendirian di pinggir jalan, Shiera segera mencari taksi untuk pulang. Di dalam perjalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh sikap River yang berubah-ubah. Dari suasana manis dan penuh tawa di pasar tadi, tiba-tiba berubah menjadi sikap dingin yang tak bisa ia pahami. Setibanya di rumah, Shiera mendapati pintu rumah sudah terbuka. Dengan dahi mengerut, ia berpikir mungkin River sudah tiba lebih dulu. Shiera menghela napas dalam-dalam, merasa sedikit lega bahwa River sudah pulang lebih dulu. Ia berharap bisa mendapatkan penjelasan atas sikap suaminya barusan. Namun, saat

  • Istri Kedua Sang CEO   54. Keluar

    “Sayur-sayuran, bumbu dapur, dan mungkin beberapa bahan segar untuk masak nanti,” jawab Shiera riang. River hanya berdiri di belakangnya, tampak bingung namun terhibur melihat antusiasme Shiera. “Kamu kelihatan sangat menikmati ini,” ujarnya. Shiera tertawa kecil. “Tentu saja. Belanja di sini terasa lebih hidup. Setiap bahan yang aku pilih langsung dari sumbernya dan aku bisa tawar-menawar dengan penjualnya,” jawabnya sambil tersenyum. River dan Shiera melangkah lebih jauh memasuki pasar tradisional dengan keramaian dan aroma khas rempah-rempah yang begitu berbeda dari lingkungan kantor atau mall mewah yang biasa dikunjungi River. CEO Tmtampan itu sesekali melirik sekeliling dengan wajah sedikit bingung, sementara Shiera terlihat sangat antusias, langsung menuju lapak sayuran. Mereka berhenti di sebuah kios sayur yang penjualnya tampak ramah menyambut. Shiera mulai memilih sayuran satu per satu. “Yang ini segar, ya, Bu?” tanyanya sambil mengangkat tomat merah. Penjualnya men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status