Demi balas budi Shiera rela dinikahkan dengan River—suami dari teman lamanya untuk melahirkan seorang anak laki-laki. Shiera harus bercerai dengan River setelah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik sebagai rahim pengganti. Hubungan yang dianggap bisa berakhir dengan mudah justru semakin rumit setelah River—lelaki yang terkenal angkuh dan dingin mulai memberikan perhatian lebih kepada Shiera sejak kehamilannya. Mungkinkah River jatuh cinta kepada Shiera? Akankah Shiera merebut cinta River dari sahabatnya? Atau ia memilih menjauh pergi untuk selamanya?
Lihat lebih banyak“Menikahlah dengan suamiku, Shiera. Lahirkan anak untuk kami.”
“A–apa? Menikah?” Shiera terperanjat. Matanya melebar seiring detak jantungnya yang semakin cepat. Wanita itu menatap Eliana dengan wajah penuh keterkejutan dan kebingungan. Kata demi kata sahabatnya tersebut terus bergema di kepalanya. Ruangan yang tadinya terasa hangat dan nyaman seketika berubah menjadi penuh ketegangan. “Tidak, El. Bagaimana mungkin aku menikah dengan suami sahabatku sendiri? Ini tidak benar.” Shiera merasa dunia di sekitarnya berputar. Tangannya yang tadi diam di atas meja kini gemetar tak terkendali. Ia meremas ujung pakaiannya dengan erat. Wanita itu segera berdiri dan berusaha mencari pegangan di tengah badai emosi yang melanda. Lidah Shiera terasa kelu. Sulit baginya menemukan kata-kata yang tepat untuk merespons permintaan yang begitu mendadak dan mengejutkan. Eliana justru menundukkan kepala. Ia seolah-olah berusaha menahan air mata yang kembali mengalir. Wanita itu kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Shiera dengan mata yang berkaca-kaca. Ia ikut berdiri dan menghampiri sahabatnya. “Aku tahu ini sulit bagimu, Shiera. Tapi orang tuaku terus mendesak kami untuk memberikan cucu laki-laki. Mereka sangat menginginkan pewaris keluarga kami. Aku ... aku tidak bisa memberikannya.” Shiera mengernyitkan dahi. “Apa maksudmu, Eliana?” Eliana menarik napas panjang. Wanita itu berusaha menenangkan dirinya sebelum melanjutkan. Ia tidak mungkin mengatakan alasannya kepada Shiera. Satu-satunya alasan yang membuat Eliana enggan mengandung dan melahirkan adalah ia tidak mau kariernya hancur berantakan. Pekerjaan Eliana sebagai seorang aktris dan foto model menuntutnya untuk selalu berpenampilan sempurna. Jika ia hamil dan melahirkan, maka tubuhnya tak lagi indah seperti sebelumnya. Hal itu bisa menyebabkan ia tersisihkan bahkan kehilangan pekerjaan. Eliana menyeka air matanya yang telah terjatuh. Kemudian ia menggenggam tangan Shiera erat-erat. “Tolong, Shiera. Kali ini aku memohon kepadamu. Hanya sementara saja. Setelah kamu melahirkan nanti, kamu bisa bebas. Kamu akan bercerai dengan River dan mendapatkan apapun yang kamu mau.” “Tapi El ... aku tidak membutuhkan apapun itu. Aku—” “Shiera ... ingatlah bagaimana aku menyelamatkanmu. Aku tidak meminta apa pun saat itu karena kamu adalah sahabatku. Sekarang, aku yang membutuhkanmu. Aku hanya memiliki harapan ini padamu.” Shiera memejamkan mata sejenak. Eliana memang telah menyelamatkannya dari bahaya yang sangat besar dan wanita itu merasa berhutang budi kepadanya. Shiera mulai mengingat kembali saat-saat mengerikan dalam hidupnya. Ketika seorang lelaki tua kaya raya yang telah membelinya dari sang ayah hampir saja merenggut kesuciannya. Eliana datang tepat waktu dan menyelamatkan Shiera. Sejak saat itu, ia berjanji akan melakukan apa saja untuk membalas kebaikan sahabatnya. Perasaan Shiera semakin terasa campur aduk. Wanita itu mencoba mengatur napasnya yang memburu. Tatapannya beralih dari Eliana ke sudut ruangan, berharap menemukan sesuatu yang bisa memberinya rasa tenang, tetapi tidak ada yang bisa meringankan kegelisahannya. Ruangan dengan dinding warna krem itu tiba-tiba terasa sempit dan mencekam. Udara di sekitarnya terasa berat, membuat Shiera sulit untuk bernapas dengan normal. Wanita itu menelan ludah susah payah. Ia berusaha menghilangkan kekeringan di tenggorokannya, tetapi rasanya tetap kering dan pahit. “Eliana, ini ... ini terlalu mendadak. Aku ...” Suara Shiera terdengar lirih dan hampir seperti sebuah permohonan. Ia bahkan tidak mampu untuk melanjutkan ucapannya. “Aku mengerti, Shiera. Ini bukan permintaan yang mudah. Tapi kami benar-benar berharap kamu bisa membantu kami.” Shiera menggigit bibir bawahnya, mencoba meredakan gemetar yang masih terus mengguncang tubuhnya. Ia meremas ujung gaunnya lebih kuat, seolah pakaian itu bisa memberinya kekuatan. Kedua mata Shiera kembali menatap Eliana, mencoba mencari kejujuran dan kejelasan di balik tatapan sahabatnya itu. “Ini bukan solusi yang tepat, El. Aku tidak bisa menikah dengan River. Aku tidak mungkin melakukannya.” Shiera menggeleng cepat dengan kedua bahunya yang ikut berguncang. Tubuhnya merosot pelan dan terduduk lemas. “Apa yang dikatakan Shiera itu benar. Aku tidak mungkin menikah lagi, Eliana!” imbuh River dengan suara lantangnya. Ruangan semakin terasa penuh dengan ketegangan. Mata Eliana yang sebelumnya penuh harap kini berubah menjadi penuh dengan kebingungan dan kekecewaan. Ia beralih menatap River yang duduk di sofa dengan wajah tegas dan penuh penolakan. “River, kita sudah membicarakan ini sebelumnya. Kamu tahu betapa pentingnya hal ini bagi kita.” Suara Eliana bergetar dengan campuran frustrasi dan permohonan. River menghela napas panjang. Ia berusaha menenangkan diri. Lelaki itu tahu bahwa semua percakapan itu terasa sulit baginya. Bahkan River tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya hubungan mereka kelak. “Eliana, aku mengerti betapa pentingnya ini bagi kamu dan keluarga kita. Tapi menikahi Shiera bukanlah solusi yang tepat.” “Tapi kita butuh seorang anak, River. Shiera adalah orang yang paling aku percaya bisa melakukannya.” Eliana masih berusaha meyakinkan River. Ia tidak mau kehilangan kesempatan emas tersebut. River kemudian berdiri. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Tatapan matanya lurus ke depan. “Aku tahu, Eliana. Tapi kita tidak bisa memaksakan hal seperti ini.” Shiera merasa seperti berada di tengah badai emosi. Ia melihat Eliana yang terlihat kacau. Seseorang yang sangat berarti baginya sedang terlibat dalam konflik yang begitu mendalam. Shiera merasa simpati dan tertekan oleh permintaan Eliana, namun di saat yang sama ia juga memahami posisi River. “Eliana, aku menghargai kepercayaanmu padaku. Tapi pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan solusi instan. Aku tidak bisa melakukan ini,” ungkap Shiera dengan suara gemetar namun tegas. Eliana menutup matanya, air mata kembali mengalir di pipinya. “Aku tidak punya pilihan lain. Aku hanya mau kamu, Shiera. Ini hanya sebentar. Tidak akan lama.” River merasa darahnya mendidih melihat Eliana yang begitu keras kepala. Ketegangan mulai menguasai tubuhnya, membuat otot-otot wajahnya menegang dan rahangnya mengeras. Lelaki itu menatap Eliana dengan tatapan tajam, berusaha menahan amarah yang terus memuncak. “Eliana, ini sudah keterlaluan!” Suaranya terdengar lebih keras. “River, ini satu-satunya cara kita bisa memiliki anak. Kamu tidak akan kehilangan diriku. Setelah ini kita akan bahagia selamanya.” River menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meski gagal. Dengan napas kesal River berbalik arah dan melangkah cepat menuju pintu. Ia merasa dadanya sesak oleh emosi yang tidak tertahankan. “Aku harap kamu bisa memikirkan hal ini matang-matang.” River membuka pintu dengan kasar. Suaranya menggema di seluruh ruangan. Tanpa menoleh lagi River keluar dari ruangan meninggalkan Eliana yang duduk dengan wajah penuh kekecewaan dan kekerasan hati.Ia tak menyangka bahwa Shiera, yang biasanya selalu sabar dan menerima, kini berani menuntut haknya. “Shiera, aku tidak ingin kamu pergi. Dan sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa pergi.” “Oh ya? Aku butuh seseorang yang bisa menghargai dan memperjuangkan keberadaanku. Bukan sekadar seseorang yang menganggapku pilihan kedua.” Shiera beranjak menuju jendela, menatap langit. Ia ingin mencari ketenangan. Hening sejenak, sampai River akhirnya bangkit berdiri, mendekati Shiera dan berhenti di sampingnya. “Aku paham, Shiera. Dan mungkin sudah saatnya aku mengambil keputusan. Aku tahu kamu layak mendapatkan cinta yang penuh, bukan yang setengah-setengah. Dan mungkin, selama ini aku terlalu egois mempertahankanmu tanpa benar-benar berusaha mencintaimu seutuhnya.” Shiera menoleh, menatap wajah River yang terlihat begitu terluka. Rasa kasihan dan simpati tiba-tiba muncul di hatinya, meski ia tahu bahwa perasaannya tidak akan mengubah kenyataan pahit yang sedang mereka hadapi. “Jadi,
Shiera berusaha menjaga ketenangannya, meski di dalam hatinya ada perasaan gelisah yang semakin kuat. “Kami hanya mengobrol biasa El,” jawab Shiera singkat namun dengan nada tegas, berusaha tidak menunjukkan kelemahan di depan wanita yang tampak seperti menikmati kehadirannya untuk menguji kesabarannya. Eliana tersenyum sinis, lalu melangkah mendekat. Setiap langkahnya penuh percaya diri, seolah ingin menunjukkan bahwa ia yang memegang kendali di sini. “Ah, hanya berbicara, ya? Apakah kamu yakin itu saja, Shiera?” Shiera mengepalkan tangannya di belakang punggungnya, berusaha mengendalikan emosinya yang semakin mendidih. Ia tidak ingin membuat situasi semakin buruk dengan merespons secara emosional. “Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apapun padamu, Eliana,” ucapnya tegas, meski hatinya berdebar kencang. “Oh, benar sekali. Tapi, kamu harus ingat, Shiera, kamu hanyalah tamu di rumah ini,” jawab Eliana dengan nada tajam yang terasa menghujam hati Shiera. “Kamu han
Shiera menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. “Eliana…” bisiknya lirih. “Bagaimana dengan dia, River? Bagaimana kamu bisa mencintaiku jika dia masih ada di antara kita?” River terdiam, wajahnya menegang sejenak sebelum akhirnya ia menghela napas panjang. “Aku mengerti,” ujarnya dengan suara berat. “Aku tahu, selama ini kehadiran Eliana adalah bayangan yang terus menghantuimu. Tapi percayalah, Shiera … perasaanku padamu tidak bisa diukur dengan perasaan yang pernah kumiliki untuknya.” Ia berhenti sejenak, matanya mengerjap seperti menahan emosi yang bergejolak. “Eliana… mungkin dia adalah masa lalu yang dulu pernah kuanggap segalanya,” lanjutnya dengan suara rendah. “Tapi sekarang, Shiera … yang kuinginkan hanya kamu.” Ia menggenggam tangan Shiera lebih erat, seperti mencoba meyakinkan perempuan itu bahwa setiap kata yang keluar dari bibirnya bukanlah kebohongan. Shiera masih terpaku, hatinya berperang antara rasa bahagia dan ketakutan yang tak te
Shiera mendongak perlahan, menatap mata River yang tampak penuh keraguan namun juga ketulusan yang jarang ia lihat. “Aku sudah terlalu lama memendam ini,” ujar River dengan suara yang sedikit bergetar. “Dan mungkin aku seharusnya mengatakannya lebih cepat.” Ia terdiam sejenak, menarik napas dalam seakan mencari kekuatan untuk melanjutkan. Shiera menatapnya, perasaan campur aduk antara harapan dan ketidakpercayaan. Apa sebenarnya yang ingin dikatakan oleh River? “Shiera, aku …,” River kembali menghela napas panjang, seperti sedang melawan dirinya sendiri. “Aku mencintaimu.” Ucapan itu keluar dengan penuh kesungguhan, namun terasa bagai ledakan di kepala Shiera. Ia terpaku, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Segala amarah, kekecewaan, dan rasa sakit yang ia rasakan beberapa saat lalu mendadak menguap, digantikan oleh rasa terkejut dan kehangatan yang perlahan menyusup ke hatinya. “River … kamu … apa maksudmu?” Shiera bertanya dengan suara bergetar, mencoba memastikan apa yang
Shiera turun dari mobil dengan penuh kebingungan. Saat kakinya menginjak aspal, mobil River langsung melaju kencang meninggalkannya di pinggir jalan. Shiera hanya bisa menatap punggung mobil suaminya yang semakin menjauh, perasaan kesal dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa River bersikap seperti ini lagi?” gumamnya, merasa tertekan dan bingung. Tak ingin berlama-lama berdiri sendirian di pinggir jalan, Shiera segera mencari taksi untuk pulang. Di dalam perjalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh sikap River yang berubah-ubah. Dari suasana manis dan penuh tawa di pasar tadi, tiba-tiba berubah menjadi sikap dingin yang tak bisa ia pahami. Setibanya di rumah, Shiera mendapati pintu rumah sudah terbuka. Dengan dahi mengerut, ia berpikir mungkin River sudah tiba lebih dulu. Shiera menghela napas dalam-dalam, merasa sedikit lega bahwa River sudah pulang lebih dulu. Ia berharap bisa mendapatkan penjelasan atas sikap suaminya barusan. Namun, saat
“Sayur-sayuran, bumbu dapur, dan mungkin beberapa bahan segar untuk masak nanti,” jawab Shiera riang. River hanya berdiri di belakangnya, tampak bingung namun terhibur melihat antusiasme Shiera. “Kamu kelihatan sangat menikmati ini,” ujarnya. Shiera tertawa kecil. “Tentu saja. Belanja di sini terasa lebih hidup. Setiap bahan yang aku pilih langsung dari sumbernya dan aku bisa tawar-menawar dengan penjualnya,” jawabnya sambil tersenyum. River dan Shiera melangkah lebih jauh memasuki pasar tradisional dengan keramaian dan aroma khas rempah-rempah yang begitu berbeda dari lingkungan kantor atau mall mewah yang biasa dikunjungi River. CEO Tmtampan itu sesekali melirik sekeliling dengan wajah sedikit bingung, sementara Shiera terlihat sangat antusias, langsung menuju lapak sayuran. Mereka berhenti di sebuah kios sayur yang penjualnya tampak ramah menyambut. Shiera mulai memilih sayuran satu per satu. “Yang ini segar, ya, Bu?” tanyanya sambil mengangkat tomat merah. Penjualnya men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen