Kekuatan dan kekuasaan adalah hal yang utama di Mosirette.
Seseorang yang berada di derajat terbawah hanya bisa menunduk menerima perintah. Apa pun yang dikatakan oleh sang Pemimpin Negara, rakyat kecil hanya bisa menganggukkan kepalanya. Seperti halnya yang terjadi pada Annalise York, ketika tawaran perjodohan disodorkan padanya. Helaan napas frustrasi berembus dari mulut Anna. Kepalanya rasanya ingin meledak. Ia merasa sangat bingung dan gelisah memikirkan apa yang akan terjadi satu jam ke depan. Ia ingin menolak lamaran sang jenderal, tetapi di sisi lain, ayahnya yang sakit memintanya untuk menerima pria itu. Ayahnya selalu bijaksana dalam mengambil keputusan. Namun kali ini, Anna pikir ayahnya telah keliru. Apa yang ayahnya lihat dari pria itu? Sang jenderal yang terkenal dengan kekejamannya. Kaiden Hyperion. Rumor yang beredar mengatakan kalau Kaiden adalah pembunuh berdarah dingin yang tidak memiliki belas kasihan. Dia membantai siapa pun yang melanggar perintahnya, sekalipun kedudukan orang itu cukup tinggi di Mosirette. Terlebih lagi, Kaiden adalah tangan kanan dan kesayangan Shelton Damme. Sebagai orang yang menempati posisi tertinggi di Mosirette, Shelton Damme telah menunjuk Kaiden sebagai pemimpin sementara. Shelton melakukan perjalanan ke negeri di seberang lautan dan akan kembali setahun kemudian. Perintah Kaiden sama mutlaknya dengan Shelton. Tidak ada yang boleh membantah pria itu, kecuali dia menginginkan kematian. Mosirette dikelilingi oleh dinding beton yang menjulang—membatasi mereka dari gurun luas yang dihuni oleh kumpulan singa gurun yang kelaparan. Kaiden suka melakukan cara sadis dengan menjadikan para pemberontak sebagai santapan para singa. Anna tidak ingin menerima lamaran pria itu. ‘Ini 2045! Ya Tuhan’, batinnya berteriak. Peperangan yang berlarut-larut telah berakhir, tetapi seseorang bahkan tidak bisa bebas memilih haknya sendiri. Umurnya baru 22 tahun dan ia tidak ingin menikah secepat ini. Tetapi, apakah ia bahkan memiliki pilihan lain? Ia bukan siapa-siapa. Meskipun ayahnya adalah seorang pahlawan perang, harta mereka yang telah habis membuat keluarga York tak ubahnya rakyat jelata. “Nona? Ya Tuhan, Anda belum bersiap?!” Anna menoleh kaget. Fay berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan cemberut sambil menggeleng-geleng. Fay merupakan pelayan lamanya ketika keluarganya masih kaya. Dia sebatang kara dan memilih bertahan bersama Anna, meskipun hanya diberi makan dan tempat tinggal. “Calon suami Anda akan datang dan Anda masih di sini? Apa yang Anda pikirkan?” Fay bergegas mendekat dan menarik Anna untuk masuk ke dalam kamar. “Aku tidak peduli dengan lamaran itu.” Anna menyahut malas. “Lagi pula, aku tidak berniat untuk menerimanya.” “Anda tidak boleh bilang begitu. Lamaran Jenderal Kaiden adalah suatu kehormatan bagi keluarga Nona!” kata Fay dengan decakan pelan. “Bayangkan, Jenderal Kaiden yang hampir setara dengan Pemimpin Shelton Damme, menginginkan Anda sebagai istrinya! Ayah Anda sangat senang dengan hal itu,” jelasnya antusias. Anna meringis. Gadis yang lebih muda empat tahun darinya itu tampak berseri-seri. Ia ingin menjelaskan bahwa semuanya tidak seindah itu, tetapi rasanya percuma saja. “Saya akan mendandani Anda dengan cantik, sampai Jenderal Kaiden tidak bisa melepas pandang dari Anda.” Omong kosong. Anna hanya berdiri pasrah ketika Fay memasangkan dress satin panjang berwarna abu-abu di tubuhnya. Bagian atasnya cukup terbuka dengan potongan berbentuk V, sementara di bagian bawah memiliki belahan di salah satu pahanya. Fay kemudian menyisir rambut sepinggangnya dan memberi riasan tipis. “Selesai!” sahut Fay dengan senyum merekah. “Anda cantik sekali. Jenderal Kaiden pasti akan merasa terpesona.” Sama sekali tidak. Anna memandang refleksinya di cermin. Kaiden sendiri yang mengirim dress-nya, menyuruhnya untuk memakainya saat dia datang. Dia sengaja memilih dress terbuka seperti ini mengetahui selera Anna adalah kebalikannya. “Aku masih tidak mengerti kenapa ayah memintaku menerima lamaran pria kejam itu,” gumam Anna. “Tentu saja karena Tuan Kaiden adalah pria yang sempurna untuk Anda,” kata Fay dengan bangga. Anna meringis frustrasi. Berbicara dengan Fay tidak ada gunanya karena pikirannya sama seperti ayahnya. Mereka hanya mementingkan kedudukan tinggi Kaiden. Anna menatap penampilannya sekali lagi, kemudian memperhatikan lengannya yang diperban. Kaiden telah menyelamatkannya dan hal itulah yang membuat ayahnya menerima lamaran pria itu. Kaiden menyelamatkan semua orang. Itu adalah tugasnya, tetapi kenapa Anna yang dipilih untuk menjadi istri kedua? Kaiden hanya menginginkan anak, istrinya mandul. Ada banyak sekali wanita cantik di ibu kota, dia tinggal menunjuk salah satu dari mereka. Kenapa harus Anna? “Oh, biar saya ganti perbannya,” ucap Fay, membuyarkan lamunan Anna. Anna menggeleng. “Tidak usah, lepas saja perbannya. Lenganku tidak terlalu sakit lagi.” Lukanya sudah kering. Tiga goresan yang memanjang di sepanjang lengannya terlihat begitu kontras dengan kulit pucatnya. Seekor singa hampir menerkamnya saat ia nekat melewati gerbang perbatasan. “Biar saya tutupi lukanya, Nona.” Fay mengambil kotak riasan dan membubuhkan sedikit bedak untuk menutupi warna merah yang meradang. Tepat setelahnya, suara mobil terdengar memasuki halaman. Anna melirik jam dengan panik, tidak menyangka Kaiden akan datang secepat ini. Fay bergegas untuk membuka pintu dan sebuah mobil hitam terlihat dalam pandangan keduanya. Anna pikir akan ada banyak orang yang datang, tetapi hanya satu mobil mewah yang terlihat tanpa pengawalan apa pun. Pintu mobil terbuka. Kaiden keluar dengan seragam lengkap jenderalnya yang berwarna hitam mengkilap—terbuat dari kulit trenggiling asli. Pangkat-pangkat yang tersampir di bahunya telah menjelaskan posisinya yang berbahaya. Anna tidak bisa membayangkan segala hal mengerikan apa yang telah Kaiden lalui untuk sampai di posisi tersebut. “Anda harus menyambutnya dengan baik,”bisik Fay di belakangnya. Menarik napas tajam, Anna berdiri kaku di tempat. Apa pun itu, ia harus menemukan cara untuk menolak lamaran Kaiden. Kaiden adalah seorang jenderal muda yang dipilih secara langsung oleh pemimpin mereka karena kecerdasan dan strateginya yang luar biasa. Bukan seseorang yang mudah ditipu. “Saya akan pergi untuk membuatkan teh,” ucap Fay, melangkah pergi ke dapur dengan cepat. Anna masih tak bergerak di tempatnya. Matanya terpaku pada Kaiden yang tengah memperbaiki posisi pistol di pinggangnya. Setelah beberapa saat, pria itu akhirnya mengangkat wajah dan pandangan mereka bertemu. Mata kelamnya menatap lurus ke arahnya, dalam dan tak terbatas seperti lautan hitam yang mematikan. Senyum separuh kemudian muncul di bibir pria itu. Anna meremat tangannya, merasakan debaran jantungnya meningkat drastis. Seperti predator, Kaiden berjalan lambat ke arahnya. Pandangannya tidak lepas sedetik pun dari wajahnya. Aura dominan dan kejam terpancar jelas dari tubuh Kaiden—kuat dan menindas. Sosok jenderal yang ditakuti dan disegani oleh semua orang. Jumlah orang yang dihabisinya sudah tidak terhitung. Dan pria itu akan menjadi suaminya? “Tidak,” bisik Anna pada dirinya sendiri. “Tidak bisa.” Kaiden baru berumur 29 tahun, tetapi pria itu sangat pintar mengontrol diri. Ada alasan tertentu yang membuat Shelton Damme menjadikannya sebagai pemimpin sementara. Pria itu jelas berbahaya, tetapi setiap orang pasti memiliki kelemahan, bukan? Anna akan mencoba untuk membuat pria itu kesal, sampai dia membatalkan lamarannya sendiri. Kaiden berhenti tepat di depan Anna dan aroma juniper yang tajam menyapu penciumannya. Tubuh pria itu menjulang di hadapannya, Anna harus mendongak untuk bisa menatap matanya. “Annalise York,” ucap pria itu dengan suara rendah, napasnya berembus menyapu wajahnya. “Apa kau hanya akan diam dan tidak menyambut calon suamimu?”Perpustakaan utama di pusat kota terbilang jauh lebih lengkap dibanding perpustakaan di akademi. Rak-rak buku menjulang sampai ke langit-langit dengan berbagai koleksi, baik fiksi maupun non-fiksi.Anna berjalan-jalan memutari rak demi rak, berharap bisa menemukan buku yang membahas para pemberontak, terutama Panthera Kroy. Tetapi seperti sebelumnya, bahkan perpustakaan ini pun tidak menyediakan hal itu.Mungkin hanya Kaiden atau Pemimpin Shelton yang menyimpan data-data tentang mereka. Lalu... ayahnya. Seandainya Anna dibiarkan masuk ke gudang belakang, maka ia akan mengambil semua berkas itu.Pada akhirnya, Anna hanya mengambil 5 buku fiksi sebagai hiburan dan 3 buku tentang ilmu militer.Ketika ia melangkah ke penjaga perpustakaan, mata para pengunjung kembali tertuju padanya.Anna berusaha mengabaikan mereka sejak tadi. Mereka menatapnya dengan aneh, seakan ia adalah makhluk yang datang dari antah-berantah. Mereka tidak mengatakan apa-apa, tetapi mata mereka terus mengekorinya.“A
“Seorang prajurit kelas atas akan mengantar Anda ke perpustakaan utama, Nona.”Camila berkata setelah menata sarapan di atas meja. Anna mengangguk dan memperhatikan penampilannya sejenak. Ia kembali memakai gaun sutra yang ketat membentuk tubuh, juga rambut yang disanggul ke belakang. Camila menambahkan anting-anting panjang yang berayun setiap kali ia bergerak.Persis jenis anting yang sering Selena pakai, pikirnya.Seperti yang ia perhatikan, para wanita ibu kota selalu ingin terlihat sempurna—anggun, berkelas, dan glamor.Menurut Anna sendiri, penampilan itu hanya sebuah paksaan karena tekanan sosial yang tinggi. Kenyataannya, semua orang saling menjatuhkan agar terlihat lebih baik dari yang lain. Setidaknya itulah yang Anna perhatikan selama berada di akademi setelah wilayah Mosirette dibagi dua.Tangan Anna mengelus gaunnya sejenak, kemudian ia berbalik ke arah Camila. Ditatapnya sarapan di atas meja dan ia mengernyit.“Kenapa menunya berubah?” tanya Anna, mendekat dan memperhati
“Jangan berani-berani.” Anna mendelik tajam dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Kaiden mendengus. Sudut bibirnya berkedut menahan tawa dan ekspresinya terlihat geli. “Kau bertingkah seolah itu adalah ciuman pertamamu.” Anna mengalihkan pandangan dengan raut masam dan tidak mengatakan apa-apa. Ya, itu memang ciuman pertamanya. Tetapi Kaiden mungkin mengira ia mencium semua pria yang ditemuinya. Kaiden menatap terkejut. “Dan kukira ada banyak pria yang tertarik padamu selama di akademi?” “Bukan berarti aku akan membuka bajuku untuk mereka semua. Bahkan aku tidak pernah bergandengan tangan dengan mereka,” ucap Anna dengan suara ketus. Entah kenapa ia merasa malu, padahal dulu ia tidak pernah peduli dengan hal itu. Teman-temannya setidaknya memiliki satu kekasih sebelum lulus di akademi. Anna terlalu menutup diri—itu kata mereka. Kaiden terdiam dan hanya menatap Anna untuk waktu yang lama, seolah-olah pria itu merasa bersalah telah mencuri ciuman pertamanya. Setelah naik pangk
Anna tidak bisa tidur.Memikirkan pernikahannya yang dipercepat, kunjungan ke rumah sakit, dan eksekusi terbuka itu terus membayangi pikirannya, membuat kepalanya terasa pusing.Sudah berjam-jam berlalu, mengganti posisi, dan mencoba tidur, tetapi mimpi tak kunjung menariknya ke alam bawah sadarnya. Matanya kembali terbuka dan ia berdecak frustrasi.Mungkin ia butuh angin segar.Bulan purnama bersinar terang di atas langit. Cahayanya menelusup masuk ke dalam kamarnya yang temaram. Ia beringsut bangun dan memutuskan untuk pergi ke halaman belakang.Ia mungkin bisa melihat macan kumbang itu tidur di kandang barunya. Phoenix katanya akan datang setiap hari untuk mengurus hewan yang satu keluarga dengan singa gurun itu.Macan itu jauh lebih jinak dari apa yang Anna bayangkan. Nyaris seperti kuda yang selama ini familier dengannya. Sepertinya tidak butuh waktu lama sampai Anna terbiasa dengan... hadiahnya.Menyebutnya sebagai hadiah terdengar agak kejam. Ia berencana untuk memberikan sebua
Macam kumbang dewasa.Anna hanya pernah melihat hewan itu di buku yang ia baca selama di akademi.Tidak banyak hewan yang bisa bertahan di iklim yang kering dan keras seperti gurun yang mengelilingi Mosirette. Selain singa gurun dan serigala, Anna tidak melihat banyak hewan selain kadal, kalajengking, dan ular. Itu pun, selalu ada pembersihan khusus yang dilakukan tiap tahun oleh pemerintah.Dan sekarang, macan kumbang dengan warna hitam legam itu berbaring di sana. Sepasang mata kuningnya terarah pada Anna, berkilau seperti koin emas baru.Itu adalah hadiah dari Pemimpin Shelton.Sungguh mengejutkan.Kaiden mengisyaratkan Anna untuk mendekat. Gadis itu melangkah hati-hati, tidak ingin membuat hewan buas itu terkejut.“Kau bisa mengelusnya,” ucap Kaiden dengan santainya.Anna menatapnya dengan waspada, menebak-nebak apakah itu jebakan atau tidak. Bagaimana kalau hewan itu melayangkan cakarnya? Ingatan tentang singa yang nyaris menerkamnya masih cukup membekas.“Dia tidak berbahaya,” k
Anna terbelalak. Bibir Kaiden yang dingin menekan bibirnya. Pandangan mereka bertemu. Rasanya seolah ia baru saja dihempas badai.Itu adalah ciuman tanpa hasrat. Ciuman untuk membungkamnya.Hanya beberapa detik dan Kaiden menarik diri. Ada sesuatu yang tampak berkilat di matanya. Kemudian, dia menyeringai tipis.“Sekarang lebih baik,” ucapnya, seolah ciuman tadi tidak berarti apa-apa. Atau, memang itulah kenyataannya.Kaiden berlalu pergi tanpa kata lagi, meninggalkan Anna yang membeku di tempat.Ekspresi Anna berubah menjadi keruh. “Dasar bajingan,” gumamnya, kesal luar biasa.Ia menuruni tangga dengan cepat, berniat mengejar Kaiden untuk memaki pria itu. Tetapi, Kaiden sudah lebih dulu masuk ke mobilnya dan melajukannya keluar dari gerbang mansion.Dia pergi begitu saja setelah merenggut ciuman pertamanya.Mungkin Kaiden tidak menganggapnya sebagai ciuman. Hanya bibir yang saling menempel satu sama lain.Memangnya kapan dia peduli dengan perasaan seseorang?Helaan napas kasar beremb