Setelah selesai berpakaian lengkap, Candra pun keluar dari kamar menuju arah ruang tamu. Asisten pribadinya sudah menunggu di sana dengan wajah tampak gelisah. Mungkin dia takut mereka ketinggalan pesawat untuk dinas ke luar kota.
Candra pun menatap Vania, dan mencium kening istrinya sebelum dia berangkat. Anak-anak mereka sudah pergi dengan sopir ke sekolah mereka, jadi suasana rumah akan sepi saat Candra berangkat saat itu. Melihat wajah cantik Vania, rasanya berat hati Candra meninggalkan istrinya sendirian di rumah seperti ini.
"Aku akan cepat pulang kalau pekerjaanku sudah selesai. Ingat hal yang aku katakan, kamu gak boleh bergaul terlalu dekat dengan Irma. Paham?" ucap Candra sambil mengusap lembut wajah Vania.
"Memangnya kenapa sih dengan Irma, Mas? Kenapa sepertinya kamu memusuhi Irma sekali?" tanya Vania terlihat keberatan dengan pesan yang Candra katakan padanya itu.
"Pokonya nurut aja ya!" ucap Candra yang disambut anggukan kepala dari Vania.
Alih-alih minta Vania menjauh dari Irma, Candra sendiri sebenarnya sudah kesemsem pada teman istrinya itu. Walaupun suka dengan Irma, niat Candra pada gadis itu tak lain hanya ingin main-main saja, hanya sekedar cari hiburan. Kalau untuk cinta, Candra hanya ingin Vania selamanya jadi satu-satunya istri Candra.
Mungkin kedengarannya agak bejat, tapi ini pertama kalinya Candra benar-benar menginginkan tubuh seksi seorang wanita. Yang paling membuat dia sedikit resah, kenapa dari sekian banyak wanita harus Irma yang bisa menggoyahkan hatinya?
Candra pun masuk ke dalam mobil, dan membiarkan asisten pribadinya mengendarai mobil ke arah bandara. Sekitar satu jam, akhirnya Candra dan asisten pribadinya sampai di sana. Asisten pribadinya sibuk membawa barang bawaan, sementara Candra bergegas masuk untuk mencari toilet di sana.
Saat masuk ke dalam toilet, Candra mendengar suara tak biasa dari salah satu toilet pria yang pintunya di tutup di dalam sana. Terdengar suara seorang wanita memekik kecil. Sepertinya gadis itu sedang melakukan hal-hal aneh dengan seorang pria di toilet saat itu.
"Siapa wanita dan pria yang berani melakukan tindakan tak senonoh semacam itu di toilet bandara yang ramai pengunjung begini?" batin Candra merasa sedikit terangsang dengan suara desahan wanita itu.
Candra berusaha tak perduli. Setelah dia selesai dengan urusannya, dia pun mencuci tangan di wastafel dan bergegas keluar dari toilet itu. Tanpa diduga Candra meninggalkan ponselnya di toilet, dan itu membuat dia yang sudah berjalan keluar, bergegas masuk lagi ke dalam toilet itu.
Hal yang tidak terduga pun terjadi di hadapan Candra saat itu. Dia melihat seorang pria tinggi, berkulit hitam, dan bertubuh besar keluar dari toilet dengan seorang wanita. Yang paling mengejutkan lagi, wanita itu adalah Irma. Ya, Irma, teman baik Vania, sekaligus wanita yang membuatnya kesengsem di awal pertemuan mereka.
Irma tak menyadari Candra melihat dia berjalan dengan pria itu. Terlihat Irma mengiringi langkah kaki pria itu sambil menggandeng erat tangan pria berkulit gelap itu.
"Pak Zaki, mana bayaranku? Aku sudah puaskan kamu, apa kamu lupa untuk bayar jasaku?" ucap Irma dengan nada menggoda.
"Kamu tuh mata duitan! Ini aku kasih!" ucap pria itu sambil memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Masa cuma lima ratus ribu? Ini kurang!"
"Kamu mau berapa, jalang? Segitu sudah cukup untuk bayar tubuhmu yang sudah ditiduri banyak lelaki."
"Gak bisa. Kamu janji kasih dua juta buat aku. Kamu gak bisa ingkar janji."
"Aku tambah dua ratus ribu. Gak usah minta lebih. Nanti aku promosikan kamu ke teman sesama pilot aku. Anggap saja sisa yang aku janjikan sebagai bayaran untukku yang bakal promosikan jasamu."
"Okelah kalau begitu. Kabari aku kalau ada temanmu yang mau pakai aku juga ya!" ucap Irma yang disambut anggukan kepala dari pria berkulit hitam itu.
"Harga tubuh Irma dibayar tujuh ratus ribu? Apakah semurah itu harga tubuhnya?" batin Candra terkejut mendengar obrolan itu.
Sesekali Candra menggelengkan kepalanya, merasa miris melihat gadis cantik itu begitu mudah menjual tubuhnya pada sembarang pria seperti itu.
"Apa dia sungguh begitu butuh uang hingga melakukan segala cara untuk dapat uang? Sebenarnya aku kenapa? Kenapa aku begitu perduli pada Irma? Dan kenapa aku sangat marah melihat Irma jual diri? Kenapa dia jual diri dengan harga tujuh ratus ribu saja? Kalau hanya uang receh segitu, aku bisa berikan berkali-kali lipat asalkan dia tidak lagi jual diri seperti ini. Aih, aku ini kenapa? Kenapa aku perduli sekali dengan pekerja Irma, dan kehidupan wanita itu? Apa aku benar-benar jatuh cinta padanya?" batin Candra sambil mengepalkan tangannya menahan kesal pada diri sendiri.
Candra tak tahan lagi. Dengan cepat dia menghampiri Irma, dan menarik tangan Irma keluar dari toilet pria itu. Dia menekan tubuh Irma ke sudut tembok. Entah hal gila apa yang Candra lakukan pada Irma saat itu, dia benar-benar tidak bisa mengendalikan rasa marah dan cemburunya melihat Irma jual diri pada pria dengan harga murah seperti itu.
"Apa dia tidak bisa menghargai dirinya sendiri? Apa dia tidak menghargai tubuhnya yang dimainkan oleh banyak pria seperti itu?" batin Candra mulai posesif.
"Loh, Mas Candra ya? Mas, suami Vania kan? Kebetulan ketemu di sini. Mas mau kemana? Kenapa ada di bandara?" tanya Irma sambil pasang senyum ke arah Candra.
"Aku mau dinas. Kamu yang sedang apa di sini? Berduaan dengan seorang pria di toilet. Apa kamu tidak bisa menjaga diri, dan menghargai tubuhmu sendiri?" oceh Candra marah, seperti sedang mendapati istrinya selingkuh.
Irma tertawa kecil. Dia terlihat mulai genit pada Candra. Dia menarik kerah baju Candra, lalu menempelkan bibirnya di telinga suami sahabatnya itu.
"Mas, Mas Candra lihat ya?" ucapnya pelan.
"Ya. Aku lihat."
"Kalau begitu, menurut mas Candra, aku harus bagaimana? Aku seorang janda yang ditinggal suami. Suamiku pergi bertahun-tahun dan tak pernah mengirimi aku nafkah, baik nafkah lahir maupun batin. Aku juga harus tetap hidup. Aku butuh uang untuk makan, untuk bayar kontrakan, untuk beli kebutuhanku. Kerja sana sini, uang tetap tidak cukup. Jadi apa salahnya kalau aku menjual diriku pada laki-laki? Ini hal mendesak," ucapnya yang berusaha mencari alasan untuk membuat hal yang dia lakukan menjadi halal di matanya.
"Berhenti jual diri!" ucap Candra sambil menatap tajam ke arah gadis cantik berkulit sawo matang itu.
"Kalau berhenti jual diri, aku makan apa?" balas gadis itu.
"Aku yang hidupi kamu!"
Jreng...
Mulut Candra sudah tidak bisa dia kendalikan. Bisa-bisanya dia bicara sembarangan karena marah melihat Irma melayani pria lain dengan tubuhnya. Candra seakan tidak rela. Ini sama marahnya seperti kalau dia lihat istrinya bersetubuh dengan pria lain. Candra merasakan hal yang sama saat dia lihat Irma tertangkap basah melakukan hubungan intim dengan pria lain.
"Apa? Apa aku gak salah dengar? Mas Candra mau biayai hidup aku? Mas serius? Mas gak lagi becanda kan?" tanya gadis itu, semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Candra.
"Ya. Aku tidak bercanda. Aku akan biayai hidupmu. Aku akan memenuhi kebutuhan hidupmu, asalkan kamu berhenti jual diri. Ini uang untukmu. Pakailah dengan bijak. Satu lagi, jangan sampai Vania tahu tentang ini. Aku harus berangkat sekarang, pesawatku akan segera lepas landas."
"Mas Candra, jangan pergi dulu! Apa arti cek ini? Sepuluh juta? Ini uang yang banyak sekali loh, Mas. Apakah ini sungguh uang untukku? Apakah mas Candra mau jadikan aku selingkuhanmu di belakang Vania?" tanya Irma yang seketika membuat Candra tertegun mendengar kata-katanya.
"Apa maksudku? Apakah aku sungguh ingin menjadikan Irma sebagai selingkuhanku?" batin Candra yang terlihat bingung dengan hal yang dia lakukan pada sahabat istrinya itu.
Sampai di rumah sakit, Galang segera diobati oleh dokter. Sementara Vania, terlihat duduk sendiri di depan ruang tunggu. Entah kenapa Vania tak henti mengingat percakapan antara Candra dan Galang tadi. Selama ini Vania berpikir kalau pernikahannya dengan Candra hanyalah kecelakaan. Dia menduga kalau Candra mencintai dia, dan akhirnya bertanggung jawab untuk menikahinya. Siapa yang mengira jika dari awal sampai akhir, dia hanyalah sebuah rencana yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Sakit, pernikahan indah yang pernah dia rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat suaminya. Air mata Vania mengalir. Ternyata keinginan dia berpisah dari Candra bukanlah hal yang salah. Pernikahan dia dengan Candra, dari awal memang hanya bagian dari rencananya. Tidak ada cinta, semua palsu, semua hal indah yang selama ini Vania rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Galang selesai diobati. Luka lebam sudah dioles obat, sementara luka yang berdarah
Galang pun mengantar Vania ke rumah orangtuanya. Walaupun sedikit bingung, tapi Galang berusaha untuk tidak banyak bertanya hal pribadi gadis itu karna takut melukai hatinya. Sampai di rumah Vania keluar dari mobil Galang. Dia pun mendekatkan kepalanya ke jendela mobil Galang yang terbuka, untuk mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Terima kasih untuk tumpangannya, bos. Jarang-jarang aku bisa jadikan bosku, supir pribadi gratis," ucap Vania yang disambut senyum simpul dari bibir Galang. "Kamu anggap aku supir pribadi gratis? Vania, apakah kamu tidak takut kalau potong sebagian gaji bulananmu sebagai kompensasi karena menghina bos sendiri sebagai supir? Nyalimu besar juga ya?" "Hahaha... Aku tahu bosku sedikit arogan dan mudah marah, tapi hatinya lembut, baik, dermawan, mana tega dia memotong gaji karyawan kecil sepertiku. Iya kan?" balas Vania yang hanya disambut anggukan kepala dari Galang. "Penjilat!" "Terima kasih pujiannya bos!" Galang tak henti tertawa saat berbinc
Vania menundukkan kepalanya saat ayahnya duduk bersama ibunya di ruang tamu. Nampak wajah ayahnya yang marah menatap putrinya itu. Dia pun meminta Vania duduk, dan mulai meluapkan kemarahannya pada putrinya itu. "Katakan, Nak! Sebenarnya suamimu sudah melakukan apa padamu hingga kamu mau cerai? Waktu dia menikahi wanita lain, aku minta kamu cerai dengannya, tapi kamu bilang masih ingin mempertahankan pernikahan demi anak-anak. Lantas kenapa saat ini kamu menyerah, dan malah bersikeras ingin bercerai dengan Candra? Katakan dengan jujur! Ayah ingin dengar!" ucap ayah Vania yang membuat wajah Vania semakin menundukkan kepalanya.Vania pun menceritakan hal yang terjadi padanya. Dimana sang suami berkali-kali mendukung kejahatan dan penindasan Irma terhadapnya dan anak-anaknya. Sebelumnya Vania masih bersabar ketika Candra berdiri membela Irma, padahal Irma membuat anak bungsunya sekarat di rumah sakit. Belum lagi setelah menikahi Irma, suaminya jarang pulang, dan mengabaikan anak-anakny
Vania membawa dua anaknya naik ke mobil taksi. Saat itu yang ada di dalam pikiran Vania, hanya ingin segera melarikan diri dari Candra. Pria itu tak pernah sekalipun memihak padanya, dan selalu membenarkan apapun yang dilakukan Irma, meskipun itu sesuatu yang merugikannya. Vania tak ingin lagi terus berada dalam pernikahan yang terus menyiksa batinnya. Dia juga tidak mau terus menerus terikat dengan Candra, dan berhubungan dengan istri kedua suaminya. Jalan terbaik yang saat ini bisa dia ambil, hanyalah pisah rumah dengan suaminya. Apapun yang terjadi, dia tidak ingin kembali bersama dengan suami yang sudah tak lagi menjaganya, dan tidak bisa menegakkan keadilan untuknya. Vania berhenti di sebuah rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Dia keluar dari mobil taksi, dan menuntun dua putrinya menuju arah rumah itu. Tania, dan Kanaya nampak tak banyak bicara. Mereka tahu kalau papa mereka sudah lama tidak lagi perduli pada mereka. Ketimbang memperdulikan Candra, justru kedua anak itu l
Pulang kerja, Vania langsung kembali ke rumahnya. Dia mendapati Candra sedang duduk di ruang tamu bersama Irma saat itu. Candra terlihat bahagia mengendong bayi laki-laki Irma. Sementara Irma yang menyadari kedatangan Vania, segera memprovokasi dengan membuat adegan mesra bersama Candra juga bayi kecil di gendongan suaminya itu. "Mas Candra, Vino sudah bisa mengoceh. Lucu sekali ya!" ucap Irma sambil menyandarkan kepalanya di bahu Candra. "Ya, dia lucu sekali!" balas Candra sambil mengecup bayi kecil di gendongannya itu. "Ganteng seperti papanya," sambung Irma lagi. Hal itu pun membuat keduanya tertawa bahagia dan merasa bangga dengan bayi laki-laki kecil yang dilahirkan Irma. Vania yang melihat adegan mesra itu, merasa tidak nyaman. Padahal mereka berdua punya rumah sendiri, tapi kenapa malah datang ke rumahnya untuk menunjukkan bermesraan satu sama lain. Benar-benar membuat mood Vania yang buruk semakin menjadi buruk. "Vania, kamu sudah pulang?" ucap Irma dengan senyum palsu di
Vania tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkan Candra. Walaupun dia sendiri tahu, kalau berharap terlalu banyak pada suaminya, dia mungkin akan kembali kecewa. Tapi bagaimanapun, Vania tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya tentang masa depan dua hatinya. Jika memang pernikahan dia dan Candra masih bisa diperbaiki, dia masih ingin mempertahankan pernikahan itu sekali lagi agar dia tidak menyesal dikemudian hari. Obrolan mereka itu pun didengar oleh Irma. Tentu saja Irma marah, merasa kesal dengan kedekatan kembali suaminya dengan istri pertamanya itu. Jelas-jelas sebelumnya sudah dibuat hampir cerai, tapi berujung malah semakin mesra dan romantis seperti saat ini. Irma yang tak terima suaminya kembali memiliki rasa cinta pada istri pertamanya. Dia pun mulai menyusun rencana untuk membuat kesalahpahaman dan pertikaian besar antara Vania dan Candra. Semakin tinggi Vania terbang mengejar cinta Candra, semakin besar rasa sakit dan kekecewaan yang akan dia dapatkan saat berpisah de