Candra terlihat kebingungan sendiri, apa sebenarnya yang ingin dilakukan pada Irma? Jelas-jelas dia punya Vania, istri yang nyaris sempurna dan sangat mencintainya. Bisa-bisanya dia malah cemburu melihat Irma jual diri, dan berniat ingin menafkahinya. Hal itu benar-benar membuat Candra tak habis pikir pada dirinya sendiri.
Sesaat Candra masih diam dengan pertanyaan yang ditanyakan Irma padanya saat itu. Apakah sungguh dia ingin Irma jadi simpanannya? Rasanya Candra tidak bisa berpikir saat itu, dan memilih untuk meninggalkan Irma dengan cek yang dia berikan pada gadis itu.
"Tunggu!" teriak Irma lagi sambil memeluk tubuh Candra dari belakang.
Tentu saja Irma tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Kapan lagi dia bisa dapat uang banyak dari seorang pria, bahkan pria itu menjanjikan akan menafkahinya seumur hidup. Walaupun tahu Candra suami sahabatnya, Irma yang buta akan uang dan harta, memilih menutup mata dan mencari cara untuk membuat suami sahabatnya itu terikat padanya.
"Mas Candra, kamu mau pergi begitu saja kah? Tidakkah kamu ingin melakukan sesuatu padaku?" ucap Irma yang membuat Candra melamun mendekat kata-katanya.
Jelas Candra ingin hal lebih dari Irma, tapi bukan sekarang. Selain dia diburu waktu oleh pesawat yang sudah menunggunya, dia juga tidak mungkin melakukan hubungan intim pada wanita yang baru saja disetubuhi oleh pria lain. Ada rasa jijik, walaupun minat dan ketertarikan pada Irma jauh lebih besar dari rasa jijik Candra pada gadis itu.
"Nanti aku hubungi lagi. Aku masih harus naik pesawat sekarang. Ini kartu namaku. Hubungi aku kalau kamu butuh aku. Aku pergi!" ucap Candra sambil mengusap lembut pucuk kepala Irma, lalu berjalan meninggalkan gadis itu menuju arah pesawat yang akan dinaikinya.
Irma senang bukan main. Dia puas karena ternyata tidak sia-sia dia selalu dandan cantik dan seksi, bahkan suami sahabatnya pun bisa tertarik padanya seperti saat ini. Padahal mendengar cerita yang selalu Vania katakan tentang suaminya, Candra merupakan pria yang setia dan sangat mencintai Vania. Apalah artinya cinta dan setia kalau seorang pria sudah disuguhkan dengan tubuh seksi, dan wajah cantik wanita yang menggodanya sampai birahinya naik. Kata setia tidak akan mampu lagi bertahan lama jika godaan itu bertubi-tubi menyerang Candra nanti.
Pokonya mulai detik ini Irma sudah memutuskan untuk berhubungan dengan Candra. Tidak perduli perasaan Vania nantinya akan bagaimana, pokonya sebisa mungkin, dia harus bisa mengikat pria kaya, dan tampan itu di sisinya. Jika perlu harus mengikat Candra sampai dia lupa pada istrinya, dan menjadikan dia istri keduanya. Dia ingin merasakan perasaan jadi istri orang kaya, mengingat hidup Vania bahagia dengan kecukupan harta yang diberikan Candra padanya dan keluarganya.
Irma pun mulai menggunakan uang dari Candra untuk operasi tubuhnya. Dari bagian yang nampak kendor, dibuat menjadi seperti virgin lagi. Dia juga melakukan berbagai macam spa, pokonya harus lebih cantik dari Vania demi bisa merebut hati suami sahabatnya itu.
Di sisi lain, terlihat Vania sibuk mengurus anak-anaknya. Sesekali dia berhubungan lewat telepon dengan sang suami. Rasa rindu nampak begitu jelas di wajah Vania saat dia mendengar suara sang suami di telepon. Baru beberapa hari suaminya dinas di luar kota, hatinya tak sanggup lagi menahan gejolak rindu pada sang suami.
"Bagaimana kabarmu, sayang? Anak-anak tidak buat ulah yang buat kamu capek kan?" tanya Candra yang disambut gelengan kepala dari Vania.
"Tidak. Mereka baik. Mereka patuh. Aku gak capek. Aku cuma kangen kamu, Mas. Kapan kamu pulang?" tanya Vania dengan wajah penuh kerinduan.
"Sabar ya. Kalau pekerjaan di sini selesai, harusnya akhir Minggu ini aku pulang. Aku juga rindu kamu. Aku juga rindu anak-anak. Selepas aku pulang, kita jalan-jalan bersama ya. Aku akan bawa kamu dan anak-anak kemanapun kamu suka!"
"Janji ya?"
"Iya sayang, aku janji!" ucap Candra yang terus berbincang banyak hal dengan Vania.
Setelah cukup lama berbincang, panggilan telepon itu pun berakhir. Vania menyimpan ponselnya di meja, dan berjalan keluar rumah karena mendengar suara bel rumah berbunyi saat itu.
Ketika membuka pintu rumah, Vania kaget melihat Irma ada di rumahnya. Yang lebih membuat kaget, Irma terlihat sangat cantik dan berkilau saat itu. Baik wajah Irma, maupun pakaian yang dia kenakan, benar-benar membuat Vania pangling.
Irma terlihat makin pamer dengan tubuhnya yang makin montok. Dia berjalan masuk ke rumah itu sambil tersenyum manis pada sahabatnya itu. Sementara Vania masih tertegun. Batinnya terus bertanya, darimana Irma punya uang untuk perawatan wajah, tubuhnya, juga membeli pakaian mahal yang dia kenakan. Walau terdengar usil, tapi hal itu Vania lakukan karena belum ada satu bulan yang lalu, sahabatnya itu pinjam uang karena hampir diusir dari kontrakan. Sekarang tentu Vania heran melihat sahabatnya tampil cantik seperti ini.
"Kenapa bengong, Vania? Ayo masuk! Aku ada hal yang mau aku ceritakan padamu!" ucap Irma dengan antusias menarik tangan Vania masuk dan duduk di kursi ruang tamu.
"Ada apa?" tanya Vania bingung.
"Ini, aku bayar hutang bulan kemarin. Terima kasih ya, Vania. Aku benar-benar bersyukur punya sahabat baik seperti kamu. Walaupun sekarang aku baru bisa bayar hutang bulan lalu, tapi nanti kalau ada rezeki lagi, aku akan bayar semua hutang-hutang lamaku padamu," ucap Irma sambil memberikan uang satu setengah juta pada Vania.
"Banyak uang kamu. Dapat uang darimana? Kamu dapat kerjaan baru?"
Pertanyaan Vania tak dijawab oleh Irma. Gadis itu hanya tersenyum, mengingat uang yang diberikan untuk bayar hutang pada Vania, tak lain adalah uang yang diberikan suami Vania padanya.
"Uangnya darimana, itu gak penting. Vania, pokonya mulai saat ini, aku janji, aku gak akan susahin kamu lagi. Senang sekali berteman dengan kamu. Kamu sahabat terbaik aku. Terima kasih, terima kasih banyak," ucap Irma yang tak henti mengucapkan terima kasih pada Vania.
Tentu saja terima kasih itu bukan hanya karena diberikan bantuan uang selama ini oleh Vania, tapi juga terima kasih karena Vania mempertemukan dia dengan suaminya yang berakhir menjadi bagian dari hidupnya. Siapa wanita bodoh yang tidak mau dinafkahi? Bahkan jika itu jadi selingkuhan, atau harus berkhianat pada teman baiknya sendiri, selama kebutuhan hidupnya terpenuhi, bagi Irma sah-sah saja.
"Vania, kamu tidak melakukan hal-hal yang salah kan? Aku sempat dengar kata orang, katanya kamu jadi selingkuhan pemilik rumah makan, tempat kamu kerja dulu. Apakah uang ini uang kamu dari pria beristri yang menjadikan kamu selingkuhannya?" tanya Vania yang seketika membuat Irma kaget mendengarnya.
"Kamu jangan percaya gosip! Aku mana mungkin jadi selingkuhan pria beristri!" balas Irma yang langsung bersilat, seakan takut jika belangnya ketahuan oleh Vania.
"Oh, syukurlah kalau itu tidak benar. Irma, aku percaya padamu. Kamu teman baikku selama ini. Kamu bukan hanya teman, kamu sudah seperti saudara kandungku sendiri. Kalau ada masalah apapun, ceritakan padaku. Kalau aku bisa bantu, aku pasti akan membantumu sebisa yang aku mampu," ucap Vania sambil memeluk tubuh Irma saat itu.
Sampai di rumah sakit, Galang segera diobati oleh dokter. Sementara Vania, terlihat duduk sendiri di depan ruang tunggu. Entah kenapa Vania tak henti mengingat percakapan antara Candra dan Galang tadi. Selama ini Vania berpikir kalau pernikahannya dengan Candra hanyalah kecelakaan. Dia menduga kalau Candra mencintai dia, dan akhirnya bertanggung jawab untuk menikahinya. Siapa yang mengira jika dari awal sampai akhir, dia hanyalah sebuah rencana yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Sakit, pernikahan indah yang pernah dia rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat suaminya. Air mata Vania mengalir. Ternyata keinginan dia berpisah dari Candra bukanlah hal yang salah. Pernikahan dia dengan Candra, dari awal memang hanya bagian dari rencananya. Tidak ada cinta, semua palsu, semua hal indah yang selama ini Vania rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Galang selesai diobati. Luka lebam sudah dioles obat, sementara luka yang berdarah
Galang pun mengantar Vania ke rumah orangtuanya. Walaupun sedikit bingung, tapi Galang berusaha untuk tidak banyak bertanya hal pribadi gadis itu karna takut melukai hatinya. Sampai di rumah Vania keluar dari mobil Galang. Dia pun mendekatkan kepalanya ke jendela mobil Galang yang terbuka, untuk mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Terima kasih untuk tumpangannya, bos. Jarang-jarang aku bisa jadikan bosku, supir pribadi gratis," ucap Vania yang disambut senyum simpul dari bibir Galang. "Kamu anggap aku supir pribadi gratis? Vania, apakah kamu tidak takut kalau potong sebagian gaji bulananmu sebagai kompensasi karena menghina bos sendiri sebagai supir? Nyalimu besar juga ya?" "Hahaha... Aku tahu bosku sedikit arogan dan mudah marah, tapi hatinya lembut, baik, dermawan, mana tega dia memotong gaji karyawan kecil sepertiku. Iya kan?" balas Vania yang hanya disambut anggukan kepala dari Galang. "Penjilat!" "Terima kasih pujiannya bos!" Galang tak henti tertawa saat berbinc
Vania menundukkan kepalanya saat ayahnya duduk bersama ibunya di ruang tamu. Nampak wajah ayahnya yang marah menatap putrinya itu. Dia pun meminta Vania duduk, dan mulai meluapkan kemarahannya pada putrinya itu. "Katakan, Nak! Sebenarnya suamimu sudah melakukan apa padamu hingga kamu mau cerai? Waktu dia menikahi wanita lain, aku minta kamu cerai dengannya, tapi kamu bilang masih ingin mempertahankan pernikahan demi anak-anak. Lantas kenapa saat ini kamu menyerah, dan malah bersikeras ingin bercerai dengan Candra? Katakan dengan jujur! Ayah ingin dengar!" ucap ayah Vania yang membuat wajah Vania semakin menundukkan kepalanya.Vania pun menceritakan hal yang terjadi padanya. Dimana sang suami berkali-kali mendukung kejahatan dan penindasan Irma terhadapnya dan anak-anaknya. Sebelumnya Vania masih bersabar ketika Candra berdiri membela Irma, padahal Irma membuat anak bungsunya sekarat di rumah sakit. Belum lagi setelah menikahi Irma, suaminya jarang pulang, dan mengabaikan anak-anakny
Vania membawa dua anaknya naik ke mobil taksi. Saat itu yang ada di dalam pikiran Vania, hanya ingin segera melarikan diri dari Candra. Pria itu tak pernah sekalipun memihak padanya, dan selalu membenarkan apapun yang dilakukan Irma, meskipun itu sesuatu yang merugikannya. Vania tak ingin lagi terus berada dalam pernikahan yang terus menyiksa batinnya. Dia juga tidak mau terus menerus terikat dengan Candra, dan berhubungan dengan istri kedua suaminya. Jalan terbaik yang saat ini bisa dia ambil, hanyalah pisah rumah dengan suaminya. Apapun yang terjadi, dia tidak ingin kembali bersama dengan suami yang sudah tak lagi menjaganya, dan tidak bisa menegakkan keadilan untuknya. Vania berhenti di sebuah rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Dia keluar dari mobil taksi, dan menuntun dua putrinya menuju arah rumah itu. Tania, dan Kanaya nampak tak banyak bicara. Mereka tahu kalau papa mereka sudah lama tidak lagi perduli pada mereka. Ketimbang memperdulikan Candra, justru kedua anak itu l
Pulang kerja, Vania langsung kembali ke rumahnya. Dia mendapati Candra sedang duduk di ruang tamu bersama Irma saat itu. Candra terlihat bahagia mengendong bayi laki-laki Irma. Sementara Irma yang menyadari kedatangan Vania, segera memprovokasi dengan membuat adegan mesra bersama Candra juga bayi kecil di gendongan suaminya itu. "Mas Candra, Vino sudah bisa mengoceh. Lucu sekali ya!" ucap Irma sambil menyandarkan kepalanya di bahu Candra. "Ya, dia lucu sekali!" balas Candra sambil mengecup bayi kecil di gendongannya itu. "Ganteng seperti papanya," sambung Irma lagi. Hal itu pun membuat keduanya tertawa bahagia dan merasa bangga dengan bayi laki-laki kecil yang dilahirkan Irma. Vania yang melihat adegan mesra itu, merasa tidak nyaman. Padahal mereka berdua punya rumah sendiri, tapi kenapa malah datang ke rumahnya untuk menunjukkan bermesraan satu sama lain. Benar-benar membuat mood Vania yang buruk semakin menjadi buruk. "Vania, kamu sudah pulang?" ucap Irma dengan senyum palsu di
Vania tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkan Candra. Walaupun dia sendiri tahu, kalau berharap terlalu banyak pada suaminya, dia mungkin akan kembali kecewa. Tapi bagaimanapun, Vania tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya tentang masa depan dua hatinya. Jika memang pernikahan dia dan Candra masih bisa diperbaiki, dia masih ingin mempertahankan pernikahan itu sekali lagi agar dia tidak menyesal dikemudian hari. Obrolan mereka itu pun didengar oleh Irma. Tentu saja Irma marah, merasa kesal dengan kedekatan kembali suaminya dengan istri pertamanya itu. Jelas-jelas sebelumnya sudah dibuat hampir cerai, tapi berujung malah semakin mesra dan romantis seperti saat ini. Irma yang tak terima suaminya kembali memiliki rasa cinta pada istri pertamanya. Dia pun mulai menyusun rencana untuk membuat kesalahpahaman dan pertikaian besar antara Vania dan Candra. Semakin tinggi Vania terbang mengejar cinta Candra, semakin besar rasa sakit dan kekecewaan yang akan dia dapatkan saat berpisah de