Share

Asisten Istri Rama

"Istriku hanya kamu Isna. Hayati dan aku menikah hanya karena tanggung jawab bukan karena cinta. Aku berjanji tidak akan menyentuhnya," ungkap Rama. 

Isna menoleh pada Hayati dan menatap untuk memperhatikan detail wajah dan tubuh Hayati. Meskipun sedang menunduk, wajah Hayati terlihat jelas cantik alami khas orang melayu. Dengan hidung yang mancung, bibir yang berwarna pink, terlihat jelas belum tersentuh perawatan dengan bahan tidak alami apalagi operasi plastik. Yang paling penting adalah Isna bisa melihat dari tubuh Hayati jika perempuan itu masih gadis. 

"Yakin kamu tidak akan tergoda?" 

"Tidak akan," jawab Rama dengan yakin. 

"Kalau begitu, tidak ada ada masalah Nak. Hubungan kalian tidak akan goyah dengan kehadiran Hayati karena Rama memang tidak tertarik dengannya, pernikahan mereka murni karena tanggung jawab akan kesalahan yang sudah Rama lakukan." 

Hayati ingin segera percakapan itu berakhir. Hatinya terasa semakin sakit mendengar pernyataan ibu mertuanya. Bagaimana mungkin beliau yang sesama perempuan sangat tidak menghargai dan menjaga perasaan Hayati. 

"Kamu, jangan panggil aku Mbak, panggil aku Nona Isna. Untuk memastikan bahwa Mas Rama benar tidak tertarik dengan kamu dan menghindari kalian bertemu di belakangku, kamu akan menjadi asisten aku dan ikut kemana pun aku pergi. Jangan pernah mengaku bahwa kamu istri siri Mas Rama," tutur Isna penuh titah pada Hayati.

"Nak Isna, apa kamu yakin dengan ide ini. Bagaimana jika hal ini malah membuat status mereka terungkap," ujar Zahida dengan khawatir. 

"Yakin sekali, tenang saja bu. Dengan dia berada dekat denganku justru akan aku pastikan hal ini hanya diketahui oleh kita. Rama, segera cari keberadaan Ibunya, aku juga tidak mau berlama-lama punya madu."

“Aku akan minta orang kepercayaanku untuk mulai mencari keberadaan Ibu dari Hayati. Kamu tenang saja sayang, sebisa mungkin hal ini tidak akan menyulitkan dan menyusahkanmu,” ungkap Rama.

“Kalian sebaiknya istirahat, Isna baru saja pulang. Rama, ajak istrimu ke kamar,” titah Zahida.

Rama mengangguk, “Ayo sayang,” ucapnya setelah berdiri dan mengulurkan tangan. Isna dengan senyum manis menggenggam tangan itu lalu mereka meninggalkan ruangan dengan Rama merangkul bahu Isna.

Hayati melihat jelas momen itu, hatinya terasa bagai tercabik. Meskipun tidak ada rasa cinta untuk Rama, tapi melihat pria berstatus suaminya mesra dengan wanita lain membuatnya merasa sakit.

Nona Isna bukan wanita lain tapi istri pertama Mas Rama, istri yang dicintainya. Justru akulah orang ketiga, batin Hayati.

“Hayati, jangan berharap kamu akan mendapatkan sedikitpun perhatian dari Rama. Rama dan Isna sudah berpacaran sejak mereka kuliah jadi tidak mungkin Rama bisa berpaling dari Isna. Sebaiknya kamu istirahat, mereka besok akan pulang ke rumah keluarga Adam. Kamu harus bersiap,” nasihat Zahida.

Hayati mengangguk, setelah berpamitan dia pun melangkah menuju kamarnya dengan perasaan dan langkah yang luar biasa berat. Kedua mata Hayati terbelalak saat melihat Isna dan Rama berada tepat di depan pintu kamar mereka. Hal yang membuat Hayati terkejut adalah mereka sedang memagut bibir.

Tidak lama kemudian Rama mengurai pagutannya, Isna tertawa lalu mengajak Rama masuk kamar dengan menggoda Rama. Hayati melihat jelas lirikan sinis Isna saat Rama sudah masuk ke dalam kamar diikuti oleh Isna.

“Mudah-mudahan, kamarnya kedap suara jadi aku nggak perlu mendengarkan suara-suara aneh,” ujar Hayati lalu mendorong pintu kamarnya.

***

Esok pagi. Hayati terkejut mendengar pintu kamarnya di ketuk. Dia baru saja selesai dengan aktifitas pagi hari. “Iya Mbak,” ujar Hayati ketika melihat Isna di depan pintu kamarnya.

Isna yang hanya mengenakan bathrobe dengan rambut yang digulung handuk kecil, kedua tangannya dilipat didada. “Jangan panggil aku Mbak, panggil Nona Isna.”

“Maaf, Nona Isna.”

“Ikut aku, bantu keringkan rambut juga siapkan keperluan kami,” titah Isna lalu meninggalkan Hayati.

Hayati akhirnya berjalan mengikuti Isna. Dia merasa kurang nyaman berada di kamar Rama dan Isna, apalagi sempat melihat Rama yang masih bergelung dengan selimut. Tubuh bagian atas pria yang juga berstatus suaminya itu tanpa atasan hingga mengekspos tubuh pelukablenya.

“Keringkan, tapi pelan-pelan nanti rusak hasil perawatan rambut aku,” ujar Isna yang sudah duduk di depan meja rias. Hayati mengeringkan rambut Isna menggunakan hair dryer dengan berdiri di belakang tubuh Isna.

Karena suara yang dikeluarkan oleh pengering rambut Isna, Rama akhirnya terbangun. “Pagi sayang,” sapa Isna.

Rama menatap aneh karena ada Hayati di sana. “Pagi,” jawab Isna. “Kamu mandi dulu, sayang. Kalau perlu berendam, pasti capek ‘kan? Tapi aku suka dengan kegiatan kita semalam,” ucap Isna tanpa sungkan seakan tidak ada Hayati di sana.

Rama hanya berdeham, dia menyibak selimut lalu beranjak menuju kamar mandi. “Kamu siapkan pakaian Mas Rama, lengkap sampai dengan pakaian dalam.”

Hayati sudah berada di dalam walk in closet, dia bingung memilihkan pakaian untuk Rama. Tidak terlalu memperhatikan jelas bagaimana gaya Rama berpakaian kerja. Seringnya Hayati menonton drama Korea saat masih di kampung membuat ide melintas di benaknya. Memilihkan pakaian yang akan dikenakan Rama sesuai dengan gaya CEO yang biasa muncul sebagai tokoh drama.

“Kalau sudah, kamu boleh keluar. Ingat, setiap pagi kamu harus lakukan hal ini. Kecuali aku yang melarangnya.”

“Baik, Nona Isna.”

“Kemasi barang-barang kamu. Siang ini kamu ikut kami pulang ke rumah keluargaku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status