"Ma, bukannnya aku udah bilang kalo pernikahan ini hanya pernikahan kontrak ....""Dan hanya sebatas bentuk tanggung jawabmu saja, 'kan? Mama sudah hapal perkataanmu, jadi kamu nggak usah ulangi itu. Memangnya ada yang salah kalau kalian tidur dalam satu kamar?"Elvan mengusap wajahnya dengan kasar. "Mama menginginkan hubungan kami lebih dari sekedar pernikahan kontrak?"Vera tak menjawab, wanita itu hanya beranjak dari karpet, lalu merapikan penampilannya, dan mendekat pada Neya yang saat ini berjalan ke arah mereka."Kau yang berpikiran terlalu jauh Elvan, mama jadi curiga kalau kau yang sebenarnya menginginkan hal itu. Mama pulang dulu," beo Vera, saat berjalan melewati Elvan. Tentunya, hal tersebut membuat Elvan semakin kesal, dia hanya menatap Vera dengan tatapan datar sambil menggelengkan kepalanya."Ney, mama pulang dulu ya. Besok mama ke sini lagi.""Iya ma, hati-hati, terima kasih banyak," jawab Neya. Setelah itu, dia menghampiri Elvan yang masih duduk di sofa."Mas kamu kena
Sudah dua bulan lamanya, Neya rutin mengobati rasa trauma yang dia alami pada psikiater. Dan sekarang, keadaan psikologisnya sudah jauh lebih baik. Tak ada lagi jeritan, ataupun tangis saat hujan turun pada tengah malam. Wanita hamil itu, kini bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Satu-satunya hal mengganjal di dalam hatinya, hanyalan tentang hubungannya dengan Lastri. Dan Neya, bertekad akan memperbaiki itu setelah dia melahirkan kelak.Sedangkan hubungannya dengan Elvan, kini sudah jauh lebih baik. Elvan, sering menghabiskan waktu bersamanya, dibanding dengan Aileen. Ya, Aileen memang sibuk dengan resort miliknya. Wanita itu, hanya menyempatkan diri pulang untuk menemui Elvan, satu minggu sekali saja.Sebenarnya, Elvan merasa keberatan. Namun, melihat kebahagiaan Aileen, serta semangat yang terpancar di wajah wanita itu, Elvan memilih untuk mengalah. Apalagi, Aileen juga tampak hidup dengan nyaman, tanpa tekanan dari Vera, yang kini kerap menghabiskan waktu bersama Neya.Seperti se
Elvan terus mendorong tubuh Neya hingga mereka masuk ke dalam kamar. Sesampainya di sofa, Elvan melepaskan tautan bibir mereka sebentar, lalu menarik tubuh Neya agar duduk di pangkuannya dan kembali mencium wanita itu.Ciuman tersebut, terasa begitu mendesak bersama dengan lumatan kuat yang begitu bergairah. Neya terengah dengan kedua bibir terbuka, sedangkan tangan Elvan bergerak menjelajahi tubuh Neya, melepas kimono basah yang masih dikenakan oleh wanita itu. Elvan melepaskan tautan bibir mereka, lalu menatap Neya dengan tatapan sayu."Apa boleh?" Neya mengangguk pasrah. Elvan kembali mendekatkan wajahnya, lalu menciumi leher dan tengkuk Neya hingga wanita itu memejamkan mata. Tak puas hanya di leher, Elvan kemudian mulai menyapukan lidah kasarnya di bahu Neya."Boleh sampai mana?" desis Elvan dengan suara yang sudah diliputi kabut gairah."Semua, Mas." Neya menjawab sembari menatap Elvan dengan tatapan sayu, seakan sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi pada mereka. Bukan, buka
[Mas, kok malah diem sih? Biasanya kalo aku pulang kamu semangat banget. Kamu nggak seneng aku pulang? Atau, jangan-jangan kamu lagi suka ya sama cewek lain?][Nggak Sayang, bukan gitu. Aku diem karena aku lagi bingung. Hari ini, aku mau pergi ke Kalimantan. Kalo kamu pulang hari ini, kita nggak bisa ketemu dong, Sayang.][Kamu mau pergi? Kok nggak ngomong sih sama aku. Biasanya, kamu juga ngomong dulu kalo mau ke luar kota.][Ini mendadak, Aileen. Ada masalah di lapangan yang harus kutangani, kalo kamu nggak percaya. Kamu bisa tanya ke Dewa, atau Mama.][Iya ... Iya deh, kapan aku nggak percaya sama suami aku?][Makasih ya, Sayang.][Ya udah sana siap-siap, kabari aku kalo udah pulang.][Iya Aileen.]Elvan menutup sambungan telepon sembari menghela napas lega. "Untung saja dia percaya, lebih baik sekarang aku kasih tau ke Dewa sama Mama dulu," ucap Elvan sembari mengutak-atik ponselnya."Ney!" Sebuah suara yang tak asing di telinga Elvan, menyentak lamunan laki-laki itu saat sedang me
"Kau juga sepertinya harus berusaha lebih keras, Bos."Elvan mengerutkan keningnya. "Ayolah, begitu saja kau tidak tahu? Dasar pecundang, punya istri dua ternyata tidak membuatmu pintar dalam merayu.""Jadi aku harus merayunya? Bukankah dia sudah takluk padaku?" elak Elvan."Kau memang benar-benar payah. Sekarang aku tanya padamu, apa kalian pernah punya waktu berdua selain di rumah, dan nonton bioskop waktu itu, yang tiketnya saja, dibelikan oleh Tante Vera?"Elvan menggeleng pelan. Dalam benaknya dia membenarkan kata Dewa, memang mereka tidak pernah memiliki quality time bersama, dan sialnya dia baru menyadari itu. Selama ini, hubungannya dengan Neya memang begitu kaku. Tidak banyak perbincangan dan interaksi yang mereka lakukan. Mereka hanya terlibat obrolan, saat tengah sarapan dan makan malam, tidak lebih. Melihat sikap diam Elvan, Dewa hanya menggeleng perlahan."Lalu, apa yang harus kulakukan? Saat ini, perut Neya sudah besar. Aku tidak mungkin mengajaknya pergi jauh.""Tidak u
"Pulau ini akan dinamakan dengan nama anak kita?""Ya, aku memang sengaja membelinya untuk anak kita, Ney."Neya hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangannya mendengar perkataan Elvan. Wanita itu, lalu menatap suaminya itu dengan tatapan sendu."Apa kamu benar-benar menyayangi anak ini?""Aku sangat menyayangi anak kita," jawab Elvan sambil bersiap untuk menyandarkan speed boatnya di jembatan kayu yang ada di dermaga."Tapi dia bukan anak kandungmu, Mas.""Tolong jangan berkata seperti itu, bagiku dia adalah putra pertamaku yang sangat kunantikan kehadirannya.""Tapi ...." Neya ingin menyela, namun Elvan menempelkan jari telunjuknya di bibir wanita itu."Aku menikah denganmu itu artinya semua yang ada di dalam hidupmu juga bagian dari diriku, termasuk anak yang ada di dalam kandunganmu."Neya tak mampu lagi membantah, tak tahu harus berkata apa. Kebahagiaan itu, terasa di puncak. Dia tak menyangka jika rasa sayang Elvan begitu besar pada anak yang ada di dalam kandungannya. Bahkan
Elvan menatap wanita muda yang saat ini tidur di sampingnya. Tubuh telanjang wanita itu, hanya tertutup sebuah selimut putih, wajahnya terlihat sangat tenang dan damai. Elvan tahu, Neya pasti kelelahan. Setelah perjalanan dengan mengunakan spead boat, tapa jeda dia meminta Neya untuk kembali melakukan pergulatan panas dengannya. Di usia kehamilan Neya sekarang, Neya memang lebih gampang lelah. Dan setelah pergulatan panas itu, dia tertidur.Sebenarnya, Elvan pun menyadari hal tersebut, tapi hasratnya, sudah sangat sulit dia bendung. Bercinta dengan wanita hamil memang berbeda, meskipun gaya bercinta tidak bebas. Namun, ada sebuah sensasi dan kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Tak kuasa menahan rasa di dada, Elvan mendekat dan mencium pipi Neya, wanita itu mendesah pelan, mendapatkan serangan tiba-tiba di pipinya. Perlahan Neya pun membuka mata dan mendapati Elvan yang saat ini tengah menatapnya sambil tersenyum."Mas ...," ucapnya lirih, dadanya terasa bergemuruh kenc
Tak mau membuang waktu, bergegas Aileen mengikuti mobil milik Elvan tersebut. Sepanjang jalan, perasaan Aileen terasa begitu campur aduk, hatinya memanas hingga menjalar ke seluruh tubuh. Apalagi jalanan ibu kota pagi ini sudah padat, semakin menambah kecamuk di dada.Mobil milik Elvan, tampak memasuki sebuah hotel mewah, tentu saja hal itu membuat emosi Aileen seketika memuncak, dalam benaknya Elvan pasti sudah membohonginya. Hal itu, dikuatkan dengan keanehan yang dia temukan tadi malam, serta nomor ponsel Elvan yang tak bisa dihubungi.Dengan jantung berdebar, Aileen yang sudah turun dari mobilnya mendekat ke arah mobil Elvan. Wanita itu sudah bersiap menumpahkan amarahnya. Namun, ketika melihat sosok yang keluar dari mobil tersebut, seketika amarah itu pun surut."Dewa!" pekik Aileen, ketika laki-laki tampan yang sudah sepuluh tahun menjadi sekretaris suaminya itu turun dari mobil."Nyo-Nyonya Aileen?" Dewa membelalakkan mata, seraya menyebut nama Aileen yang saat ini berdiri di d