Arsinta berjalan kearah kamar putranya, menurut para maid, Prayoga sudah pulang beberapa menit yang lalu. Saking asiknya bercinta, Arsinta tidak nenyadari jika putra kesayangannya sudah pulang.
Sebelum masuk ke dalam kamar, Arsinta merapihkan penampilannya terlebih dahulu. Memalukan jika Prayoga mengetahui jika dirinya baru selesai bersenang-senang dengan suaminya.Arsinta meringis, merasakan denyutan di area selangkangannya. Walau umur mereka sudah tua, tidak bisa dipungkiri jika Tuan Aryan masih ganas soal ranjang. Akibat gerakan kasarnya, membuat Arsinta kewalahan."Nak ... ini Ibu, boleh Ibu masuk?" Arsinta mengetuk pintu kamar putranya."Yoga ... kau sudah tidur?""Masuk aja Bu, aku baru kelar mandi!" sahut Prayoga di dalam kamarnya.Sesudah dipersilahkan masuk, Arsinta memutar handle pintu dan melangkah memasuki kamar putranya.Netra Arsinta mengedar, mencari dimana kebaradaan anak semata wayangnya itu. Pasalnya kamar sang putra sangat gelap gulita, hanya ada temaram lampu tidur saja.Dengan hati-hari, Arsinta melangkah di tempat gelap ini. Takut kakinya tersandung sesuatu, lantaran tempat ini gelap sekali."Aku di belakang Ibu loh, masa nggak kelihatan?" Arsinta tersentak saat Prayoga memeluknya dari belakang, ia kaget karena sang putra memeluknya dengan tiba-tiba."Ini anak, bikin Ibu kaget aja! Lagian kenapa sih kamar kamu digelapin segala? Kepala Ibu pusing kalau ke tempat gelap kayak gini," gerutu Arsinta, siap mengeluarkan omelan andalannya."Yoga lupa nyalain lampu, Bu. Habis pulang langsung mandi, gerah banget soalnya."Prayoga mengeratkan pelukannya, sesekali mencium pipi wanita yang sudah melahirkannya. Prayoda begidik ngeri, indera penciumannya bisa mencium aroma parfume Ayah tirinya yang melakat di badan Arsinta.Arsinta mengelus punggung tangan Prayoga, tidak terasa jika anak yang selalu digendongnya sudah beranjak dewasa, bahkan sudah berumur 30 tahun.Dari Prayoga bayi hingga sekarang, hanya Arsinta yang membesarkan anaknya sendirian. Dari kecil, Prayoga hidup tanpa seorang Ayah. Akibat kesalahan Arsinta yang terlena dengan gombalan sang buaya, hingga lahirlah Prayoga. Ayah kandungnya entah kabur kemana, yang jelas pria itu tidak bertanggung jawab."Kamu kelihatannya sedang bahagia, Nak. Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu senang? Oh, Ibu tahu, kau pasti senang karena Ayahmu?" tebak Arsinta pada putranya."Bagaimana Ibu bisa tahu? Padahal aku belum cerita padamu, Bu.""Yoga ... Yoga ... Ibu tahu apa pun tentang kamu, Nak. Syukurlah jika kau senang karena hal itu. Tapi Nak, untuk mendapatkan jabatan tertinggi dan warisan Ayahmu tidak akan segampang itu."Yang dikatakan Arsinta memang benar. Ayah tirinya itu sangat protektif jika urusan pekerjaan dan warisan, dia tidak mungkin menyerahkan begitu saja seluruh warisannya.Selama ada Farraz, keinginan untuk menguasai kekayaan keluarga Arsawijaya kedengarannya sangat mustahil. Dari awal juga ia selalu kalah saing jika berhadapan dengan Farraz.Ia akui, jika adik tirinnya itu orang cerdas. Dengan kemampuan otaknya, adik tirinya itu mampu menarik perhatian para kolega bisnis dan sering memenangkan tender, dikala sedang ada pertarungan bersama para pengusaha lainnya."Lalu, apa yang harus aku lakukan, Bu? Supaya aku bisa menduduki jabatan tinggi dan mendapatkan warisan Ayah?" tanyanya."Kita harus menghasut Farraz agar dia tidak menyetujui permintaan Mas Aryan. Tapi ... mengingat Farraz itu anak yang cerdas, akan sulit bagi kita untuk menghasutnya. Dia tidak akan mudah terhasut oleh kita," balas Arsinta.Prayoga mendudukkan bokongnya di atas ranjang, sembari berpikir panjang. "Satu-satunya penghalangku adalah Farraz. Aku harus memikirkan berbagai cara, agar Ayah memberikan warisannya atas namaku. Bukankah aku juga anak Ayah? Aku juga berhak mendapatkan sebagian hartanya."Ah, ingin sekali Arsinta berkata jika Prayoga adalah anak tirinya. Akan tetapi ia tidak tega. Apalagi jika teringat, bagaimana suaminya memperlakukan keduanya, Farraz lebih diutamakan dibandingkan dengan putranya.Di dalam kamar bercat putih itu, Ibu dan anak sedang berpikir. Memikirkan bagaimana cara agar Prayoga bisa mendapatkan segalanya.Putranya sudah banyak menderita, Arsinta tidak ingin hal itu terjadi lagi. Kehidupan mereka jauh lebih baik ketika Arsinta menikah dengan suaminya. Berkat suaminya, keduanya mendapatkan hidup yang layak."Bagaimana Bu? Apa Ibu memiliki rencana?"Ibunya menggeleng pelan. "Tidak. Ibu belum punya rencana untuk saat ini. Bagaimana jika kau bersabar terlebih dahulu. Nikmati jabatanmu yang sekarang, Nak. Masih untung Ayahmu masih memberikanmu jabatan, jika tidak, maka sia-sia ijazah kuliahmu itu."Raut wajah Prayoga menandakan tidak suka. "Sampai kapan aku menunggu? Si pria kaku itu selalu saja menghalangi jalanku. Ibu tidak tahu, bagaimana dia memperlakukanku di kantor. Aku sangat muak dengan sikapnya yang semena-mena seperti itu!" ketus Prayoga. Sontak dibekap oleh Arsinta."Pelankan suaramu, Yoga! Bagaimana jika ada yang mendengar? Kau ingin rencana kita gagal?""So, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus diam saja ketika pria kaku itu terus meremehkanku? Apa Ibu tega membiarkanku menjadi bahan olokannya?""Sabarlah Nak, Ibu akan mencari cara. Ibu akan merayu Ayahmu agar dia mengangkatmu sebagai CEO di kantor. Ayahmu bilang, kinerja kerjamu kurang memuaskan. Maka dari itu, kau harus banyak belajar agar Ayahmu puas dengan kerja kerasmu!" tegas sang Ibu."Jika Ibu tidak bisa merayu Ayah, biar aku saja yang akan memikirkan rencanaku sendiri. Ibu bisa keluar dari kamarku!""Kau mengusir Ibumu, Yoga? Ibu memintamu untuk bersabar. Memang sesulit itu? Terserah kau saja mau berbuat apa. Ibu cuma ingin memberi pesan, jangan sampai orang lain tahu tentang renacana kita."***Di samping brankar sang istri, Farraz tidak berhenti menahan tangisnya. Ia terisak sembari menggenggam erat tangan istrinya yang belum sadarkan diri. Menemui Grisella adalah obat dari segala apa yang ia rasakan.Termasuk kebingungan yang saat kini mengganggu pikirannya. Baru kali ini dia sebingung ini, dia dibuat kalah telak oleh Ayahnya.Keputusan sang Ayah siang tadi sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat lagi. Tidak ada cara lain, cara satu-satunya adalah menerima permintaan sang Ayah. Karena jika tidak, dia akan hidup sebatang kara dan tidak akan mampu membayar pengobatan istrinya."Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf.""Saat ini, aku harus terpaksa menerima permintaan Ayahku, Sella. Demi masa depan kita dan demi kesembuhanmu. Maafkan aku sudah melanggar janji pernikahan kita.""Sekali lagi maafkan aku. Sekali pun aku mempunyai istri lain, hanya kau wanita yang aku cintai, Sella. Aku mohon ... bangunlah. Aku sangat membutuhkanmu."Ruangan inap Grisella diisi oleh suara isak tangis Farraz, entah berapa lama ia menangis, sampai-sampai sesenggukan begini.Farraz juga lupa, kapan terakhir kali menangis. Tanpa diduga-duga. Ia menumpahkan segala kelemahan dirinya dihadapan sang istri.Ini sangat memalukan, harusnya ia tidak boleh lemah dan harus bisa melewati masalah ini. Yang membuat Farraz menangis bukan karena ancaman sang Ayah, melainkan munculnya perasaan bersalah karena pada akhirnya ia harus menyetujui permintaan Ayahnya yang selalu menuntut keturunan."Kau tenang saja, sayang. Hanya kau satu-satunya wanita di hatiku. Aku akan memberikan pelajaran pada wanita yang bersanding denganku nanti, aku tidak akan memaafkannya. Aku membenci takdir ini, dimana aku harus disatukan dengan wanita yang tidak aku cintai nantinya.""Aku benar-benar akan memberikan pelajaran, supaya dia tahu akan posisinya. Aku harap kau segera sembuh dan kembali lagi padaku."Di tempat yang tak jauh dari meja makan. Farraz berekspresi datar dengan tangan terkepal kuat melihat keharmonisan mereka bertiga. Dari dulu memang Farraz tidak suka dengan Arsinta dan Prayoga. Itulah mengapa, mereka tidak terlalu akrab karena Farraz yang selalu acuh pada keduanya.Mata merah itu memejam, dengan rahang yang mengeras. Ia tidak suka dengan kebahagian mereka. Ada alasan yang membuat Farraz muak satu atap dengan Ayah Aryan.Saat Ibunya meninggal, dengan gampangnya sang Ayah mengakui jika dirinya telah berselingkuh bahkan akan mempersunting wanita selingkuhannya, tepat 2 hari setelah kepergian Ibunya. Sangat singkat, bukan?"Lihatlah Bu, jalang itu masih bisa tertawa diatas penderitaanmu," gumam Farraz.Rasa sakit di hatinya belum bisa ia sembuhkan. Dimana pada saat dirinya masih berduka dengan kematian Ibunya, sang Ayah malah memilih untuk menikah lagi.Yang Farraz tahu, bahwa kematian sang Ibu memang karena penyakit yang dideritanya. Ibunya mempunyai riwayat jantung, dulu
Di kursi kebesarannya, seorang pria yang menduduki jabatan CEO itu tampak sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya. Tidak hanya itu saja, di atas meja kerjanya terdapat beberapa tumpukan berkas-berkas yang harus ia tandatangani.Pagi ini, Farraz merasa sangat puas sudah membuat keributan di kediaman orang tuanya. Lebih puas lagi melihat Arsinta dan Prayoga sangat jengkel dengan sikapnya. Itu bagus, memang itu yang Farraz inginkan, mengganggu ketenangan hidup mereka.Netra hitam legam milik Farraz menatap lurus ke depan, guna memfokuskan diri pada pekerjaannya yang sangat menumpuk. Setiap hari memang beginilah pekerjaannya. Tidak jauh dari laptop dan berkas-berkas."Pak Farraz, ini laporan pendapatan dari Manajer keungan," ucap Radit.Menghentikan kegiatan Farraz sejenak. Ia melepaskan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya, lalu menyimpannya di atas meja."Baik," jawab Farraz singkat.Dia menerima berkas laporan keuangan dari Sekretarisnya, kemudian membuka berkas tersebut, gun
Di dalam sebuah unit perumahan, terlihat seorang gadis kini sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Seorang gadis muda berusia 25 tahun itu tampak cantik dengan balutan dress selutut yang pas di tubuhnya, rambut yang digelung asal dan polesan make up tipis membuat kecantikan gadis itu bertambah, bahkan terlihat lebih natural. Tanpa polesan make up pun wajahnya sudah cantik dan manis.Shanaya Alunda namanya, gadis cantik blasteran Indonesia-China itu tampak sedang sibuk menyiapkan masakan, untuk menyambut kepulangam seseorang yang teramat penting baginya.Beberapa menit berkutat, akhirnya masakan pun sudah matang dan tersaji di meja makan. Ia melepaskan celemek yang menghalangi tubuhnya, kemudian membasuh tangannya agar bersih.Drrtt ... drrttt ....Suara deringan ponsel, membuat atensi gadis berwajah cantik itu beralih. Keningnya mengerut."Halo, mohon maaf, ini dengan siapa?" tanya Shanaya bertanya pada seseorang di seberang sana."Ini Daddy, Shana. Maaf sayang, Daddy tidak bisa
Dengan wajah berderai air mata, Shanaya terus mencoba dan memohon kepada Aryan Arsawijaya supaya dia bisa membebaskan Ayahnya. Baru ia ketahui, jika Ayahnya harus korupsi hanya karena ingin membahagiakan dirinya.Andai saja dia bisa mengulang waktu, mungkin dirinya tidak akan menerima begitu saja barang pemberian Ayahnya. Dia tahu, bahwa Ayahnya pernah mengeluh karena biaya kuliahnya. Tetapi sang Ayah menyuruhnya untuk tetap melanjutkan kuliah hingga ke S2.Ia hanya mampu berandai-andai saja, Shanaya merasa sedih dan bersalah. Karena dirinya menjadi sebab akibat Ayahnya berbuat seperti itu. Hanya demi dirinya, sang Ayah harus dihukum di tempat ini."Di sini yang bersalah adalah aku. Daddy melakukan semua itu demi aku, tolong lepaskan Daddy. Kalian boleh menghukumku, asal kalian bebaskan Daddyku," pinta Shanaya tak putus asa memohon dan meminta agar Ayahnya dibebaskan.Pak Amir menangis tersedu, akibat kesalahannya Shanaya harus memohon-mohon seperti itu. Pak Amir merasa gagal menjadi s
Pria dan wanita berbeda jenis itu membuang pandangan kesal, keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perkataan Tuan Aryan. Terlebih ini soal pernikahan, hal yang sakral, yang tidak bisa dimainkan begitu saja.Shanaya dan Farraz baru saja bertemu hari ini, dengan gamblang Tuan Aryan malah menjodohkan keduanya. Baik Farraz maupun Shanaya, tidak dengan mudah menyetujui persyaratan ini.Impian semua orang itu menikah dengan seseorang yang dicintai. Shanaya tidak kenal dengan Farraz, begitu juga dengan Farraz. Ia juga terpaksa menuruti permintaan sang Ayah demi mendapatkan warisan, walau sebenarnya dia sudah beristri."Shanaya! Dengarkan Daddy Nak, kau tidak boleh menyetujui persyaratan ini. Lebih baik Daddy di penjara, dari pada harus mengorbakan masa depanmu demi Daddy!" bujuk Pak Amir pada putri semata wayangnya. Pak Amir memegang kedua bahu anaknya, seolah meyakinkan Shanaya agar putrinya menolak.Keputusan Tuan Aryan membuat kaget semua orang. "Tapi Dad ... jika aku menolak, Daddy past
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak, rencana pernikahan kini akan dibahas di kediaman Arsawijaya. Tuan Aryan memberitahukan pada Farraz dan Shanaya agar datang, untuk turut ikut andil dalam membahas hal ini.Tuan Aryan ingin pernikahan ini segera dilangsungkan. Dia ingin segera mempunyai cucu dari pernikahan kedua anaknya ini.Soal proses penghukuman Pak Amir, sudah ada yang mengurus. Saat ini Pak Amir harus kehilangan rumah mewah dan aset lainnya yang ia beli dari hasil penggelapan dana."Sebenarnya gadis seperti apa calon istri keduamu itu? Apakah di atas Grisella atau justru lebih rendah dari istrimu?" tanya Prayoga ketika berpas-pasan dengan Farraz di bar rumahnya.Di kediaman Arsawijaya, ada banyak fasilitas di dalamnya. Ada bar kecil yang disediakan untuk bersantai dan menikmati minuman.Farraz tidak menggubris, hanya menganggapnya angin lalu. Sebelum bertemu dengan Shanaya, ia membutuhkan waktu untuk menerima keadaan."Mulut lancangmu itu tidak berhak menyebut nama istriku. Ji
Mengetahui jika yang akan dinikahi oleh adik tirinya adalah mantan kekasihnya, saat itu juga Prayoga merasa sangat geram, lantaran Farraz selalu saja mengambil apa yang menjadi miliknya.Baru ia ketahui jika Shanaya adalah anak dari Manajer keuangan di perusahaan yang sama. Jika tahu begini, dia sudah menanyakan Shanaya saja kepada Ayahnya.Bertahun-tahun ia mencari keberadaan Shanaya, sekalinya bertemu, Shanaya akan menjadi calon istri adiknya."ARGH! KENAPA KAU MERENGGUT SEMUA MILIKKU FARRAZ!""KENAPA KAU SELALU MENJADI PENGHALANGKU!"Dengan emosi yang memuncak, Farraz menyapu semua barang yang ada di kamarnya hingga barang itu berserakan di lantai.Mendengar kagaduhan di kamar putranya, Arsinta langsung masuk dengan panik.Matanya membelalak ketika melihat banyaknya barang berserakan di kamar Prayoga, juga terlihat wajah putranya yang diselimuti oleh amarah."Astaga Yoga! Apa yang sedang kau lakukan?!" Arsinta menarik kasar tangan anaknya agar tidak menghancurkan barang disekitarny
Guna menghilangkan ketakutan dan kegugupan yang Shanaya rasakan, Shanya hanya bisa menahan segala sesak yang menghantam dadanya. Harusnya dihari yang berbahagia ini, kedua mempelai merasa senang seperti pengantin pada umumnya.ini justru sebaliknya, Hanya ada keheningan ketika mereka sudah berdua dan duduk di kursi pelaminan, bahkan duduk saja Farraz sampai mengikis jarak, seakan tidak mau berdekatan dengan Shanaya.Dihari pernikahan ini, Shanaya bagai menelan pil pahit. Dia harus mengukir senyum paksa ketika berhadapan dengan para tamu undangan. Tidak mungkin juga 'kan dia terlihat menyedihkan hanya karena diabaikan sang suami dihari pernikahannya."Lihat saja, jika kau berani bicara macam-macam tentangku kepada keluargaku. Aku akan memberimu pelajaran, Shanaya!" ancam Farraz, yang menyadari perubahan raut wajah Shanaya yang kian menyendu.Bukannya merasa iba dan kasihan, Farraz justru merasa puas dan senang dengan wajah menyedihkan Shanaya. Polesan make up tipis membuat paras istrin