“Kalau begitu, apakah Haga ingin mendengar kisahnya?” tutur Danila. Haga menatapnya dengan penuh keraguan.“Kakak akan menceritakannya, bila Haga sudah selesai menghabiskan makanannya,” lanjut Danila berucap sambil beranjak bangun dari kursi meja makan itu.Langkah kaki Danila gontai berjalan keluar dari ruang makan. Terlihat Haga kecil menatapnya nanar dari kejauhan. Tiba-tiba Haga langsung memasukkan semua makanannya ke dalam mulut kecilnya. Hingga membuat kedua pipinya berubah chubby. SETHaga turun dari kursi itu. Tubuh kecilnya lantas berlarian kecil mengejar Danila, ibu sambungnya. Namun saat Danila tiba dibawah anak tangga, Haga terhenti sejenak. Anak itu tak mengatakan apapun. Bibir kecilnya terdiam bisu. Tapi Danila sadar bahwa putra angkatnya sudah berada dibelakangnya sekarang.Danila menoleh ke belakang, menatap Haga yang tengah berdiri menghadapnya dengan kepala yang tertunduk menatap lantai itu. Gurat senyum mengukir tipis diwajah Danila. Ia berjalan mendekati Haga.“Say
Danila dan Haga masih asyik bercerita. Tanpa sepengetahuan mereka, Hugo si pria dingin itu sudah kembali ke kediaman utama. Kepala pelayan sekaligus koki di rumah itu menyambutnya dengan hangat. “Selamat datang kembali, Tuan muda,” sapa pak Zan pada Hugo. Pria itu membalasnya dengan deheman.“Di mana Danila?” tanya Hugo sembari membuka jas hitam yang dikenakannya lalu menggantungnya diatas lengan kirinya.“Nona Danila ada didalam kamar Tuan muda kecil, Tuan.” Pak Zan memberitahu. Hugo tampak mengernyitkan sesaat.“Apa yang dia lakukan di sana? Bukankah Haga tidak menyukainya?” tutur Hugo keheranan. Pak Zan menaikkan kedua bahunya.“Saya kurang tahu, Tuan muda. Tapi sepertinya, Tuan muda kecil sudah mulai berubah sejak makam malam tadi bersama Nona muda,” lanjut pak Zan berkata. Hugo sontak memagutkan kepalanya pelan. “Aku akan pergi melihatnya,” tukas Hugo.“Apa Tuan muda ingin dibuatkan makan malam?” sanggah pak Zan. Hugo mengangkat sebelah tangannya tanpa menoleh ke belakang menat
Danila tidak pernah menyangka bahwa Hugo benar-benar akan menyentuhnya. Bahkan sebelumnya pria itu sudah berpegang teguh pada prinsipnya untuk tak menyentuh Danila. Namun sepertinya Hugo telah mabuk, atau pula amnesia dengan perkataannya yang terdengar meracau.Udara malam semakin dingin hingga menelusuk ke bagian pori-pori kulit. Danila tak bisa memejamkan kedua matanya sebab Hugo belum melepaskannya sejak beberapa menit yang lalu. Ya, Hugo benar-benar telah menggila sekarang. Apa dia tidak sadar, bahwa dirinya sudah melanggar aturan yang tertulis didalam kontrak pernikahan mereka? Dan lagi, Hugo sudah mengkhianati istrinya yang telah tiada.“Orang-orang mengatakan bahwa pria gila ini adalah orang yang setia. Cih, aku tidak percaya dengan gosip itu. Lihatlah, bibirnya tidak berhenti mengendusi lekukan tubuhku. Bagaimana bisa aku pergi kabur dari sini? Kyaaaaaa! Ayah, tolong aku!” gerutu Danila dalam hati menjerit.“Kau kenapa tidak bersuara? Apa kau tuli? Atau masih berpura-pura tid
Pagi harinya, Danila bangun kesiangan sebab kejadian semalam. Untungnya, hari ini adalah hari Sabtu. Danila tidak pergi ke sekolah. Kedua bola matanya masih terpejam kuat dibawah selimut tebal yang menutup tubuhnya hingga ke bagian atas leher. Tapi Hugo lebih dulu terbangun sejak pagi tadi. Tak tak takSuara tapakan kaki berjalan mendekati arah ranjang. Lalu terdiam diri memperhatikan Danila yang masih tertidur lelap diatas kasur itu. “Kau masih tidur rupanya,” ujar Hugo seraya tersenyum menyeringai menatap ke arah Danila. Tubuhnya sudah segar dan rapi memakai setelan jas yang biasa dia kenakan sehari-hari untuk ke perusahaan. Detik kemudian, Hugo berjalan keluar meninggalkan kamar. Pria itu tak melakukan apapun pada Danila. Bahkan membangunkannya saja pun tidak. Tapi tiba-tiba....“Engh...” erang Danila seraya menggeliat pelan.Kedua bola matanya terbuka secara perlahan setelah bangun dari tidurnya. Tangannya lantas meraba-raba sisi sebelahnya. Tak ada siapapun di sana. Terkecuali
Setelah melihat kepergian pak Zan dari sana, Danila kembali masuk ke dalam kamarnya. Hari ini ia terlambat bangun. Bahkan tidak sempat ikut sarapan bersama di ruang makan. Tetapi pak Zan membawakannya ke kamar. Danila berpikir, pak Zan melakukan itu atas perintah dari tuan mudanya, Hugo. “Kenapa Pak Zan tidak mengatakan apapun? Bukankah dia bilang akan memberikanku pakaian baru? Lalu Pak Zan sendiri yang membawakannya untukku. Hem,” celoteh Danila berpikir keras. Tubuhnya berjalan gontai mendekati sofa yang terletak didepan televisi kamarnya. Danila duduk diatas sana seraya memakan semua sarapan yang dibawakan oleh pak Zan tadi. Klik!Remote control televisi itu ditekan Danila. Rasa penasarannya mulai menggebu saat menyalakan benda elektronik yang ada didepannya sekarang. Mengingat tontonan favoritnya yakni serial drama Korea.“Aaaak! Aku hampir melupakan episode terbaru dari drakor A Business Proposal. Bagaimana dengan Pak Kang Tae Moo itu sekarang? Apakah Kakeknya sudah berubah p
“Sejujurnya, aku merasa sangat bodoh karena mempertahankan sesuatu yang terus menerus menyakitiku,” tutur Danila dalam hati sedu.Hugo mendekap tubuhnya dengan erat. Setelah menyelesaikan urusannya tadi. Apa dia lupa, bahwa hari ini masih pagi. Bukankah seharusnya dia kembali lagi ke perusahaan? Danila tidak merasakan kebahagiaan saat mendapati dekapan hangat itu darinya.Cinta yang tidak pernah ada. Dari hubungan pernikahan mereka terjadi karena adanya kesepakatan maupun perjanjian antara dua keluarga. Danila justru malah tiba-tiba teringat pada Bagas. Mantan kekasihnya yang sampai saat ini masih mencintainya.“Bagas ... aku mau pulang. Tolong bawa aku pergi dari sini,” gumam Danila meringis dalam hati lagi.Namun otak Danila kembali memutar. Bagaimana mungkin, Bagas masih mau menerimanya? Sementara dirinya sudah bukan lagi seorang gadis perawan. Hugo telah mengambilnya setelah pulang dari makan malam bersama dengan wanita penggoda di kantornya itu.“Kau ingin pergi dari tempat ini?
Setelah bermenit-menit kemudian, Danila dan Haga tiba di tempat tujuan mereka. Sebuah restoran cepat saji yang didatangi oleh keduanya atas permintaan dari Haga sendiri. Danila mengerutkan keningnya seraya menatap nanar Haga kecil.“Haga ingin makan itu?” tanya Danila. Haga terlihat mengangguk pelan.“Baiklah, kalau begitu kita turun sekarang. Yuk!” ajak Danila sembari menggandeng pergelangan tangan Haga. Anak itu mengangguk sambil melompat turun ke bawah dari kursi mobilnya. Keduanya lantas keluar dari kendaraan roda empat itu. Danila menuntunnya dengan erat, berjalan memasuki ke dalam restoran yang ada didepan mereka sekarang. Haga tampak berbinar ceria wajahnya. Danila tersenyum tipis mengembang menatap putra sambungnya, yang sudah banyak berubah sikap kepadanya.“Selamat datang! Mau pesan apa?” sapa customer servicenya. Danila menoleh ke bawah menatap Haga. Anak itu terlihat merentangkan kedua tangannya ke atas. Bermaksud agar Danila menggendongnya. “Baiklah, Haga mau pesan apa
“I-iya, Kakak percaya. Lalu Haga ingin pergi ke mana?” ujar Danila bertanya-tanya.“Ke tempat yang ada banyak anak-anak kan, aku bilang.”Helaan napas terdengar memanjang keluar dari dalam rongga hidung Danila. Kedua matanya mengerjap sesaat. Lalu menatap wajah Haga yang saat ini tengah fokus memainkan tablet miliknya.“Tempat yang ada banyak anak-anak biasanya di taman bermain. Kalau di wahana permainan, tidak semua anak ada di sana,” tutur Danila. Tiba-tiba Haga mendongak menatap Danila dengan tatapan berbinar.“Benarkah? Kalau begitu Pak, kita ke taman kota sekarang! Aku mau bermain di sana,” celetuk Haga memerintahkan sopirnya. Danila mengerutkan keningnya keheranan.“Astaga, anak ini. Ya sudahlah, aku hanya mengikut saja. Ujung-ujungnya pun aku juga yang akan terkena umpatan dari pria gila itu,” gerutu Danila dalam hati pasrah.Sampai tibalah mereka di tempat yang dituju. Sebuah pemandangan indah terletak ditengah-tengah kota ini. Ya, itu adalah taman bermain. Haga bergegas turu