Share

BAB 3 : Tuan Muda Tak Berhati

"Kau sudah tahu, kan? Maksud kedatangan ku kesini," tutur Hugo tiba-tiba setelah keduanya sampai di kantin.

Keadaan kantin ini sedang sepi sekarang. Hanya ada mereka berdua yang berada disini. Duduk saling berhadap-hadapan satu sama lain. Danila begitu gugup rasanya. Menatap wajah orang itu dari jarak yang bahkan tidak berjarak sedikit pun.

Harus diakui, Hugo memang tampan. Kulit wajahnya begitu terawat dan bersih. Bahkan bibirnya terlihat berwarna pink. Aroma tubuhnya tercium wangi parfum mewah. Harum, tapi tidak menyengat.

"A-aku? Aku tidak tahu," balas Danila bingung seraya menggeleng pelan.

Dia memang tidak tahu. Maka jangan salahkan dia jika mengatakan tak mengetahui apa-apa. Tapi, apa itu ada hubungannya dengan perjodohan?

Hugo menghela napasnya panjang. Dia kemudian meneguk air mineral yang baru saja di pesan olehnya. Danila memperhatikan cara dia meminum air itu.

Iya tahu, dia memang tampan.

"Hari rabu mendatang, adalah hari pernikahan kita. Apa Ayahmu tidak mengatakan apa pun soal itu?" ujarnya lagi pada Danila.

"Papa memang mengatakannya, tapi aku tidak tahu kalau kau akan datang ke sekolah ku seperti sekarang ini," balas Danila serius.

"Aku sebenarnya tidak ingin menikah lagi. Tapi Kakek yang memaksa ku agar menerima perjodohan tak jelas begitu. Lagi pula perjanjian itu sudah lama sekali, bukan? Aku bahkan sudah menikah dan mempunyai seorang Putra. Kau tahu, kan? Putraku seperti apa. Dia tidak suka jika aku menikahi wanita lain selain Ibunya sendiri." Hugo berceloteh banyak tentang perjodohan itu, juga mengenai putranya serta latar belakang kisah kehidupannya yang pernah menikah sebelumnya.

Danila meneguk salivanya. Mendengar kata-kata terakhir Hugo yang terdengar tajam. Seperti menegaskan kalau dirinya tidak akan pernah mencintai nya, selain istrinya yang sudah tiada.

Sebenarnya tak ada yang salah dalam kata-katanya. Karena tidak semua orang bisa dengan mudah mencintai orang baru. Terlebih lagi pada hati yang sudah terlanjur dalam mencintai seseorang. Meskipun orang itu sudah tiada.

Karena kesetiaan, tak semua orang memilikinya. Dan Hugo, sangat menjaga dirinya untuk setia pada istrinya yang sudah tiada. Lalu Danila datang, seolah menjadikan dirinya penghalang untuk ayah dan anaknya. Dan itu semua bukan keinginan Danila.

Tapi atas dasar perjodohan yang sudah tertulis pada janji kedua keluarga mereka sejak lama. Hingga membuat ikatan tali antar keduanya. Namun, akankah mereka berdua bisa menjadi pasangan yang sempurna?

Jika gejolak di dalam hati Hugo sudah tertulis nama Sania, lantas bagaimana dengan Danila? Meskipun saat ini Danila masih mencintai Bagas. Tapi tak ada yang tahu, jika Danila tiba-tiba berubah cinta pada Hugo.

Sebab hati seorang wanita itu rapuh, dan mudah sekali untuk luluh. Bahkan dengan hal-hal kecil sekali pun. Mereka akan mudah merasakan perasaan cinta. Meskipun di awali dari rasa nyaman.

"Ya, aku sudah mendengar tentang Anakmu yang bernama Haga. Bilang saja padanya, kalau pernikahan ini tidak serius. Ibunya tidak akan berubah. Tetap dengan Ibu lamanya," tutur Danila membalas ucapannya. Hugo tiba-tiba mengernyitkan dahinya sekejap.

"Ibu lamanya? Apa kau pikir dia mau menerima kehadiranmu sebagai Ibu barunya, begitu? Ck! Jangan terlalu berharap lebih! Haga tidak mudah di dekati. Dia lebih pandai dari anak lain yang berumur tiga tahun sepertinya." Hugo mengatakan tanpa ekspresi.

Wajah tampannya begitu dingin dan datar. Danila meneguk salivanya, setelah mendapati kata-kata tajam dari Hugo barusan. Ia tidak menyangka jika seorang tuan muda sepertinya memiliki mulut setajam pisau.

"Sia-sia aku bertemu dengannya begini, kalau hanya di ceramahi dan di remehkan olehnya. Lagi pula, Papa masih saja menanggapi perjodohan itu. Lebih baik aku menikah dengan Bagas kalau begitu," dalam hati Danila menggerutu sebal.

"Apa yang kau katakan dalam hati mu? Menggerutu kesal dan memakiku dalam hati?" gumam Hugo membuat Danila terperanjat tak menyangka.

Tangan Danila langsung bergetar gugup sekarang. Ia memekik kaget dengan wajah pias nya. Sebab pria menyebalkan itu bisa mengetahui apa yang di ucapkan Danila di dalam hatinya.

Dia itu cocoknya jadi peramal, bukan jadi CEO nya Waseda Group.

"T-tidak, mana ada? Aku tidak berpikir dan mengatakan apapun dalam hati," pungkas Danila sedikit terbata seraya menggelengkan kepalanya cepat.

"Aku tunggu kau di helikopter! Ambil tasmu dan datangi aku kesana! Hari ini kau sudah diberikan izin oleh kepala sekolah mu," sambung Hugo tiba-tiba sambil beranjak bangun dari kursi itu. Danila lagi-lagi dibuat bingung oleh orang itu.

"Aku tahu kau sangat berkuasa di Negara ini. Tapi jangan seolah hanya kau saja yang kaya raya. Keluargaku juga kaya. Jangan pernah memberikan perintah sesukamu pada orang lain! Termasuk padaku!" Danila mengucapkan kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan berani.

Entah sudah kerasukan apa, tiba-tiba nyali Danila meninggi. Dirinya tak suka diberikan perintah oleh siapapun. Seorang gadis remaja yang sedang memasuki masa-masa pubertas, mengalami tekanan emosional yang lebih tinggi. Danila mengepal kuat kedua tangan nya. Hugo lantas menoleh dan berbalik menghadap Danila.

"Kau pikir aku mau? Menikahi seorang wanita sepertimu?! Jangan membuatku marah karena perilakumu yang tidak sopan padaku! Aku bahkan bisa menghancurkan perusahaan keluargamu, meski dalam sekejap mata. Harta keluargamu, juga ada campur tangan dari Waseda Group. Jangan jadi orang yang tidak tahu balas budi."

Hugo mengatakan kalimat yang terdengar ancaman bagi Danila. Kata-katanya tajam, hingga menusuk ke bagian ulu hati. Dia lalu kembali berbalik badan dan berjalan pergi dari sana. Setelah mengucapkan semua itu pada Danila. Tinggallah Danila sendiri, yang masih berdiri mematung menatapnya pergi.

"Kenapa Papa memberikanku pria kejam sepertinya?! Apa dia tidak tahu, wajah asli dari seorang Hugo itu?! Kurasa semua orang tidak mengetahuinya. Tapi aku tahu. Dan sekarang, aku semakin membenci dirinya!" dalam hati Danila mengucapkan kata-kata itu.

Ia tidak ingin perusahaan ayahnya hancur, hanya karena dirinya melawan serta menentang perjodohan itu. Danila sudah terjebak dalam situasi sulit sekarang. Sebagai seorang anak yang selalu di ratukan oleh keluarganya sendiri, kini harus berubah menjadi sesosok burung yang berada didalam sangkar. Dan harus selalu patuh dengan tuannya.

Danila berjalan cepat kembali ke dalam kelasnya. Setibanya dia disana, rupanya sudah ada Hugo. Padahal orang itu bilang ingin menunggu di kendaraan miliknya. Tapi sepertinya dia sedang mencari muka dengan semua teman sekelas Danila.

Tatapan Danila menatap ke bawah. Dia tidak ingin melihat wajah Hugo. Semua teman sekelasnya memanggilnya. Danila terdiam tanpa berkata apa-apa. Dia langsung mengambil tasnya.

"Danila, kau beruntung sekali, ya. Dapat seorang tuan Hugo. Wah, kalau aku jadi kamu, aku pasti akan memberitahukan berita bahagia ini pada semua orang. Tapi kau malah diam-diam saja."

"Iya, kalau bukan tuan Hugo yang datang kesini, kami semua pasti tidak akan pernah tahu hubungan mereka berdua. Iya kan, teman-teman?"

Kedua orang teman Danila memuji hubungannya dengan Hugo. Menganggap bahwa mereka adalah pasangan bahagia. Dan menilai Danila adalah wanita yang beruntung, karena bisa mendapatkan Hugo sebagai lelakinya.

"Kalian memujiku begitu karena kalian semua tidak tahu seperti apa wajah aslinya. Aku tidak seberuntung itu. Tak seperti yang kalian katakan barusan," tutur Danila dalam hati sedu.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang. Danila terlonjak kaget, ia pun menoleh. Mendapati Hugo yang sudah ada di belakangnya. Lelaki itu sekarang ini sedang menggandeng bahu Danila. Memperlihatkan ke semua orang bahwa mereka berdua adalah pasangan yang mesra.

"Jangan pernah mengatakan apa pun tentang diriku pada semua orang. Atau kau ingin keluarga mu hancur berantakan?!" bisik Hugo di telinga Danila mengancam. Sontak membuat Danila yang lagi-lagi meneguk salivanya. Dan harus menahan diri agar tidak emosional karena perkataan tajamnya.

Danila mengangguk pelan, dia berjalan mengikuti langkah Hugo yang keluar dari dalam kelasnya. Namun, sesampainya di tempat yang jauh dari keramaian orang-orang, Hugo langsung menjauhkan dirinya dari Danila. Pria itu lantas melepaskan tangannya dari bahu Danila.

"Kau jangan berharap lebih padaku! Aku menggandengmu hanya ingin menunjukkan pada semua orang bahwa hubungan ini baik-baik saja. Karena tak ada seorang pun yang boleh mengetahuinya," ujar Hugo sembari berjalan mendahului Danila menuju kendaraan helikopter miliknya.

Danila tertunduk sedu, kedua tangannya meremas rok yang dia kenakan. Hatinya tidak merasa bahagia sekarang. Pikirannya mengenai sekolah sudah sirna. Sebab saat ini, hanya ada keraguan serta ketakutan. Mengenai pernikahannya yang sebentar lagi akan di gelar pada hari rabu mendatang.

Hugo, kau pria tak berhati!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status