แชร์

Bab 2 Kemalangan

ผู้เขียน: Clavita SA
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-09-30 12:44:04

Tak lama setelah ajudan pribadi Aderson pergi, secara mendadak Camelina langsung dikagetkan dengan kedatangan istri pertama Aderson yang menghampirinya. Ia kembali harus merasakan jantung yang berdetak kencang gelisah tak karuan – intuisinya seolah memberitahu akan ada kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan benar saja,  Sarah langsung menarik rambut bagian belakangnya begitu saja tanpa alasan yang jelas.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        ”Setelah berhasil mencuri perhiasan, sekarang malah beraninya mencuri suamiku juga! Apa jangan-jangan kamu memang sengaja merencanakan hal ini sejak awal, wanita jalang!” tuduh istri pertama Aderson dengan ketus.

Sekalipun di depan Berliana tampak setuju dan biasa saja terhadap Camelina, tetapi jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Sarah menyimpan niat buruk untuk selalu mengganggu Camelina yang kini betul-betul ia anggap saingan dalam hidupnya.

Senyap suasana di ruangan itu semakin memperjelas setiap deru nafasnya yang tampaknya tengah menahan sakit. ”Sakiit!” rintih Camelina. Ia berusaha menahan tangan istri pertama Aderson – Sarah agar melepaskan tarikan tangan itu dari rambutnya. “Harusnya yang kamu salahkan bukan saya, tapi mereka yang mendesakku, kamu sendiri juga tahu itu! Dan .... Bukannya kata Mama, kamu juga setuju!”  jelas Camelina.

Apa yang terlontar keluar dari  mulut Camelina seperti sebuah sentilan bagi Sarah karena Camelina hanya mengatakan fakta bukan hanya dugaan atau bahkan prasangka. Meskipun di lubuk hatinya yang terdalam Sarah juga mengakuinya, tetapi kebencian yang lebih besar kepada Camelina membuat ia buta dan yang salah di matanya tetaplah wanita yang ia anggap saingannya. Melihat Camelina yang tidak menangis dan malah melawan perkataannya, membuat wanita itu menguatkan tarikan tangannya, sampai ada beberapa helai rambut Camelina jatuh bertebaran di lantai. Tetapi, hal itu pun tidak membuat Sarah – istri pertama Aderson puas dan berhenti menyakiti. Makin tampak tegar Camelina, semakin membuat perilakunya menjadi-jadi.

“Ah, sudahlah. Aku tidak mau mendengar alasan apapun, kamu ini memang perempuan licik!”

Apapun bentuk penghinaan yang terlontar keluar dari mulut Sarah tidak membuat Camelina takut untuk mempertahankan haknya. Terlebih lagi  perilaku Sarah sudah sangat berlebihan menyakiti dirinya, entah itu secara fisik bahkan mental.

“Daripada kamu marah-marah dan menyesali keputusan kamu sendiri, lebih baik jaga suami kamu jangan sampai mencintaiku, supaya tidak cemburu buta begini!” usul Camelina dengan santainya.

Sampai pada saat yang tak terduga, Aderson datang. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” tanya Aderson terheran-heran. Sontak, Sarah pun langsung melepaskan tarikan tangannya dari rambut Camelina.

Keduanya menoleh ke arah pintu – tepat dimana suara itu berasal. Aderson mendekat, ia berdiri di antara kedua istrinya. Sarah yang merasa bersalah karena memperlakukan Camelina dengan kasar pun membuat dirinya ketar-ketir ketakutan. Sarah khawatir jika ternyata Aderson memperhatikan mereka sejak tadi dan mendengar semua perkataan yang ditujukan pada Camelina.

Sarah pun langsung mendekati Aderson, lalu ia memegang lengan suaminya. “Mas, apa yang kamu lakukan di sini?”

“Tadi ada yang ketinggalan, tapi malah ada suara berisik yang terdengar samar, jadi memutuskan untuk melihat  ke sini  sebentar. Memangnya kalian sedang bahas apa?” tanya Aderson penasaran.

“Itu soal sarapan saja. Tadi Camelina diajak sarapan di luar, tapi malah nolak,” jawab Sarah sambil menoleh ke arah Camelina. “Iya, `kan?” lanjutnya dengan pandangan yang sedang mengancam Camelina agar meng`iya`kan perkataannya tersebut.

Aderson melihat ke arah Camelina, tetapi ia hanya diam tanpa memberikan respon apapun. Sekalipun ia pernah menjadi asisten rumah tangga di rumah itu, ia tidak akan mudah lagi  tunduk pada orang lain. Baginya, ia punya hak untuk menentang atau bahkan mengabaikan sesuatu.

Aderson melihat ke arah jam tangannya. ”Ya sudah kalau begitu, aku berangkat!”ujarnya. Ia mengecup dahi istri pertamanya, sedangkan Camelina memalingkan wajahnya. Sebelum berangkat ke kentor, Aderson menoleh – melihat ke arah dahi Camelina.

Menyaksikan Camelina yang diabaikan tanpa mendapat kecupan cinta dari suaminya menjadikan Sarah besar kepala di hadapannya. Ia mendekat dan kemudian berbisik. “Sayang sekali kamu gak bisa merasakan kecupan dari seorang pria yang telah menjadi suami. Itu sudah jelas membuktikan bahwa cuma aku yang ada di hatinya selama ini dan aku takkan tergantikan oleh siapapun,” bisiknya perlahan sambil tersenyum. “Ckckck. Wanita jalang yang menyedihkan!” ejeknya.

 “Bagus kalau begitu,” balas Camelina. Ia melangkah pergi dari hadapan Sarah dan kemudian siap-siap untuk memasak. Kali ini ia memasak untuk dirinya sendiri.

Kesedihan teramat dalam dirasakannya kini sebagai akibat ide buruk orang lain, dirinya yang malah disalahkan, disalahpahami dan bahkan hal itu sampai  terngiang-ngiang di telinga. Tetapi, segala keterpurukan itu ia telan dalam-dalam, ia mencoba membalikkan keadaan dengan memanfaatkan posisinya yang bukan lagi babu di rumah itu. Baginya, kini ia sedikit memiliki hak untuk melakukan  pembelaan dan berani mengutarakan isi pikiran tanpa perlu menunjukkan ketakutan di hadapan Sarah.

“Sebenarnya aku capek ditindas terus!  Sangat melelahkan. Diuji dengan takdir hidup yang harus dihadapi dengan banyak kesabaran. Terkadang aku  berpikir untuk pulang, aku sering merasa tidak tahan lagi tinggal di rumah ini bersama mereka. Tapi  ... kalau aku menyerah, aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan keluarga asliku sendiri,” lirih Camelina dengan netra  yang sudah berkaca-kaca.

Saat ini, hanya aroma yang keluar dari makanan saja yang membuatnya sedikit merasa senang. Meskipun hal itu  tidak banyak membantu  menghilangkan segala bentuk kesedihan yang dirasakannya.

Putus asa seperti tak ada artinya, Camelina merasa bahwa itu hanya seperti membiarkan diri sendiri tenggelam dalam lubang kehancuran. Namun, itu tidak berarti bahwa ia harus menahan air netra agar tidak keluar. Setelah beberapa waktu ia meratapi kehidupannya sendiri dalam sepiring nasi goreng yang baru selesai ia buat lengkap  dengan sosis dan telur mata sapi, ia pun menaruh piring itu  di meja kemudian membasuh mukanya di kamar mandi.

Usai menyegarkan wajahnya kembali dengan air dingin, Camelina menyantap sarapannya yang sekitar lima menit ia abaikan. Nasi gorengnya  sudah nyaris agak dingin karena AC tidak membuat dirinya menyia-nyiakan makanan yang ia buat. Sekalipun kenikmatan makanan itu rasanya jauh lebih berkurang dibanding biasanya.

Hingga waktu  yang sangat ia hindari pun tiba. Sore telah berganti malam dan hangatnya mentari pun telah tergantikan dengan dinginnya angin di antara kegelapan.

Pada malam yang sepi dengan berjuta misteri dalam kepala yang membuat Camelina memilih diam. Ingin coba hindari malam yang menyesakkan itu, tetapi tidak bisa. Ia dipaksa menghadapi semuanya sendiri atas kejadian yang bukan dari bagian pilihan hidupnya.

Pergantian waktu menjadi malam membuat Aderson yang baru selesai mandi sehabis pulang dari kantor tak melupakan niatnya malam ini.  Tentu saja, bukan karena desakan Berliana yang ingin segera memiliki penerus keluarga, melainkan rasa  penasaran juga menguliti pikirannya.

“Mas, bagaimana kalau kita habiskan dulu setengah dari malam ini sebelum kamu menikmati malam pertamamu dengannya?” rayu Sarah seraya mengelus lembut dada Aderson yang berbulu halus itu. Ia terus menyentuhnya, bahkan mengecup leher Aderson dengan penuh gairah.

Namun, Aderson sama sekali tidak membalas gairah Sarah malam  itu. Ia malah membayangkan istri keduanya yang baru ia nikahi, Camelina. Tanpa sadar, ia menepis tangan Sarah dan melangkah pergi dari kamarnya.

Sarah pun langsung memasang wajah cemberut. “Mas!” serunya.

Saat di pintu, Berliana datang dengan membawa minuman pada sebuah gelas. Minumannya berwarna kuning agak coklat muda.

“Kamu jangan ke mana-mana. Pokoknya malam ini harus kamu habiskan dengan istri kedua kamu, tapi sebelum itu, kamu minum dulu ini!” pinta Berliana seraya menyodorkan gelas tersebut.

Sikap Aderson yang mengabaikan dirinya sangat membuat Sarah kesal, tetapi kehadiran Berliana melemahkan niatnya untuk protes kepada suaminya.

Sementara itu Camelina hanya diam termenung seraya memeluk dirinya sendiri. Sesekali ia terbaring dan mencoba tidur, sayangnya tidak berhasil. Di tengah gelapnya ruangan itu, perasaan gundahnya semakin terasa jelas.  Kenyamanannya seakan hilang direnggut waktu.

KRIEETT!

Sampai ia mendengar suara pintu dibuka, Camelina menoleh ke arah pintu. Ia menjadi pucat pasi dengan tubuh  yang mendadak dingin. “Siapa?” tanya Camelina.

“Ini Mama ...!” sahut Berliana.

Tak bisa dihindari lagi, terlebih itu adalah Berliana yang datang  menemuinya langsung.

“Mama masuk, ya!” ujarnya.

“Masuk saja.”

Berliana menyalakan lampu kamar Camelina saat itu,  ia berjalan sedikit dan kemudian duduk di samping Camelina. “Ini `kan malam pertama kamu sama Aderson, jadi kamu jangan di sini. Mari biar Mama antar kamu ke sana!” ajaknya.

Camelina tidak langsung menyahut, ia hanya diam dengan mata melihat ke sana-kemari penuh kekhawatiran.

“Aderson tidak akan menggigit kamu, kok. Kamu hanya perlu menjalankan janjimu untuk memberikan aku cucu. Dan malam ini kamu harus mengusahakannya.”

Lembut tetapi penuh dengan kebusukan. Itulah ucapan Berliana yang terdengar di telinganya saat itu. Camelina sungguh merasa jijik karena harus melayani seseorang secara terpaksa, di sampaing itu penolakan pun seperti sebuah kesalahan sebab yang mesti ia layani berstatus sebagai suaminya.

“Kenapa aku selalu menemukan jalan buntu dan tidak mendapatkan pilihan lain?” batin Camelina.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 62 Sedikit Dicurigai

    "Mana mungkin buang air selama ini!" sergah Sarah, tidak setuju dengan pendapat Tio. Camelina fokus makan pesanan sebelumnya yang memang sudah ada di meja makan. Ia tak mendengar segala keresahan Sarah karena dirinya berpikir bahwa itu bukan urusannya. "Kalau dia tahu aku bersama Mas Aderson, dia past akan sangat murka, aku yakin itu," batin Camelina. Ia menghentikan kunyahannya sejenak dan terbuai pada pikirannya selama beberapa detik lamanya.Baru saja Camelina selesai mengatakan demikian dalam hatinya, Aderson kembali ke meja itu. Ia berdiri di depan Sarah sambil berkata, "Makannya sudah selesai, 'kan? Aku antar kamu pulang!" ungkapnya.Tanpa sedikitpun melirik ke arah Camelina, bahkan saat Camelina melirik ke arah suaminya. Aderson pergi begitu saja, Sarah yang melihatnya berjalan lebih dulu, membuat ia bergegas menyusul."Kenapa cepat-cepat pulang?" tanya Sarah. "Aku harus ke kantor. Kalau kamu masih mau disini, berarti kamu pulang sendiri."Aderson tidak pedulikan apapun, ia

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 61 Berpendirian Teguh atau Keras Kepala

    "Kenapa kamu memilih pekerjaan dibanding uang?" Aderson masih tidak paham dengan pola pikir wanita yang ada di hadapannya. Wanita aneh yang sangat sulit didekati dan tak bisa ditebak sama sekali."Kalau tidak mau memberikannya tidak masalah. Tapi ..., saya tidak menyangka kalau hal sesederhana itu saja ternyata tidak mampu diberikan."Kalimat yang terlontar keluar dari mulut Camelina saat itu membuat Aderson merasa tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang Camelina katakan.Aderson ingin membuktikan bahwa perkataan Camelina sangat keliru. "Kamu sedang hamil. Nanti bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan janin itu? Apa kamu sanggup mempertanggungjawabkan semuanya?" balas Aderson.Camelina terdiam sejenak, lalu setelah itu kembali bicara. "Kehamilan dan pekerjaan tidak bisa disangkut pautkan! Tidak ada hubungannya sama sekali!"Tekad yang kuat membuat Camelina tampak keras kepala di kata Aderson. Tetapi, karena hal itu pula suaminya kewalahan dan tak mampu membuat C

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 60 Walau Beda Tipis, Tapi Berbeda

    "Kamu kenapa, Melina? Apa kamu lapar?" tanya Tio. Ia menepuk bahu Camelina, hingga terbangun dari lamunannya. Sadar bahwa air matanya sempat keluar, ia menyekanya segera. Namun, Tio yang sudah memperhatikan Camelina diam sejak tadi melihat sendiri matanya yang basah dan bekas air mata mengalir. Camelina tidak menyadari keberadaan Tio karena terlalu hanyut dalam pikiran yang terus dihantui oleh kesedihan. "Yuk, kita sarapan dulu!" ajaknya. Camelina memang merasa lapar. Ia tidak menolak. Ketika Tio bangkit dari duduknya, Camelina juga ikut berdiri. "Di bawah ada makanan yang enak. Kita sarapan di sana saja!" "Iya," sahut Camelina dengan lirih. Ia terus menyeka bekas air mata yang sempat terjun ke pipi itu. Tio membantunya menyeka air matanya. Mereka menaiki lift. Di sana pun Camelina hanya diam. Tidak banyak bicara dan sesekali meng'iya'kan tawaran yang dilontarkan Tio kepadanya. Sementara Aderson, ia yang sudah berada di sebuah cafe di bawah. Dirinya duduk menyantap

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 59 Cahaya Yang Seakan Hilang

    [Kamu di mana, Mel? Tadi malam aku ke rumah, tapi tidak ada.] Pertanyaan singkat dalam sebuah pesan yang baru Camelina buka saat itu.Saat hendak mengetik, Aderson melirik ke arah ponsel Camelina. Tetapi, Camelina menjauh dan mengetik tanpa diketahui sang suami mengenai apa yang diketiknya pada pesan tersebut.[Aku sekarang ada di rumah sakit hampera. Hah, kamu ke rumah? Serius?]Pesan itu pun dikirimnya. Baru beberapa detik terkirim, balasan pesan pun datang lagi hingga suara notifikasi pesan kembali terdengar di telinga, baik itu Camelina maupun Aderson -- suaminya.[Iya. Harusnya kamu bilang ke aku kalau kamu lagi di rumah sakit. Sekarang aku kesana, tunggu, ya!]Tio saat itu mengira bahwa Camelina yang sakit, sehingga tidak bertanya yang lainnya lagi. Ia pergi membeli buah-buahan untuk Camelina."Dia sakit apa, ya?" gumam Tio dalam diamnya.Setelah tahu bahwa Tio akan datang ke sana, Camelina memasukkan kembali ponselnya. Ia mencari toilet terdekat karena belum mencuci muka, s

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 58 Jangan Memberikanku Harapan

    "Mas, mau sarapan sama apa, biar aku yang siapkan?" tanya Sarah. Ia coba berbaik hati setelah tadi mengomeli suaminya.Namun, Aderson yang fokus mengancingkan bajunya dan merasa sudah siang, tidak mempedulikan lagi sarapan di rumah."Aku sarapan di luar saja. Sekalian mau ke rumah sakit sebentar. Kamu mau ikut jenguk Mama?" "Ikut, Mas. Aku sudah rapih."Sarah memperhatikan suaminya yang tengah sibuk dengan dirinya sendiri. "Aku memang tidak ada niat memasak juga. Malah, gara-gara wanita itu tidak ada disini, aku juga harus sarapan di luar," batin Sarah dalam diamnya.Setelah siap, Sarah memegang lengan Aderson. Ia berjalan mengikuti suaminya. "Mas, kamu kenapa tidak bilang dari awal kalau Mama dan Papa kena musibah. Oh iya, tadi .... Untuk tadi aku minta maaf karena langsung menginterogasi kamu dengan pertanyaan."Aderson menoleh. "Lain kali tanya dulu sebelum curiga."Sarah kemudian teringat pada Camelina yang belum pulang sampai pagi ini. "Mas, Camelina di rumah sakit juga?""Iya.

  • Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 57 Tidak Bisa Dipercaya

    Malam dingin tak dapat dihentikan. Kali ini, Camelina tidak menolak apapun yang ditawarkan Aderson kepadanya. Seperti jas yang bisa menghangatkan tubuhnya."Aku tidak bisa tidur nyenyak," gumamnya.Camelina membuka matanya setelah beberapa saat mencoba memejamkan matanya agar bisa istirahat dari penatnya kegiatan."Tidurlah nanti di rumah," kata Aderson. "Saya juga akan pulang dahulu."Refleks Camelina menoleh. "Lalu, yang menunggui mereka siapa?" tanya Camelina.Aderson terdiam sejenak. Hari ini adalah hari dimana dirinya akan sangat sibuk. Banyak pekerjaan yang harus ia urus dan ....Pria itu memeriksa ponselnya sejenak. Ia baru ingat bahwa terlalu fokus dengan orang tuanya, hingga melupakan ponselnya yang mungkin saja ada pesan atau telepon yang tak sengaja ia abaikan."Sebentar ...."Aderson membuka pesannya. Ia melihat ada beberapa pesan yang menumpuk dan sekitar lima panggilan yang tak terjawab dari Sarah.Setelah membaca pesan sebentar, ia berdiri dan kemudian bergegas pergi.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status