Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?”
Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta.“Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung."Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja mengambil tas dan jas yang Jefri berikan kepadanya."Desti," jawab Winarta singkat."Oooo … nyonya Desti saat ini masih di kamar Tuan. Nyonya alergi ikan dan sekarang sudah membaik," ujar Pak Karja dengan senyum tipis di bibirnya.Tanpa menunggu lama, Winarta pun melangkah menaiki tangga. Dalam hati Pak Karja merasa senang karena tuannya mulai perhatian terhadap wanita. "Semoga nyonya Desti bisa meluluhkan hati tuan," batin Pak Karja.Winarta yang ingin melangkah menuju kamarnya terhenti saat ia melintasi kamar Desti. Winarta menatapi pintu kamar Desti yang tertutup, sebenarnya Winarta ingin masuk dan melihat kondisi Desti. Akan tetapi, Winarta takut jika Desti akan salah paham dan mengira Winarta memiliki perasaan kepadanya. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamarnya.Di kamar Desti, saat ini Desti dengan bajunya yang basah terduduk di lantai dan menangis merasakan sakit pada lutut dan pipinya. Di depan gadis itu, terdapat Siska yang memperlihatkan wajahnya yang marah, ia menatap wajah gadis buta di bawahnya saat ini dan tersenyum sinis. Kedua maid Desti diikat di atas ranjang dengan mulut mereka yang disumpal kain."Camkan ini baik-baik, kau di sini hanyalah PEM-BAN-TU," ucap Siska dengan menekankan kata 'pembantu' dan kembali berkata, "Walaupun kau adalah istri Winarta, tapi kau tak berhak atasnya, hanya aku yang boleh melayaninya.""I-iya … hiks, tapi tolong lepaskan Nita dan Jona," ucap Desti. Desti meraba-raba lantai di sekitarnya mencari kaki Siska untuk memohon.Akan tetapi, Siska langsung menginjak tangan Desti sampai tangan putih, mulus dan bersih itu merah dan terluka. Nita dan Jona yang melihat hal itu berusaha untuk bangun dan melawa, tapi sangat di sayangkan mereka tidak berdaya. Bahkan mereka tidak bisa mengeluarkan suara karena mulut mereka yang di sumpal.Desti tetap diam. Ia berusaha untuk tidak merespon rasa sakit yang ia terima, tetapi air matanya tetap jatuh membasahi pipinya. Melihat itu membuat Siska bahagia dan berkata, "Awas aku melihatmu berdekatan lagi dengan Winarta. Aku akan membuat dua maidmu ini dipecat!"Siska pun keluar dari kamar Desti dengan tangannya yang membawa saputangan milik Winarta, setelah ia puas membuat Desti merasakan sakit. Setelah mendengar suara pintu ditutup, Desti segera mencari Nita dan Jona dengan meraba-raba benda atau tembok di sekitarnya. "Nita … Jona … kalian di mana? apa kalian baik-baik saja?""Uummmm …." Nita dan Jona tidak dapat mengeluarkan suara karena mulut mereka yang di bekap oleh Siska.Desti dapat mendengar suara Nita dan Jona, walau tidak keras tapi pencemaran Desti masih tajam. Desti berusaha mengikuti arah suara itu, ia berjalan menuju ranjang walau sesekali hampir terjatuh. Namun, Desti bangkit lagi dan mencari kedua maidnya.Desti langsung saja membuka ikatan tangan Nita dan Jona begitu juga dengan kakinya. Dengan meraba-raba ranjang sekitarnya. Begitu ikatan mereka terlepas air mata Nita dan Jona langsung keluar dengan deras dan memeluk Desti."Nyonya … maafkan kamu tidak becus dan tidak bisa melindungi Anda, hisk …," ucap Jona dengan terisak tangis."Iya Nyonya … maafkan kami," ucap Nita mengusap sisa air matanya yang masih mengalir."Sudah … kalian tidak salah … lebih baik kita ikuti saja permintaannya, kita tidak memiliki kekuatan untuk melawannya," ucap Desti."Melawan siapa?" Tiba-tiba saja dari arah pintu Winarta datang dan melihat kondisi ketiga orang di depannya yang sangat menyedihkan.Waktu terus berlalu, dan kini sudah hari kelima Desti berada di rumah sakit. Sesuai dengan apa yang dikatakan Dimas hari itu, Desti bisa pulang dalam waktu satu minggu jika kondisinya selalu berjalan membaik. Hari itu adalah besok jadi hari ini, hari terakhir Desti di rumah sakit. “Sayang, aku akan ke ruang kerja dulu, apa kau menginginkan sesuatu sebelum aku pergi?” ucap Winarta yang berharap jika Desti bisa sedikit saja bersikap manja kepadanya. “Aku tidak menginginkan apa pun, aku akan tidur,” ucap Desti. Mendengar jawaban Desti membuat wajah Winarta cemberut, dan berkata, “Baiklah ….” “Sayang … aku pinjam Jona dan Nita dulu, ya. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan,” ucap Winarta. “Iya … tapi nanti saat kau kembali bawakan aku es krim,” ucap Desti dengan memeluk guling. Mendengar itu membuat Winarta tersenyum dan berkata, “Baiklah, Sayang ….”Winarta berjalan ke ruangan kerjanya yang mana ruangan yang berada di samping kamar Desti itu menjadi ruang kerja Winarta selama Desti
“Ada apa denganmu? Seperti kalah perang saja,” ucap Dimas dengan sebelah alisnya yang naik. Nico berjalan ke arah Winarta dan melihat layar laptop Winarta. “Astaga … untuk apa kau sampai meretas keamanan sistem negara?” Mendengar itu membuat Dimas yang bermain handphone kaget. "Ta, yang bener aja, lo pakek laptop gue buat meretas keamanan negara. Bisa abis gua, Ta." Bhuggg"Diam, sialan," umpat Winarta seraya melempar bantal yang ada di sofanya ke arah Dimas. “Untuk apa kau meretas keamanan negara?” tanya Nico, memperhatikan isi dari laptop Winarta, dan kembali berkata, “apa kau meretas keamanan negara hanya untuk mencari pelaku yang menaruh ular di ruangan Desti?” Mendengar jika masalah keselamatan istrinya yang dianggap sepele oleh Nico membuat Winarta menatap tajam ke arah Nico. Yang mana membuat Nico tidak melanjutkan perkataannya. “Di dunia ini keselamatan istriku yang utama!” ucap Winarta dengan tegas. “Okey … oke, tapi kenapa kau sampai harus meretas keamanan negara? Kej
Dimas yang merasa bersalah melihat Nita yang menangis seperti itu pun mengejar Nita. Tak lama setelah mereka keluar, Zirah pun datang dengan membawa nampan yang berisi makanan, dengan pakaian yang menggoda Zirah pun berkata, “Tuan, ini makanan untuk nyonya.”Winarta tidak menjawab, tetapi melihat ke arah Jona yang sedang duduk di sofa. Jona yang mengerti arti tatapan itu pun segera bangun dan mengambil nampan itu dari tangan Zirah. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Zirah kesal. Melihat wajah kesal Zirah membuat Jona senang dan hal itu membuat Jona teringat hal yang Zirah katakan saat ia akan memasuki ruangan Desti. Jona menaruh nampan itu di nakas samping tempat tidur Desti dan kembali duduk di sofa diikuti dengan Zirah. Sampai 4 jam mereka duduk di sana tanpa melakukan apa pun dan tak lama kemudian datanglah Dimas, Nita dan Nico memasuki ruangan Desti. Saat Nita duduk di samping Jona, Jona pun berkata, “Hebat kau Nit, keluar bawa satu cowok dan masuk bawa dua, Good girls.” Jon
“Kakiku seperti digigit,” ucap Desti yang terdengar rintihan kesakitan di sela-sela ucapannya.Mendengar itu Winarta pun langsung menyingkap selimut Desti, alangkah kagetnya Winarta saat melihat kaki Desti yang dililit dan digigit ular. Winarta tanpa menunggu lama pun langsung mengambil ular itu dan membuangnya melalui jendela, dengan sigap Winarta menyobek selimut Desti dan mengikatnya di kaki Desti yang di gigit ular. Setelahnya Winarta langsung memencet tombol yang mana akan langsung terhubung ke Dimas. Winarta memeluk Desti dan membenamkan kepalanya di dada Winarta. “Sayang, tahan ya … sebentar lagi DImas datang,” ucap Winarta dengan suara yang gemetar. Tak lama kemudian Dimas datang dengan membawa peralatannya dan berkata, “Ada apa?” “Perlukah kau bertanya? Tidaknya kain itu bisa menjelaskannya!” ucap Winarta dengan suara yang tertahan. Dimas yag melihat kain yang terlilit di kaki Desti pun langsung mengeluarkan peralatannya sampai beberapa waktu kemudian Dimas selesai. Namu
Melihat wanita itu, membuat Winarta memasang wajah garang dengan alis yang mengerut. Dimas yang melihat ekspresi itu pun segera berbicara, "Wou … Wou … tenang dulu, tenang … dia itu suster yang akan menjaga istrimu selama dia sakit." "Kenapa kau memilih wanita menjijikan seperti ini?" Tatapan mengerikan itu berganti kepada Dimas dan membuatnya panik. "Astaga Zirah kenapa menggunakan pakaian seperti itu sih! Sekarang aku jadi harus menghadapi siang 'kan!" umpat Dimas dalam hati. "Maaf Tuan, apa yang salah dengan saya?" ucap Zirah dengan berjalan mendekat dan nada menggoda.“Menjauh dariku!!!” bentak Winarta membuat langkah Zirah terhenti. “Winarta! Kenapa kau mesti membentaknya! Dia hanya meminta maaf,” bentak Desti, bahkan Desti sampai mengerutkan keningnya. Winarta yang mendengar itu pun terdiam seketika. Mengingat kondisi Desti yang sedang sakit membuatnya tidak ingin memperburuk keadaan Desti. Winarta menatap ke arah Dimas tajam.“Sayang–”“Sus, nama Anda siapa?” tanya Desti
Desti mendengar itu pun tersentak dan perlahan melihat ke arah wanita paruh baya yang mengaku adalah ibunya. “Apa itu artinya aku sudah meninggal?” “Tidak, Sayang … Rohmu masih bisa masuk ke dalam tubuhmu. Itu semua tergantung dengan keinginanmu, Di sana ada suamimu yang sedang menunggumu. Apa kau tidak ingin kembali?” Wanita paruh baya itu memegang tangan Desti dan menumpuknya dengan tangannya. “Jika aku kembali, bagaimana denganmu, Bu … bukankah kau mengatakan kau ibuku? Akankah kau kembali bersamaku juga?” tanya Desti dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Wanita itu tersenyum dan perlahan mengusap pelan kepala Desti dan berkata, “Aku tidak bisa lagi kembali ke dunia, Nak. Namun, aku akan selalu ada di sisimu dalam bentuk roh. “ Air mata Desti pun meluncur ke luar dari matanya. “Kenapa kau menangis, Nak?” “Aku ingin selalu bersamamu, Bu … tetapi aku juga ingin bersama suamiku. Jujur seiring berjalannya waktu, aku semakin mencintainya, rasa sayang itu mulai muncul, seiring be