Share

7. Istri Kedua Yang Buta

Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?”

Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.

Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta.

“Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung.

"Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja mengambil tas dan jas yang Jefri berikan kepadanya.

"Desti," jawab Winarta singkat.

"Oooo … nyonya Desti saat ini masih di kamar Tuan. Nyonya alergi ikan dan sekarang sudah membaik," ujar Pak Karja dengan senyum tipis di bibirnya.

Tanpa menunggu lama, Winarta pun melangkah menaiki tangga. Dalam hati Pak Karja merasa senang karena tuannya mulai perhatian terhadap wanita. "Semoga nyonya Desti bisa meluluhkan hati tuan," batin Pak Karja.

Winarta yang ingin melangkah menuju kamarnya terhenti saat ia melintasi kamar Desti. Winarta menatapi pintu kamar Desti yang tertutup, sebenarnya Winarta ingin masuk dan melihat kondisi Desti. Akan tetapi, Winarta takut jika Desti akan salah paham dan mengira Winarta memiliki perasaan kepadanya. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Di kamar Desti, saat ini Desti dengan bajunya yang basah terduduk di lantai dan menangis merasakan sakit pada lutut dan pipinya. Di depan gadis itu, terdapat Siska yang memperlihatkan wajahnya yang marah, ia menatap wajah gadis buta di bawahnya saat ini dan tersenyum sinis. Kedua maid Desti diikat di atas ranjang dengan mulut mereka yang disumpal kain.

"Camkan ini baik-baik, kau di sini hanyalah PEM-BAN-TU," ucap Siska dengan menekankan kata 'pembantu' dan kembali berkata, "Walaupun kau adalah istri Winarta, tapi kau tak berhak atasnya, hanya aku yang boleh melayaninya."

"I-iya … hiks, tapi tolong lepaskan Nita dan Jona," ucap Desti. Desti meraba-raba lantai di sekitarnya mencari kaki Siska untuk memohon.

Akan tetapi, Siska langsung menginjak tangan Desti sampai tangan putih, mulus dan bersih itu merah dan terluka. Nita dan Jona yang melihat hal itu berusaha untuk bangun dan melawa, tapi sangat di sayangkan mereka tidak berdaya. Bahkan mereka tidak bisa mengeluarkan suara karena mulut mereka yang di sumpal.

Desti tetap diam. Ia berusaha untuk tidak merespon rasa sakit yang ia terima, tetapi air matanya tetap jatuh membasahi pipinya. Melihat itu membuat Siska bahagia dan berkata, "Awas aku melihatmu berdekatan lagi dengan Winarta. Aku akan membuat dua maidmu ini dipecat!"

Siska pun keluar dari kamar Desti dengan tangannya yang membawa saputangan milik Winarta, setelah ia puas membuat Desti merasakan sakit. Setelah mendengar suara pintu ditutup, Desti segera mencari Nita dan Jona dengan meraba-raba benda atau tembok di sekitarnya. "Nita … Jona … kalian di mana? apa kalian baik-baik saja?"

"Uummmm …." Nita dan Jona tidak dapat mengeluarkan suara karena mulut mereka yang di bekap oleh Siska.

Desti dapat mendengar suara Nita dan Jona, walau tidak keras tapi pencemaran Desti masih tajam. Desti berusaha mengikuti arah suara itu, ia berjalan menuju ranjang walau sesekali hampir terjatuh. Namun, Desti bangkit lagi dan mencari kedua maidnya.

Desti langsung saja membuka ikatan tangan Nita dan Jona begitu juga dengan kakinya. Dengan meraba-raba ranjang sekitarnya. Begitu ikatan mereka terlepas air mata Nita dan Jona langsung keluar dengan deras dan memeluk Desti.

"Nyonya … maafkan kamu tidak becus dan tidak bisa melindungi Anda, hisk …," ucap Jona dengan terisak tangis.

"Iya Nyonya … maafkan kami," ucap Nita mengusap sisa air matanya yang masih mengalir.

"Sudah … kalian tidak salah … lebih baik kita ikuti saja permintaannya, kita tidak memiliki kekuatan untuk melawannya," ucap Desti.

"Melawan siapa?" Tiba-tiba saja dari arah pintu Winarta datang dan melihat kondisi ketiga orang di depannya yang sangat menyedihkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status