Saat Siska membawakan makanan ke meja makan, Siska dengan pura-pura berkata, "Ohh … ada Desti juga toh …."
Siska tidak berniat untuk mengambilkan makanan untuk Desti. Dia berniat untuk menyuruh kepala pelayan, untuk membawakan sisa makanan yang ada di dapur untuk Desti. Namun, baru saja Siska akan mendudukkan bokongnya itu di kursi depan Winarta, Siska kembali mendengar suara Winarta yang dingin itu kepada dirinya. "Siska, bawakan juga untuk Desti."Siska yang mendengar itu hanya bisa menuruti perkataan Winarta, ia tidak berani membantah karena takut jika akan membuat Winarta marah dan semakin menjauhinya. Siska pun melangkah menuju dapur dengan membawa makanan yang sudah ia siapkan di dalam mangkuk. Siska menaruh mangkuk itu sedikit kasar di depan Desti karena tidak terima jika ia harus melayani Desti.Winarta yang melihat perlakuan Siska hanya melirik saja, ia masih tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh kedua istrinya. Namun, Winarta menghentikan suapannya yang akan masuk ke dalam mulutnya, saat melihat Desti yang meraba-raba meja mencari di mana letak piring. Winarta pun menghembuskan nafasnya kesal dan berteriak, "Jona … Nita …."Tak lama kemudian terlihat Jona dan Nita yang datang dengan nafas tersengal karena berlarian dan berkata, "Iya, Tuan … ada yang bisa saya bantu?""Layani, Nyonya kalian!" ucapnya dengan wajah darat, hanya melirik sekilas ke arah Desti."Baik, Tuan." Jona dan Nita langsung berjalan menuju Desti dan membantunya memakan makanan yang tersaji di piring Desti."Aaarrggg …," teriakan Desti terdengar, dengan tangannya yang setia menggaruk tubuhnya."Nyonya, kenapa?" tanya Nita saat ia melihat Desti yang menggaruk-garuk tubuhnya, dan tak lama setelah melihat Desti, Nita berteriak, "aaa … Nyonya kenapa? Kenapa badan Anda bintik-bintik?"Mendengar teriakan itu membuat perhatian Winarta beralih kepada Desti. Saat Winarta melihat badan Desti yang mengeluarkan bintik-bintik merah, Winarta dengan santainya berkata, "Panggil dokter saja."Siska yang melihat itu pun merasa senang, rencananya berjalan lancar. Siska menambahkan bubuk gatal pada makanan Desti, tetapi di samping itu Desti juga memang alergi terhadap ikan laut. Jadi jika aksinya ketahuan ia bisa beralih pada Desti yang alergi ikan laut."Rasain lo … itu balasan karena berani bersaing dengan gue," batin Siska.Sementara Desti di bawa ke kamarnya. Winarta dan Siska, kembali melanjutkan acara makan mereka, tidak ada yang peduli dengan Desti. Bahkan Winarta tidak melihat keadaan Desti setelah ia selesai makan, dan Siska senang karena Winarta tidak memperhatikan Desti. Jadi dirinya tidak perlu repot-repot membuat alasan.***"Sepertinya, nyonya hanya alergi dengan ikan laut," ucap dokter itu memberikan secarik kertas yang berisikan resep untuk obatnya dan kembali berkata, "ini resep obat yang harus kalian rebus di apotek. Berikan setiap dua kali sehari sehabis makan.""Baik, Dok," jawab Nita dan Jona menundukan kepalanya.Dokter itu hanya menganggukan kepalanya dan pergi dari kamar Desti. Jona pergi menebus obat untuk Desti. Tidak lama setelah Jona keluar kamar Desti, datanglah mak lampir yang membuat Desti terbaring di atas ranjang dengan lemah saat ini."Heh, kasian … kau beritau wanita ini, dia itu tidak berhak berkuasa di sini, di sini hanya aku yang berhak mengatur semuanya termasuk WINARTA!" ucap Siska dengan penuh penekanan saat mengatakan nama Winarta.Siska pun keluar dari kamar Desti dengan senyum yang mengembang dengan cerah. Nita yang melihat itu pun marah, ia tidak terima nyonyanya dipandang sebelah mata. Namun, Nita tidak dapat berbuat apa-apa ia bukanlah nyonya di rumah ini, sehingga bisa bertindak sesuka hati. Yang ada dirinya yang dipecat jika asal bicara.***Di sisi lain, Winarta sedang berada di perusahaan miliknya. Matanya masih fokus menatap layar komputer. Sampai tiba-tiba suara ketukan pintu membuat pandangan matanya beralih menatap pintu, dan memperlihatkan Jemi yang datang dengan senyum termanisnya.Seharusnya Jemi merasa takut karena Jefri akan menghukumnya. Namun, Jemi akan membawa sebuah informasi penting dan akan membuat Jefri membatalkan hukumannya. Winarta yang melihat ekspresi wajah Jemi pun hanya menaikan sebelah alisnya."Ada apa kau tersenyum seperti orang gila? Perlu aku bawa ke rumah sakit?" ujar Winarta dan wajahnya masih sama memperlihatkan ekspresi datar. "Lo beruntung bro, kau tau istri yang gagal lo nikahin itu buta," ucap Jemi dan membuat Winarta sedikit kaget, teringat dengan pengantin penggantinya.Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?” Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta. “Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung. "Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja menga
Mendengar suara Winarta membuat Desti semakin takut. Sementara Winarta bingung melihat keadaan ketiga orang yang ada di depannya ini dengan sangat menyedihkan. Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian berantakan seperti ini?"Nita dan Jona pun juga tidak berani mengeluarkan suara, mereka mengingat perkataan Siska. Mereka tidak ingin mengambil resiko dan membuat mereka serta Desti dalam masalah. Desti meraba ranjangnya mencari tangan Jona dan Jona pun menggenggam tangan Desti. "Aku bertanya kepada kalian kenapa kalian diam? Apa kalian semua bisu?" Suara Winarta terdengar meninggi dan aura di wajahnya mulai semakin dingin dan menakutkan. "Ti-tidak, Tuan … kami tadi terjatuh," jawab Desti bohong dengan tangannya yang gemetar. BrraaakkkDengan marah Winarta berjalan keluar dan menutup pintu dengan keras. Winarta bukanlah orang bodoh yang percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akal Desti. Winarta masuk ke dalam kamar pribadinya dan men
"Ah … mungkin dia yang menyulamnya?" gumam Winarta dan kembali berkata, "Heh, dasar munafik … berlaga sok suci, sok tak suka, sok cuek. Tapi dia sendiri menyulam namaku di saputangan itu." "Lalu apa yang harus aku lakukan pada mereka? Apa aku harus memberi pelajaran pada Siska?" gumam Winarta. "Sudahlah, biarkan saja. Tidak ada urusannya denganku … biarkan dia mengatakannya," ucap Winarta dengan wajah datarnya. ***"Nyonya," panggil Nita ragu. Desti yang mendengar nada suara Nita terdengar ragu pun tersenyum dan berkata, "Ada apa … kenapa suaramu terdengar ragu begitu? Apa ada masalah?” Desti yang sedang duduk di sofa dengan dibantu oleh Jona untuk mengobati luka yang ada di bibirnya. Desti menunggu jawaban dari Nita. Jona yang melihat raut wajah partnernya yang gelisah pun bertanya, “Ada apa denganmu ….”“Nyonya … bolehkah saya bertanya?” tanya Nita ragu-ragu. terlihat di sofa yang berhadapan dengannya Nita terlihat takut dan sedang memikirkan sesuatu. “Boleh, siapa yang melara
“Desti … apa kau mau aku lempar ke api unggun terlebih dahulu baru kau mau turun untuk memasak?” bentak Siska yang tiba-tiba datang dengan membuka pintu kamar Desti dengan kasar. “I-iiya …,” jawab Desti dengan kepala tetunduk. “Buruan! Winarta sudah menunggu di meja makan,” bentak Sika. Untung saja kamar Desti memiliki alat kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar suara teriakan Siska. “Tapi … saya ‘kan tidak bisa melihat, bagaimana caranya saya akan memasak?” tanya Desti berusaha membuat dirinya tenang. “Tidak ada alasan kau tidak bisa memasak karena matamu itu! Kau ‘kan memiliki dua dayangmu itu. Untuk apa suamiku menyewa dayang juka bukan untuk membantumu?” ucap Siska terdengar sinis. Setelah mengucapkan itu, Siska turun menuju ruang makan. Selagi Desti turun dengan di tuntun oleh Nita dan Jona. Melihat Siska yang turun dan duduk di hadapanya membuat Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, “Kenapa kau duduk? Siapa yang akan masak?” “Semua chef dan beberapa maid k
Melihat kedatangan Winarta membuat Siska kalap. Dengan cepat Siska berdiri dari duduknya dan berkata, "Bukannya aku sudah bilang … biarkan aku saja yang mencuci semua piring ini, kau ini sangat keras kepala!" Siska segera mengambil spon pencuci dan mengganti posisi Desti. "Dia pasti sengaja melakukannya untuk membuatku terkena marah Winarta, awas saja kau akan aku beri pelajaran padamu nanti," batin Siska dengan tangannya yang mencuci piring. Namun, Siska lupa jika Desti baru saja menjatuhkan piring, dan tanpa sengaja Siska menginjak pecahan piring itu. "Aarhh …." "Ada apa Mbak? Kenapa Mbak teriak?" tanya Desti terlihat panik saat mendengar teriakan Siska. Winarta yang melihat derama dari istrinya pun hanya bisa memutar bola matanya malas. Bukannya ia tidak tau jika Siska saat ini sedang berakting, Winarta bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dan dibodohi begitu saja. Jika Winarta memang orang yang bodoh tidak mungkin ia mendirikan perusahaan terbesar se-Asia sekarang. "Ikut ak
"Lalu saya akan tinggal di mana Tuan? Saya tidak memiliki tempat tinggal lagi," ucap Desti, ia pikir jika dirinya akan dibuang oleh Winarta tanpa Winarta menepati kontrak yang sudah mereka tanda tangani. "Di Amerika," ucap Winarta yang mana semakin membuat Desti bingung. "Tapi aku tidak punya rumah di sana … dan lagi aku tidak bisa bahasa Inggris," ucap Desti menundukan kepalanya. "Tidak perlu … itu urusanku," ucap Winarta yang mana masih mengompres bibir Desti. "Balik ke kamarmu," ucap Winarta dengan ketua. "Iya Tuan," ucal Desti. Namun saat akan menurunkan kakinya ternyata ia salah jalan. Yang Desti injak adalah lemari sepatu Winarta dan itu membuat Desti kembali menarik kembali kakinya ke atas kasur. "Wanita ini … sudah tau tidak bisa melihat, bukanya meminta tolong malah asal jalan," batin winarta menggelengkan kepalanya saat melihat Desti. Winarta menggenggam pergelangan tangan Desti dan menuntunnya menuju pintu keluar kamarnya. Saat sampai di luar kamar Winarta pun berter
Winarta keluar dari kamar Desti untuk menelpon Dimas, dokter pribadi yang memang bekerja sebagai dokter untuknya. Selain menjadi dokter Dimas juga adalah sahabat Winarta yang sudah bersama Winarta sejak mereka duduk di bangku SD. Cukup lama Winarta menunggu panggilannya tersambung sampai dari seberang sana terdengar suara seorang pria. [Hallo.] Terdengar suara pria dari dalam telepon. [Datang ke mansionku sekarang juga!] Suara Winarta terdengar sangat dingin dan menyeramkan dari dalam telpon. "Gila, habis makan apa ni orang sampai bisa seperti singa yang sedang terusik?" batin Dimas menjauhkan handphonenya dari telinganya. [Untuk apa? Bukankah kau baik-baik saja?] tanya Dimas. Karena selama ini dimas tidak memeriksa siapa pun di keluarga Winarta selain Winarta sendiri bahkan untuk memeriksa Siska yang sedang demam beberapa hari lalu saja tidak di izinkan oleh Winarta. Winarta memilih untuk memanggil dokter lain untuk memeriksa Siska. [Datang sekarang atau gajimu akan hangus!] Anc
Entah kenapa saat mendengar itu hati winarta menjadi sakit. Namun, Winarta berusaha untuk tidak menunjukkannya dan berkata, "Lakukan apa pun asal dia selamat." Setelah mendengar perkataan Winarta, Dimas pun menyerahkan berkas yang harus ditandatangani oleh Winarta untuk bisa melakukan pencangkokkan kulit. “Apa ini?” tanya Winarta bingung. “Tandatangani ini untuk melakukan operasi pencangkokan kulit,” ucap Dimas menjawab kebingungan Winarta.. Winarta pun langsung menandatangani berkas itu dan menyerahkannya kembali kepada Dimas. Setelah Dimas menerimanya, Dimas kembali masuk ke dalam ruangan Desti untuk melakukan pencangkokan kulit. Winarta duduk di kursi tunggu dengan kepalanya yang menunduk ke bawah. Entah kenapa Winarta merasa gelisah saat ini, ada sesuatu yang tak bisa ia jabarkan dalam hatinya saat mendengar Desti akan melakukan pencangkokan kulit. Bahkan hatinya merasa sakit saat mendengar itu. winata sendiri juga tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya.Winata mengambil h