Share

bab 2 Dosen Galak

Author: Mariahlia
last update Huling Na-update: 2025-01-18 18:22:26

"Saya tidak mau tau, harus selesai dalam waktu setengah jam!" Tegas dosen bernama Abian itu sambil berkacak pinggang menatap Zahra dengan sengit.

Zahra menghembuskan nafasnya panjang, entah lah dirinya sangat ingin tidak berurusan dengan dosen yang ada di hadapannya saat sekarang ini, namun kenyataannya dirinya sudah di haruskan untuk berurusan dengan dosen ini. Karena mau mengelak juga, kenyataannya bahwa Abian Kaliandra adalah dosen pembimbingnya..

"Kamu tidak dengar apa yang saya bilang?" Seru Abian dingin lagi sambil meletakkan kertas-kertas skripsi yang baru saja dirinya lihat tadi dengan kasar di atas meja sana.

"Skripsi kamu salah semua. Kamu niat sekolah enggak sih?" Timpalnya lagi dengan emosi yang membuncah.

"Ubah skripsi kamu! Dan jangan lupa tugas yang saya berikan tadi. Harus selesai dalam waktu setengah jam. Saya tunggu kamu di ruangan saya setengah jam lagi. Kalau kamu tidak siap, kamu tidak akan lulus" ucap Abian dengan nada tegas dan tidak mau di bantah.

"Kamu enggak denger apa yang saya bilang?" Desis Abian saat tak mendapati respon dari Zahra.

Zahra yang masih menundukkan kepalanya itu mengangguk pelan. "Maaf pak, saya akan kerjakan" tangannya meraih kertas-kertas tersebut, lalu beranjak dari duduknya. "Saya permisi pak" ucap Zahra dan berlalu keluar dari ruangan milik Abian.

.

Abian mengangkat sebelah alisnya ke atas. Sambil menatap punggung Zahra "Tumben tuh anak, biasanya mau saya marahin juga dia tetap senyum-senyum enggak jelas. Tapi kali ini kok aneh kali ya"

"Ah sudah lah saya tidak mau ambil pusing" ucap Abian lagi, lalu sibuk dengan laptop yang ada di atas mejanya. Bukan urusannya juga mau seperti apa gadis itu.

"Ya ampun Zahra gimana? Muka kamu kok pucet banget gitu?" Tanya Rani teman satu fakultas Zahra saat melihat Zahra baru saja tiba di dalam kelas.

"Gagal lagi" lirih Zahra sambil tertunduk lesu.

Rani mencebikkan ujung bibirnya. "Is, aku udah pernah bilang sama kamu, kalau pembimbingnya pak Abian itu sulit banget, Ra. Pak Abian galak banget. Ya walaupun tampan sih, tapi untuk apa kalau galak. Is amit-amit deh, jangan sampe aku berurusan sama pak Abian" ucap Rani sambil bergidik ngeri membayangkan jika sampai berurusan dengan Abian, dosen otoriter yang terkenal galak di fakultas manajemen bisnis.

Zahra menghembuskan nafasnya panjang. "Iya kamu beruntung banget tau Ran, di bimbing sama buk Laras" ucap Zahra menyebut salah satu dosen.

Rani mengerutkan keningnya mendengar perkataan Zahra. "Lah bukannya kamu kemarin-kemarin seneng ya, di bimbing sama pak Abian?"tanya Rani.

'Iya itu dulu Ran, sewaktu aku belum tau status pak Abian, sekarang udah tau, hatiku sakit Ran, enggak respect lagi sama tuh dosen' ucap Zahra di dalam hatinya.

"Dan aku juga tau kemarin-kemarin walaupun kamu gagal, tapi kamu happy aja, enggak kayak hari ini" sambung Rani lagi.

Zahra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung mau alasan apa sama si Rani. "Emm itu, aku, aku kesel aja Ran, selalu gagal" alibi Zahra, tidak mungkin kan Zahra mengungkapkan isi hatinya kepada Rani. Kalau sama Salma dan Tabita Zahra berterus terang itu karena mereka sedari SMP sudah bersahabat dengan Zahra. Tidak ada keraguan di dalam diri Zahra menceritakan semuanya dengan keduanya. Toh, mereka juga baik, dan selalu menjaga rahasia Zahra.

Rani mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah sabar aja Ra. Doa kan aja pak Abian mendapatkan hidayah, tiba-tiba jadi dosen baik enggak galak terus" celoteh Rani.

Zahra hanya menganggukkan kepalanya. Lalu sedetik kemudian Zahra menepuk jidatnya, saat dirinya teringat sesuatu. "Ya ampun, aku lupa Ran, aku tadi dapet tugas lagi dari pak Abian, mana harus selesai dalam waktu setengah jam lagi. Aduh kayaknya aku pulangnya bisa sore ini" gerutu Zahra.

Rani meringis. "Ya udah sana buruan kerjain, biar bisa pulang cepet, emm aku enggak bisa nemenin kamu ya Zahra. Maaf banget, aku harus pulang cepet" ucap Rani.

Zahra menganggukkan kepalanya. "Iya enggak apa-apa kok, santai aja" sahut Zahra sambil tersenyum.

Rani pamit pergi, meninggalkan Zahra yang sibuk berkutat dengan laptopnya. Menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Dosennya tadi.

"Aku pergi dulu, ya Zahra."

Zahra menganggukkan kepalanya, membiarkan saja temannya itu pergi

"Ya ampun, skripsinya aja belum di ubah, ini udah dapet tugas lagi. Ya ampun"

"Baru semester satu saja sudah malas belajar, mau jadi apa kamu hmm?" Tanya Abian sambil meletakkan kertas tugas yang baru saja di berikan Zahra tadi. Abian sungguh sangat - sangat kesal, karena tugas yang Abian berikan jawabannya tidak sesuai sama sekali. Mana cuman satu lembar lagi.

"Maaf pak" ucap Zahra sambil menundukkan kepalanya. Entah lah setiap perkataan ketus yang keluar dari mulut Abian membuat hati Zahra bertambah sakit. Padahal kemarin-kemarin tidak,

Zahra bahkan kemarin malah tersenyum jika mendengar omelan dari dosennya itu..

Abian menghembuskan nafasnya panjang, lalu melirik Zahra sekilas. Tampak sangat jelas ada yang berbeda dari diri gadis di depannya ini. Di dalam hatinya, Abian bertanya-tanya apakah Abian sudah sangat kelewatan saat sekarang ini.

"Hmmm ya sudah, kamu boleh pulang" ucap Abian, dan Zahra menganggukkan kepalanya.

Zahra beranjak dari tempat duduknya. "Saya permisi pak," ucap Zahra tanpa menatap Abian sama sekali, dan senyuman yang biasa terpatri di wajahnya kini tidak ada. Membuat Abian merasa bersalah..

"Wa'alaikum salam, oiya Zahra" panggil Abian lagi, membuat Zahra menghentikan langkah kakinya yang ingin keluar dari ruangan milik Abian.

Zahra membalikkan tubuhnya, tapi tidak menatap Abian. "Iya pak."

Abian menghembuskan nafasnya kasar. "Hmmm maaf, jika saya terlalu galak sama kamu" ucap Abian.

Dan ucapan Abian sukses membuat Zahra terpaku..

Abian Kaliandra, pria berusia 28 tahun, seorang dosen sekaligus anak dari pengusaha sukses bernama Landra itu, sang istri meninggal dunia, akibat perdarahan pasca melahirkan Abian. Sosok Abian hidup tanpa ibu, walaupun tidak mempunyai ibu, tapi Landra membesarkan Abian dengan penuh kasih sayang dan cintanya, jadi Abian tidak pernah kekurangan kasih sayang, Abian juga tidak pernah mengeluh sedikitpun, Abian malah bersyukur, mempunyai ayah seperti Landra, sosok tegas dan berhati lemah lembut. Dan yang Abian tau, jika ini semua sudah menjadi takdir dirinya.

Di usianya yang sudah 28 tahun ini, Abian sudah mempunyai istri, dia bernama Dona. Wanita yang di jodohkan oleh Landra, Dona juga sama seperti dirinya, tapi beda nya Luna yatim piatu, ibu dan ayahnya meninggal karena sebuah insiden kecelakaan hebat, dan Landra di percaya kan oleh kedua orang tua Dona untuk menjaga wanita itu, pesan kedua orang tua Dona sebelum menghembuskan nafasnya terakhir..

Abian sudah menikah 3 tahun lamanya, namun dirinya sama sekali belum di karuniai seorang anak. Abian juga tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi berbeda dengan Landra, pria itu sungguh sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu, mengingat mereka butuh seorang pewaris untuk harta kekayaan mereka.

"Program hamil saja Dona, biar Papi yang biayai" ucap Landra.

Dona menundukkan kepalanya. "Pi, Luna juga sudah membicarakannya sama mas Abian, tapi mas Abian enggak mau sama sekali." Sahut Dona. Ini bukan pertama kali penolakan yang di ucapkan oleh Dona. Tapi sudah sering sekali Landra mengatakan hal tersebut, pasti Dona selalu mencari alasan.

Kalau Abian, hanya diam saja, dan bilang nanti di usahakan. Itu selalu. Dan hal tersebut membuat Landra sangat kesal,

Landra menghela nafasnya kasar. "Kamu pikirkan baik-baik omongan Papi. Abian sudah matang, dan dia butuh seorang keturunan! Tidak mungkin selamanya kamu seperti ini terus menerus. Keluarga saya hanya punya Abian, dan Abian harus punya keturunan untuk bisa meneruskan harta ini." Kata Landra dengan nada dingin.

Dona menundukkan kepalanya, sambil meremas kedua tangannya dengan kencang. Sungguh ini sebuah ancaman bukan?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 67 season 2

    Langkah Delia dan Azzam semakin terseok. Nafasnya berat, dada serasa terbakar karena berlari tanpa henti. Namun setiap kali ia ingin berhenti, teriakan pria di belakang tadi terngiang—“Kami akan menemukanmu… kau akan menyesal dilahirkan!”“Dokter…” Delia membantu menopang tubuh Azzam yang makin lemah. “Kita… mau ke mana? Kita nggak mungkin bertahan kalau terus begini.”Azzam menghela napas panjang, menahan nyeri di perutnya yang terus mengucurkan darah. “Ada… pondok… tua di ujung bukit ini. Kalau kita bisa sampai sana, kita… mungkin bisa bertahan.”Delia menatapnya sekilas, melihat wajah pria itu pucat pasi. Dia sudah kehilangan terlalu banyak darah.“Dokter, kita harus berhenti. Kita cari tempat aman dulu!”Namun Azzam menggeleng lemah. “Kalau kita berhenti di sini… mereka akan menemukan kita.”Delia menggigit bibir, menahan tangis yang hampir pecah. Ia tidak tahu lagi mana yang benar. Ia tidak tahu apakah mereka akan selamat.Langkah demi langkah mereka lanjutkan hingga akhirnya seb

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 66 season 2

    Lantai kayu rumah tua itu berderit pelan di bawah tubuh Delia yang terduduk gemetar. Ia masih bisa merasakan bau besi dari darah Azzam yang menempel di tangannya. Meski ia telah menggosoknya di kain lusuh yang ia temukan di dekat pintu, rasa itu seakan menempel di kulitnya.“Dokter… tolong bertahan,” bisiknya lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun.Napasnya masih terengah, jantungnya seolah memukul tulang rusuk dengan keras. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya meski udara di rumah tua itu menusuk dingin. Semua terasa salah. Terlalu sunyi. Bahkan jangkrik pun seakan menolak bersuara.Delia mencoba memfokuskan pandangannya. Rumah ini besar, mungkin bekas villa zaman kolonial. Jendela-jendelanya tinggi, sebagian pecah, sebagian ditutupi kain lusuh yang sudah berdebu. Di sudut ruangan, ada perapian tua yang sudah lama tak digunakan, hanya menyisakan abu hitam mengeras. Bau apek menyeruak, bercampur aroma kayu lapuk.Ia merangkak ke jendela, mencoba mengintip ke

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 65 season 2

    Delia berlari menembus hutan Bukit Melati. Angin menusuk tulangnya, ranting-ranting mencakar kulit, dan tanah licin membuatnya hampir terjatuh beberapa kali. Napasnya terengah, jantungnya berdegup begitu cepat seolah hendak meledak.Di belakang, suara langkah kaki masih terdengar. Mereka mengejarnya."Tolong… Tuhan, tolong aku…" Delia hanya bisa berdoa di antara deru napas dan tangisnya.Tiba-tiba, sebuah tangan menariknya ke samping dengan kasar.“SSSTT!”Delia hendak berteriak, tetapi suara itu menutup mulutnya dengan cepat. Saat ia menoleh, matanya membulat.“Dokter… Azzam?!”Ya. Di hadapannya, sosok pria dengan jas hitam panjang, wajahnya basah oleh keringat dan bercampur lumpur. Namun kali ini ia tidak tampak seperti dokter yang ia kenal—mata Azzam tajam, penuh kewaspadaan, dan tangannya menggenggam pistol kecil berperedam.“Diam,” bisiknya singkat. “Kalau mau hidup, ikut aku.”Delia masih syok. Apa yang dilakukan Azzam di sini? Bagaimana dia bisa tahu?Namun sebelum sempat berta

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 64 season 2

    Angin malam di Bukit Melati mengamuk, menghantam pepohonan dan membuat ranting-ranting saling beradu menimbulkan bunyi yang menakutkan. Delia berdiri terpaku di ambang pintu, napasnya berat, menatap pria berambut putih keperakan itu. Cahaya lampu redup dari dalam rumah menyorot wajahnya, mempertegas guratan luka panjang di bawah mata kanan—ciri yang disebutkan Bu Rosmi.Dia… pria itu.Pria yang menggendongnya ketika bayi. Pria yang meninggalkannya di panti.Pria yang kini, tanpa ragu, mengaku sebagai ayahnya.Delia menelan ludah, mencoba mengeluarkan kata, namun tenggorokannya terasa terkunci.“Kenapa…” suaranya akhirnya keluar, lirih. “Kenapa kau membuangku?”Pria itu—yang belum menyebutkan namanya—hanya diam sesaat, lalu melangkah masuk ke dalam rumah, seolah mengundang Delia ikut masuk.“Jika kau ingin tahu kebenarannya,” katanya datar, “maka duduklah. Dan jangan lari.”Delia menatap ke arah bukit gelap di belakangnya. Sejenak ia mempertimbangkan untuk pergi—tapi ia tahu, jika ia m

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 63 season 2

    Malam di rumah besar itu kembali sepi, nyaris sunyi, seolah menelan segala getaran emosi yang baru saja meledak beberapa jam sebelumnya. Angin berhembus dari sela-sela dedaunan di halaman, menggesekkan ranting pada kaca jendela kamar Nadira yang kini ditempati Delia. Di luar pagar, sosok misterius itu masih berdiri. Hanya bulan dan bintang yang menjadi saksi bisu keberadaannya. Ia tidak bergerak, hanya menatap... menunggu. Sementara itu di dalam kamar, Delia masih terjaga. Tubuhnya menyandar di kepala ranjang, selimut menutupi kaki hingga ke perut. Mata menatap kosong ke langit-langit kamar yang menyimpan begitu banyak kenangan. Ia membayangkan, mungkin Nadira pernah duduk di tempat yang sama, mungkin pernah menangis, atau tertawa. Tapi kenapa wajahnya begitu identik? Apa ini hanya kemiripan genetik, atau lebih dari itu? Ia mengingat percakapan siang tadi bersama Bu Zahra dan dokter Azzam. Ada banyak hal yang belum terjawab. Dan yang paling membuat pikirannya tak tenang adalah kali

  • Istri Kedua sang Dosen   bab 62 season 2

    Delia masih terduduk mematung di ujung ranjang kecilnya. Surat yang ditulis tangan itu tergeletak di pangkuannya, kalung emas dengan liontin huruf “N” masih menggantung setengah dari jari-jarinya yang gemetar. Seolah dunia berhenti berdetak, kecuali degup jantungnya sendiri yang terdengar begitu kencang di telinganya.Foto itu... bukan hanya mirip.Itu dirinya.Atau... seseorang yang persis seperti dirinya.Namun lebih dari itu—yang membuat kepalanya seolah mau pecah adalah fakta bahwa tanggal lahir yang tertulis di balik foto itu identik dengan tanggal lahirnya sendiri. 16 Februari 2000.“Ini gak mungkin... Ini pasti cuma... kebetulan?” gumamnya pelan.Tapi suara hatinya membantah keras. Sebab dalam hidupnya yang penuh ketidakpastian, Delia tahu—beberapa hal terlalu tepat untuk sekadar disebut kebetulan.Langkah kaki tergesa terdengar mendekat. Buk Retno menyibakkan tirai kamar dan memandang Delia dengan khawatir. “Kamu belum tidur, Le?”Delia buru-buru menyembunyikan kalung dan sura

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status