"Saya tidak mau tau, harus selesai dalam waktu setengah jam!" Tegas dosen bernama Abian itu sambil berkacak pinggang menatap Zahra dengan sengit.
Zahra menghembuskan nafasnya panjang, entah lah dirinya sangat ingin tidak berurusan dengan dosen yang ada di hadapannya saat sekarang ini, namun kenyataannya dirinya sudah di haruskan untuk berurusan dengan dosen ini. Karena mau mengelak juga, kenyataannya bahwa Abian Kaliandra adalah dosen pembimbingnya.. "Kamu tidak dengar apa yang saya bilang?" Seru Abian dingin lagi sambil meletakkan kertas-kertas skripsi yang baru saja dirinya lihat tadi dengan kasar di atas meja sana. "Skripsi kamu salah semua. Kamu niat sekolah enggak sih?" Timpalnya lagi dengan emosi yang membuncah. "Ubah skripsi kamu! Dan jangan lupa tugas yang saya berikan tadi. Harus selesai dalam waktu setengah jam. Saya tunggu kamu di ruangan saya setengah jam lagi. Kalau kamu tidak siap, kamu tidak akan lulus" ucap Abian dengan nada tegas dan tidak mau di bantah. "Kamu enggak denger apa yang saya bilang?" Desis Abian saat tak mendapati respon dari Zahra. Zahra yang masih menundukkan kepalanya itu mengangguk pelan. "Maaf pak, saya akan kerjakan" tangannya meraih kertas-kertas tersebut, lalu beranjak dari duduknya. "Saya permisi pak" ucap Zahra dan berlalu keluar dari ruangan milik Abian. . Abian mengangkat sebelah alisnya ke atas. Sambil menatap punggung Zahra "Tumben tuh anak, biasanya mau saya marahin juga dia tetap senyum-senyum enggak jelas. Tapi kali ini kok aneh kali ya" "Ah sudah lah saya tidak mau ambil pusing" ucap Abian lagi, lalu sibuk dengan laptop yang ada di atas mejanya. Bukan urusannya juga mau seperti apa gadis itu. • • • "Ya ampun Zahra gimana? Muka kamu kok pucet banget gitu?" Tanya Rani teman satu fakultas Zahra saat melihat Zahra baru saja tiba di dalam kelas. "Gagal lagi" lirih Zahra sambil tertunduk lesu. Rani mencebikkan ujung bibirnya. "Is, aku udah pernah bilang sama kamu, kalau pembimbingnya pak Abian itu sulit banget, Ra. Pak Abian galak banget. Ya walaupun tampan sih, tapi untuk apa kalau galak. Is amit-amit deh, jangan sampe aku berurusan sama pak Abian" ucap Rani sambil bergidik ngeri membayangkan jika sampai berurusan dengan Abian, dosen otoriter yang terkenal galak di fakultas manajemen bisnis. Zahra menghembuskan nafasnya panjang. "Iya kamu beruntung banget tau Ran, di bimbing sama buk Laras" ucap Zahra menyebut salah satu dosen. Rani mengerutkan keningnya mendengar perkataan Zahra. "Lah bukannya kamu kemarin-kemarin seneng ya, di bimbing sama pak Abian?"tanya Rani. 'Iya itu dulu Ran, sewaktu aku belum tau status pak Abian, sekarang udah tau, hatiku sakit Ran, enggak respect lagi sama tuh dosen' ucap Zahra di dalam hatinya. "Dan aku juga tau kemarin-kemarin walaupun kamu gagal, tapi kamu happy aja, enggak kayak hari ini" sambung Rani lagi. Zahra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung mau alasan apa sama si Rani. "Emm itu, aku, aku kesel aja Ran, selalu gagal" alibi Zahra, tidak mungkin kan Zahra mengungkapkan isi hatinya kepada Rani. Kalau sama Salma dan Tabita Zahra berterus terang itu karena mereka sedari SMP sudah bersahabat dengan Zahra. Tidak ada keraguan di dalam diri Zahra menceritakan semuanya dengan keduanya. Toh, mereka juga baik, dan selalu menjaga rahasia Zahra. Rani mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah sabar aja Ra. Doa kan aja pak Abian mendapatkan hidayah, tiba-tiba jadi dosen baik enggak galak terus" celoteh Rani. Zahra hanya menganggukkan kepalanya. Lalu sedetik kemudian Zahra menepuk jidatnya, saat dirinya teringat sesuatu. "Ya ampun, aku lupa Ran, aku tadi dapet tugas lagi dari pak Abian, mana harus selesai dalam waktu setengah jam lagi. Aduh kayaknya aku pulangnya bisa sore ini" gerutu Zahra. Rani meringis. "Ya udah sana buruan kerjain, biar bisa pulang cepet, emm aku enggak bisa nemenin kamu ya Zahra. Maaf banget, aku harus pulang cepet" ucap Rani. Zahra menganggukkan kepalanya. "Iya enggak apa-apa kok, santai aja" sahut Zahra sambil tersenyum. Rani pamit pergi, meninggalkan Zahra yang sibuk berkutat dengan laptopnya. Menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Dosennya tadi. "Aku pergi dulu, ya Zahra." Zahra menganggukkan kepalanya, membiarkan saja temannya itu pergi "Ya ampun, skripsinya aja belum di ubah, ini udah dapet tugas lagi. Ya ampun" • • • "Baru semester satu saja sudah malas belajar, mau jadi apa kamu hmm?" Tanya Abian sambil meletakkan kertas tugas yang baru saja di berikan Zahra tadi. Abian sungguh sangat - sangat kesal, karena tugas yang Abian berikan jawabannya tidak sesuai sama sekali. Mana cuman satu lembar lagi. "Maaf pak" ucap Zahra sambil menundukkan kepalanya. Entah lah setiap perkataan ketus yang keluar dari mulut Abian membuat hati Zahra bertambah sakit. Padahal kemarin-kemarin tidak, Zahra bahkan kemarin malah tersenyum jika mendengar omelan dari dosennya itu.. Abian menghembuskan nafasnya panjang, lalu melirik Zahra sekilas. Tampak sangat jelas ada yang berbeda dari diri gadis di depannya ini. Di dalam hatinya, Abian bertanya-tanya apakah Abian sudah sangat kelewatan saat sekarang ini. "Hmmm ya sudah, kamu boleh pulang" ucap Abian, dan Zahra menganggukkan kepalanya. Zahra beranjak dari tempat duduknya. "Saya permisi pak," ucap Zahra tanpa menatap Abian sama sekali, dan senyuman yang biasa terpatri di wajahnya kini tidak ada. Membuat Abian merasa bersalah.. "Wa'alaikum salam, oiya Zahra" panggil Abian lagi, membuat Zahra menghentikan langkah kakinya yang ingin keluar dari ruangan milik Abian. Zahra membalikkan tubuhnya, tapi tidak menatap Abian. "Iya pak." Abian menghembuskan nafasnya kasar. "Hmmm maaf, jika saya terlalu galak sama kamu" ucap Abian. Dan ucapan Abian sukses membuat Zahra terpaku.. • • • Abian Kaliandra, pria berusia 28 tahun, seorang dosen sekaligus anak dari pengusaha sukses bernama Landra itu, sang istri meninggal dunia, akibat perdarahan pasca melahirkan Abian. Sosok Abian hidup tanpa ibu, walaupun tidak mempunyai ibu, tapi Landra membesarkan Abian dengan penuh kasih sayang dan cintanya, jadi Abian tidak pernah kekurangan kasih sayang, Abian juga tidak pernah mengeluh sedikitpun, Abian malah bersyukur, mempunyai ayah seperti Landra, sosok tegas dan berhati lemah lembut. Dan yang Abian tau, jika ini semua sudah menjadi takdir dirinya. Di usianya yang sudah 28 tahun ini, Abian sudah mempunyai istri, dia bernama Dona. Wanita yang di jodohkan oleh Landra, Dona juga sama seperti dirinya, tapi beda nya Luna yatim piatu, ibu dan ayahnya meninggal karena sebuah insiden kecelakaan hebat, dan Landra di percaya kan oleh kedua orang tua Dona untuk menjaga wanita itu, pesan kedua orang tua Dona sebelum menghembuskan nafasnya terakhir.. Abian sudah menikah 3 tahun lamanya, namun dirinya sama sekali belum di karuniai seorang anak. Abian juga tidak mempermasalahkan hal itu. Tapi berbeda dengan Landra, pria itu sungguh sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu, mengingat mereka butuh seorang pewaris untuk harta kekayaan mereka. "Program hamil saja Dona, biar Papi yang biayai" ucap Landra. Dona menundukkan kepalanya. "Pi, Luna juga sudah membicarakannya sama mas Abian, tapi mas Abian enggak mau sama sekali." Sahut Dona. Ini bukan pertama kali penolakan yang di ucapkan oleh Dona. Tapi sudah sering sekali Landra mengatakan hal tersebut, pasti Dona selalu mencari alasan. Kalau Abian, hanya diam saja, dan bilang nanti di usahakan. Itu selalu. Dan hal tersebut membuat Landra sangat kesal, Landra menghela nafasnya kasar. "Kamu pikirkan baik-baik omongan Papi. Abian sudah matang, dan dia butuh seorang keturunan! Tidak mungkin selamanya kamu seperti ini terus menerus. Keluarga saya hanya punya Abian, dan Abian harus punya keturunan untuk bisa meneruskan harta ini." Kata Landra dengan nada dingin. Dona menundukkan kepalanya, sambil meremas kedua tangannya dengan kencang. Sungguh ini sebuah ancaman bukan?"Hari ini ada jadwal operasi besar. Dan kayaknya Azzam bakalan pulang malam, Papi. Jadi maaf, Azzam enggak bisa ikut Papi sama mami ke acara penyambutan kepulangan eyang" ucap Azzam. Abian menganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa nak. Biar mami dan mami yang pergi. Nanti Ameera biar kami bawa. Kamu tidak perlu khawatir tentang Ameera." Sahut Abian. "Iya, nanti mami bawa aja, mamin takut Ameera histeris kayak kemarin lagi kalau di rumah. Di sana dia kan bisa main sama yang lain eyang kamu." tambah Zahra. Azzam menganggukkan kepalanya, Azzam meletakkan sendok makannya saat mengingat sesuatu. "Papi, mami, ada yang mau Azzam bicarakan" ucap Azzam, membuat Zahra dan Abian langsung menghentikan aktivitas makannya. "Iya Azzam, ada apa?" Tanya Zahra. "Azzam sudah mencarikan pengasuh untuk Ameera, jadi papi dan mami tidak perlu khawatir lagi." Ucap Azzam. Zahra langsung menghela nafasnya kasar, bukannya dirinya tidak senang, sebab dirinya juga sangat lah sibuk, karena Zahra juga
"Bagaimana ? Jika anda setuju silahkan tanda tangan di sini . Saya akan mengurus semua nya . Biaya rumah sakit , maupun biaya psioterapi adik kamu . Dan kehidupan kamu saya jamin akan layak . Saya juga akan memenuhi kebutuhan kamu " Ucap seorang pria yang tidak di kenal oleh Delia .Delia tercengang dengan mulutnya yang menganga saat diri nya mendengar perkataan pria asing yang ada di hadapannya saat sekarang ini . Tidak menyangka jika pria itu akan menawarkan sesuatu yang di luar prediksi . Namun Delia juga belum tau apa isi map yang di sodorkan pria itu di atas meja .Ya saat ini kedua ny berada di kantin rumah sakit .Delia melirik sekilas map yang di sodorkan oleh pria asing bagi nya itu , lalu menatap lekat wajah tampan nan berkarisma di hadapannya saat sekarang ini ."Boleh saya baca dulu om ?" Tanya Delia ."Om ?" Azzam terkekeh mendengar nya , membuat ketampanan nya berkali-kali lipat , Azzam mendengar nya merasa lucu sekali , usia nya paling bertaut dengan gadis yang mirip d
Fauzi tampak cemas saat mendapatkan panggilan masuk dari sang mama , jika nenek nya yang berada di Bandung meninggal. Fauzi yang memang sangat menyayangi sosok nenek nya tidak kuasa menahan air mata nya."Fauzi , kamu kenapa ?" Suara lembut Delia menyapu indera pendengaran Fauzi .Fauzi mendongak , menatap wajah cantik nan ayu, yang tertutup hijab berwarna hitam itu , sungguh ingin sekali Fauzi rengkuh tubuh mungil itu , meluapkan rasa sedih yang ada di dalam diri nya , namun apalah daya , saat ini Fauzi tidak bisa melakukan nya .Mereka bukan mahram, dan terlebih Delia pasti tidak suka . Delia gadis yang sangat terjaga . Tidak seperti gadis lainnya ."Tadi mama nelpon , Nenek aku yang di Bandung meninggal Lia . " Ucap Fauzi dengan suara serak nya . Bulir bening masih saja berjatuhan .Delia membekap mulut nya. "Innalilahi. Yaudah kamu pulang Fauzi ! Pasti kamu mau berangkat kan sama orang tua kamu , " ucap Delia ."Tapi kamu bagaimana ? Kamu enggak ada temen nya Lia. Biar aku temenin
Malam harinya...."Aku antar ya Lia, ini udah malam, bahaya perempuan pulang sendirian." Ucap Fauzi saat dirinya dan Delia baru saja siap mencuci piring kotor.Delia menoleh sambil tersenyum. "Maaf banget Fauzi. Tapi kayaknya enggak usah deh. Arah jalan rumah kamu sama tempat aku tinggal kan berbeda. Kasihan kalau kamunya nanti muter-muter. Udah aku udah biasa kok pulang sendiri. Nanti aku biar pesan ojol deh" tolak Delia dengan halus, dirinya tidak mau merepotkan orang lain.Selagi dirinya bisa, dirinya tidak akan pernah meminta bantuan siapa pun.Fauzi menghembuskan nafasnya kasar, selalu saja seperti ini jika mengajak gadis yang ada di sampingnya ini untuk pulang bersama.Delia menolaknya dengan berbagai macam alasan, dan yang pastinya dengan senyuman manis di wajah cantiknya itu. Yang membuat siapa saja yang melihatnya langsung terpesona."Kali ini aja deh Lia. Aku juga mau main sama Ciko" Fauzi masih mencoba merayu Delia, agar mau di antar olehnya."Ciko kayaknya jam segini uda
"Emang enak ada pacar nya si bos , rasain tuh ! Jadi enggak usah keganjenan jadi orang ! Lagak nya mau jadi pelakor!" Cetus Buk Ratih yang menghampiri Delia yang sedang mencuci piring . Delia mengabaikan apa pun perkataan nyinyir yang keluar dari buk Ratih . Gadis cantik itu malah tersenyum , lalu menghentikan sejenak pekerjaan nya . "Ada yang bisa Lia bantu buk ?" Tanya Delia sopan . Buk Ratih mendengus mendengar nya . Susah payah diri nya mencoba membuat karyawan nya ini agar cemburu dan marah-marah dan membuat image nya jelek di depan teman nya yang lain, nampak nya gagal . "Enggak ada ! Eleh enggak usah mengalihkan pembicaraan deh kamu ! Kamu kesel kan karena asik mau godain pak bos malah dateng pacar nya . " Tidak berhenti buk Ratih mengolok-olok Delia , diri nya terus menerus berusaha agar karyawan nya ini terpancing emosi . Delia menghela nafas nya kasar , lalu tersenyum kembali ke arah manager nya itu . "Itu bukan urusan saya buk . Maaf buk , tadi saya di panggil oleh
"Lia, keruangan saya sekarang" titah Arkana lalu berlalu pergi dari dapur.Delia menganggukkan kepalanya sekilas, sedangkan buk Ratih yang kebetulan melihatnya, langsung mencibir nya . "Karyawan kesayangan bos " Sindir nya dengan sinis ."udah kamu enggak usah dengerin tuh kata nenek lampir , udah sana kamu temui bos " ucap Fauzi teman Delia ."makasih Fauzi , kalau gitu saya pamit ya assalamualaikum ""wa'alaikum salam " sahut Fauzi sambil menatap punggung Delia .Dan melihat Delia yang tidak berpengaruh sama sekali dengan ucapan nya , membuat membuat buk Ratih semakin mencibir nya. Iri sekali diri nya melihat Delia yang sering di panggil pak bos ganteng itu , walaupun diri nya juga di panggil tapi beda , bos nya kalau panggil dia pasti berujung marah. Tapi kalau Delia , pasti di sanjung- sanjung , buk Ratih kesal sendiri , di sini kan diri nya yang manager bukan Delia si anak yatim piatu itu."buk , kurang- kurangi julid nanti dapet karma loh " celetuk Fauzi, karyawan cafe itu , yan