Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani.
"Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia ingin berada disisi Shanne sampai sang istri benar benar pulih. Rekan kerja di perusahaan mulai heboh, mereka bernafas lega karena bos mereka menunda rapat, selama ini Dani adalah bos yang ambisius segalanya harus tepat waktu dan sesuai keinginannya, hal ini adalah pertama kalinya dalam sejarah perusahaan. *** Dani berjalan ke kamar Shanne merasa bersalah tidak memperhatikan gadis itu dengan baik. Saat ia masuk pelayan sedang mencoba membujuk agar Shanne mau makan dan meminum obatnya. "Ayolah nona demi kebaikan anda!" bujuk kepala pelayan. Mulut Shanne tidak mau terbuka, dia diam memalingkan wajahnya. Dani mengambil alih posisi kepala pelayan, menyuruh mereka untuk melanjutkan pekerjaan lain. "Shanne, buka mulutmu..." bujuk Dani. Shanne menepis sendok berisi makanan, tanpa kata dia jelas menolak keras untuk makan. "Apa ada yang kau inginkan?, aku akan memberikannya padamu," kata Dani dengan lembut," apa sup ini tidak enak?." "Dengar!, satu satunya yang aku inginkan adalah pergi dari rumahmu !" ucap Shanne menatap tajam. "Aku belum bisa mengizinkanmu." jawab Dani. "Kenapa?, aku bukan mainan jangan perlakukan aku seenaknya." Protes Shanne. Dani berusaha menenangkan tapi Shanne mulai memukuli duda tampan tersebut dengan tenaganya yang tak seberapa. Dani paham tapi melarang Shanne berinteraksi dengan siapapun bukan tanpa tujuan, ia ingin sang istri tidak perlu kembali pada pekerjaan lamanya di bar dan mabuk sesuka hati. Tapi Shanne sangat frustasi, dia tidak bisa menghitung berapa lama ia sudah berada di kediaman Dani sambil berharap sahabatnya datang membawanya pergi. "Kamu harus makan, besok aku akan mengantarmu." kata Dani. "Kamu, jangan seenaknya membohongiku, aku tidak percaya ucapanmu!" Sedang sibuk membujuk Shanne tiba tiba suara bocah gaduh di lantai bawah, mereka memanggil nama Paman Dani dengan suara lantang. "Paman Dan, Paman Dan, Ibu bilang paman akan mengajakku ke kebun binatang hari ini." Ucap anak kecil itu dengan lantang. "Ck.. Kenapa kakak harus menjadikanku pengasuh dadakan." Protes Dani, wajahnya berubah malas. Shanne langsung menyadari bahwa bocah dibawah adalah keponakan Dani. Di lantai bawah pelayan ketar ketir jika Edgar datang, bocah 7 tahun tersebut bisa mengacaukan seisi rumah dengan sangat kreatif, dia adalah cucu pertama keluarga Alves. Sebelum Dani masuk bocah 7 tahun itu sudah memunculkan batang hidungnya di depan pintu kamar. "Paman, ayo kita pergi!" pinta Edgar. "Aku tidak punya banyak waktu, bermainlah dengan para pelayan," ucap Dani beralasan. Edgar memiringkan tubuhnya dari tubuh Dani yang menghalangi melihat ke arah Sun Shanne. "Siapa dia?." Tanya bocah itu penasaran. "Jangan ganggu dia keluarlah aku akan menemanimu bermain." Kata Dani. Bocah laki laki itu malah langsung berlari ke arah Shanne dengan polos menatap Shanne. Dia mengamati menyadari memang benar itu bukan bibinya yang galak. "Edgar, kemari jangan ganggu bibi dia sedang sakit." Cegah Dani. Tangan kecil Edgar menyentuh pipi Shanne dengan lembut. "Aw... kamu sangat panas." kata Edgar dia meniup tangan bekas menyentuh pipi Shanne. Shanne tersenyum, "aku bisa masak popcorn dengan tubuhku yang panas." Kata kata itu membuat bocah itu tertawa membayangkan jagung melompat di wajah Shanne. Dani yang berdiri tak jauh dengan mereka juga menahan senyum, awalnya dia takut Sun Shanne tidak menyukai anak anak tapi ternyata dia mudah akrab dengan anak anak. "Edgar, bujuk bibi Shanne untuk makan." Pinta Dani pada bocah itu. Edgar membuat istrinya makan dan meminum obatnya, Shanne ternyata lemah dengan bujukan anak kecil membuat Dani mencubit pipi Shanne dengan gemas. "Bibi baik sekali tidak seperti bibi yang satunya, dia suka melotot dan mengancam." Edgar bercerita dengan semangat. "Orang dewasa itu sibuk berbeda dengan kamu yang masih anak anak." Ujar Shanne, menyentuh hidung Edgar dengan telunjuk. Edgar langsung menempel dia akrab dan menghabiskan waktu di kamar Shanne, mendengarkan cerita Shanne,bermain monopoli dan puzzle. Para pelayan bernafas lega Baru kali ini kedatangan Edgar tidak membuat kekacauan. Sampai detak jam menunjukan tengah hari Dani langsung mengangkat tubuh Edgar sang keponakan. "Paman, apa yang terjadi, turunkan aku!" Protes Edgar. "Ini jam istirahat, bibi Shanne perlu istirahat." Jelas Dani. Bocah itu kemudian menurut, dengan mengucapkan selamat istirahat untuk Shanne. "Bibi, kamu sangat menyenangkan tidak seperti bibi sebelumnya, apakah kita bisa bermain kembali?," ucap bocah itu dengan penuh harapan. "Entahlah, tapi jika kita bertemu kembali aku akan bermain denganmu lagi," balas Shanne tersenyum. "Baiklah kalau begitu sampai jumpa." "Sampai jumpa juga..." Keduanya berpisah dengan Edgar yang akan di antar kembali ke rumah oleh supir, sedangkan Dani kembali ke kamar melihat Shanne ternyata telah tertidur. Dia kemudian membenarkan posisi tidur Shanne, ikut disampingnya menemani. *** Di perusahaan Go Entertainment, Aleksander Alves laki laki paruh baya dengan rambut gondrong duduk di meja kerjanya, tidak jauh darinya berdiri wanita anggun yang baru tiba, dia berbicara sesuatu sampai membuat laki laki itu mengerutkan dahi. “Suamiku kamu tidak salah dengar, putra kedua kita dia telah menikah kembali tanpa mengundang kita.” Imbuh wanita di sebelahnya. “Gadis seperti apa dia?.” Tanya Aleksander dia tidak memalingkan wajahnya saat bertanya, tetap fokus pada dokumen di tangannya. “Detektif Louis hanya mengatakan dia gadis biasa.” Jawabnya. Hubungan Aleksandra Alves dengan sang putra sangatlah dingin mereka jarang bicara satu sama lain, kabar pernikahan ini tentunya mengejutkan dirinya apalagi putranya menikahi gadis biasa, sungguh jauh dari kriteria menantu yang diinginkan olehnya. “Dia sangat bodoh mencari istri, dia menolak putri keluarga Gray menikahi manekin, dan sekarang gadis macam apa lagi.” Ucap Alexander, dia terlihat tidak antusias mendengar pernikahan sang putra. Sang istri, Nyonya Stevia wanita yang berada di sampingnya tersenyum tipis melihat ke arah suaminya, “aku akan berkunjung kesana, melihat seperti apa gadis itu.”Matahari mulai menyingsing sinarnya, begitu hangat menyapa tubuh Sun Shane yang berdiri di taman belakang rumah, sesekali ia meregangkan otot tubuhnya sembari menghirup udara segar. Pagi ini ia merasa jauh lebih baik setelah terserang demam yang membuatnya tidak bisa melakukan aktivitas dengan bebas. Tidak lama kepala pelayan menghampirinya, diutus suaminya agar Sun Shanne menemui diruang kerja. Sebagai istri ia segera patuh bergegas pergi. Saat Shanne masuk, terdengar suaminya sedang membicarakan sesuatu dengan nada serius tapi segera berakhir setelah tubuh suaminya berbalik menyadari kehadirannya. Sambil menyimpan ponselnya di saku, pria gagah itu mendekat melingkarkan tangannya yang kekar dan mencium sebelum menanyakan kabar keadaan wanita yang malu malu dalam dekapannya. "Apa kamu sudah minum vitamin mu?." Tanya Dani, ia masih dalam posisi mesra memeluk istrinya. "Su.sudah." Balas Shanne. "Baiklah.. untuk berolahraga mari mulai berpetualang!" Balas Dani dengan ekspresi
Hari sudah gelap, bintang juga menaungi sepinya malam, Sun Shanne terbaring istirahat di sofa markas The Rude, kemudian seseorang muncul mengecup keningnya dengan lembut. Sontak dirinya terkejut dan menyadari bahwa itu suaminya."Kamu pasti marah?." Dani menebak, dia tidak menepati janjinya hari ini."Dasar pria bodoh.. lain kali jangan umbar janji, lihat istrimu juga masih sakit masih kamu suruh menunggu dengan bosan." Sahut Renra, ia mendekat dan menyerahkan sup hangat pada tangan Dani, "suapi dia!"Shanne hanya menatap datar kedua orang didepannya, juga tidak tertarik dengan sup yang dimasak sahabatnya, "sudahlah.. lupakan.. aku tidak ingin memperpanjang masalah." Jawaban itu membuat Dani merasa bersalah, ia benar-benar mengabaikan istrinya sendiri, dia mendekat menatap dengan lembut wajah istrinya yang tentu saja tanpa bicara sudah jelas dia merasa kesal dan marah dari mimik wajahnya."Aku minta maaf..." Ucap Dani."Aku sudah bilang... tidak masalah!" Balas Shanne lugas.Sejurus
Shanne tersenyum menatap layar ponsel dengan kata-kata romantis yang disampaikan oleh Dani, Suaminya. Dia belum sepenuhnya membaik setelah terserang demam, tapi ia telah berjanji akan pergi ke panti asuhan, kunjungan kali ini Dani bersedia mengantar, suaminya mengatakan bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang.Sambil menunggu ia mengisi perut dan memakan vitaminnya lebih dulu kemudian menunggu dengan tenang di paviliun. 1 jam berlalu, Shanne meraih ponselnya mulai menanyakan pria yang sedang membuatnya jatuh cinta belum kunjung pulang tapi tidak mendapatkan jawaban apa-apa. "Huftt.. kemana dia, seharusnya 1 jam cukup untuk menempuh perjalanan." Gumam Shanne. Pelayan datang menawari sesuatu yang ingin dimakan sang Nona di sampingnya. "Bawakan aku secangkir minuman hangat, aku mulai agak pusing duduk terlalu lama." Pinta Shanne, yang dengan senang hati dibalas pelayan. Gadis The Rude itu kini mulai mencuri hati para pelayan dirumah sedikit demi sedikit, mereka sudah tidak memperma
Dani menggandeng tangan istrinya dengan erat sambil menikmati senja di bibir pantai. Ombak dibuat lebih ribut dengan riuh dari gejolak sepasang kekasih yang mabuk asmara. Setelah puas mereka memutuskan kembali ke Villa dimana Dani sudah mengatur dekor kamar mandi yang dihias harumnya mawar dan lilin aromaterapi yang semerbak. Shanne tentu saja ia malu, dia bukan gadis yang sering memanjakan dirinya seperti gadis lain. "Nikmati waktu mandi mu, setelah ini mari makan hidangan laut yang lezat." Kata Dani. Pikiran Shane sudah melayang dia pikir mereka akan mandi bersama seperti dalam film namun hanya mengangguk setuju ketika Dani berbalik. Baru beberapa langkah sebelum meraih pintu keluar tidak di sangka Dani berubah pikiran ia langsung mengunci menutup kamar mandi untuk membuatnya nyaman berdua bersama sang istri, meski ia tak perlu khawatir tidak akan ada yang mengusik mereka. Terlihat Shanne begitu canggung, dengan tindakan Dani setelahnya. Tapi Dani lebih berpengalaman denga
Sun Shanne terbang dari tidurnya, ia mendapati Dani sudah lebih dulu bangun ketimbang dirinya. Ia pelan mengatur posisi agar duduk sebelum ia berniat pergi ke kamar mandi. Wajahnya tersipu menyadari bahwa cincin berlian tersebut melingkar di jari manisnya, ia menyadari bahwa cinta mungkin telah merebut logikanya, dimana ia telah menikah dengan pria asing yang mengaku duda, menjalani kehidupan yang awalnya penuh kebencian berangsur-angsur menjadi kehangatan yang tidak ia sadari sebelumnya, angannya tentang asmara semakin membuatnya tersipu. Dengan wajah gembira yang tidak bisa ia sembunyikan, dirinya melangkah pergi ke kamar mandi, sambil membayangkan sentuhan Dani ia tidak bisa lepas dari panah asmara, ia kagum, jatuh cinta dan bergairah secara bersamaan. Setelah menyelesaikan mandinya ia sengaja melihat beberapa deret baju yang ia miliki di lemari, sedikit memilih warna cerah tidak seperti biasanya. Selanjutnya berakhir di meja rias dengan polesan lipstik menambah kesan bibirnya b
Shanne duduk kembali di kursinya, dan Nyonya Stevia mengangkat gelasnya meminta semuanya bersulang. Tapi Shanne dan Renra mereka canggung satu sama lain meski suasana begitu hangat. "Bagaimana Suamiku bisa mengundang kalian?." Tanya Nyonya Stevia. "Dia mengatakan lewat Detektif Louis." Sahut Ganu. "Semakin kenal semakin dingin dan tidak bisa di tebak." Imbuh Nyonya Stevia. Dani dan Dimenic saling menatap, dua gadis belum juga berbaikan satu sama lain, mereka sibuk makan dan tidak menyahut obrolan seperti biasanya. Setelah lebih dari dua jam menghabiskan makan malam bersama Nyonya Stevia lebih dulu izin untuk pamit, kepalanya mulai terasa berat. "Anda benar-benar orang yang menyenangkan.." Domenic berdiri menyerahkan tangannya, berniat mengantar sampai pintu. "Atur waktu untuk kita berdua.." Kata Nyonya Stevia. "Tidak terlalu buruk." Ujar Domenic. Di meja makan hanya tersisa mereka yang kemudian mulai menggoda dua gadis agar berbaikan, tapi Renra langsung melemparkan