Share

Chapter 3

Pernikahan sudah tidak terhindarkan. Di sebuah kamar, Clara sedang dihias secantik mungkin seperti seorang pengantin pada umumnya. Clara duduk di depan cermin, menatapi pantulan wajahnya sembari meremas-remas jemarinya sendiri. Di sampingnya, ada seorang penata rias yang begitu telaten merias wajahnya.

Meski nampak cantik, semburat wajah sendu dan pias tidak bisa terelakkan. Clara gugup, takut, panik dan juga ingin berlari. Namun, dia seperti sudah diikat dengan tali yang begitu kuat.

"Nona sangat cantik," puji penata rias pada Clara.

Clara kembali menatap dirinya dari pantulan cermin dan sedikit melengkungkan senyum. Ingin menangis, huh! Itu sungguh tidaklah mungkin. Martabat dan kondisi keluarga yang dipertaruhkan di sini.

Sementara di ruangan lain, Noah sudah siap dengan setelan jas berwarna putih yang senada. Wajahnya yang gagah rupawan, akan segera memukau para tamu undangan. Bukan sekedar karena pria tampan yang mereka kagumi, akan tetapi sosok Noah yang tertutuplah yang membuat para tamu tidak sabar menunggu di luar sana.

"Cih! Aku akan menikah." Noah melengos dari hadapan cermin persegi panjang. Ia menarik jasnya lebih erat, kemudian berjalan keluar.

"Anda sudah siap?" tanya Daniel selaku asisten pribadi Noah.

Noah hanya memberi anggukan kemudian kembali melangkah. Tak jauh di hadapannya, wanita berparas cantik dengan dress mocca tengah mendekat.

"Wah! Wah!" Angela menggelengkan kepala sambil menahan senyum. Kedua tangannya tak lupa bertepuk tangan. "Sungguh gagah calon pengantin di hadapanku."

"Sialan kau!" sembur Noah.

"Pengantinmu sudah siap," kata Angela kemudian.

Noah tidak menjawab melainkan kembali berjalan menuju ruangan yang sudah disiapkan.

Sampai di tempat yang akan digunakan untuk mengucapkan janji suci, Noah sudah berdiri di samping sang pendeta. Tidak jauh darinya, berdiri kedua orang tuanya yang melengkungkan senyum. Sementara di sepanjang red carpet, sedang melangkah seorang wanita bergaun putih dengan ditutup kain tutu di bagian wajah. Dia berjalan dengan elegan di gandeng sang ayah.

Setiap pasang mata yang menghadiri acara pernikahan ini, nampak terkagum-kagum melihat betapa cantiknya rupa Clara meski masih samar-samar tertutup kain tutu. Mereka sangatlah penasaran seperti apa jika kain itu terbuka. Pastilah sangat cantik dan luar biasa.

"Apakah wajahnya sungguh seperti Chloe?" batin Noah sembari terus mengamati langkah Clara yang kian mendekat.

Dan detik berikutnya, Bill melepaskan sang putri saat sudah sampai di hadapan sang pendeta dan calon suami. Sudah berdiri di hadapan Noah sambil memegang buket bunga, Clara mulai gemetaran. Keringat dingin mulai terasa di sela-sela jarinya.

"Diakah pria bernama Noah?" batin Clara. "Tampan. Em, tapi dia terlihat garang. Alasan apa sampai Chloe meninggalkannya? Benarkah hanya sekedar ingin menggapai mimpi?" Clara masih saja membatin sampai tidak mendengar panggilan dari sang pendeta.

"Apa Nona sudah siap?" tanya pendeta.

Clara nampak gelagapan. "I-iya, aku siap."

"Sangat mirip, sungguh mirip. Dia mengingatkanku pada Chloe." Kini Noah yang membatin.

Pengucapan janji suci pun segera dilaksanakan. Sang pendeta dengan khidmat mempersatukan dua insan hingga menjadi sepasang suami istri yang sah.

"Sudahkah?" batin Clara usai cincin berlian melingkar di jari manisnya. "Sudahkah aku sah menjadi suaminya?" sambungnya lagi.

Ya, semua sudah terjadi. Clara milik Noah, pun sebaliknya. Sebuah pernikahan yang sama sekali tidak mereka berdua sangka-sangka.

Riuh tepuk tangan pun kini terdengar nyaring di telinga mereka berdua. Dan di saat sesi sang pendeta mempersilahkan pengantin pria untuk mencium pengantin wanita, di saat itulah semua terasa terhenti. Jantung berdegup kencang, panik dan bingung dirasakan Clara.

Sementara di hadapan Clara, dengan santainya Noah sudah membuka kain tipis yang menutupi wajah dan siap mrmberi sebuah ciuman untuk Clara.

"Astaga! Ini terlalu dekat!" batin Rania sambil menggigit bibir.

Begitu wajah Noah semakin dekat, dan tinggal menunggu detik hingga bibir itu saling bersentuhan, tiba-tiba Rania mundur.

"Lakuan saja saat hanya berdua."

Sontak semua tamu tertawa dengan perkataan Clara. Tidak terasa kedua pipi Clara pun memerah menahan rasa malu. Sementara Noah, dia diam-diam mengamati raut wajah Clara.

"Dia berbeda, sungguh beda," kata Noah dalam hati.

Kini beralih pada para tamu undangan bergiliran mengucapkan kata selamat pada sepasang pengantin baru. Mau tidak mau, mereka berdua harus melengkungkan bibir membentuk senyuman.

Setelah acara selesai dan para tamu undangan sudah pergi, keluarga dari kedua mempelai mengantar putra putri mereka di halaman rumah untuk menuju rumah baru yang akan mereka tinggali.

"Selamat ya, sayang." Lily mencium kedua pipi Clara bergantian. "Selamat menempuh hidup baru."

Clara yang gugup hanya mengangguk dan tersenyum.

"Semoga kalian bahagia," imbuh Josh sambil menepuk pundak Noah.

Sudah berpamitan, mereka berdua pun masuk ke dalam mobil yang sudah dipersiapkan. Satu mobil dengan hiasan bunga besar di bagian punggung dan pita-pita cantik yang mengitarinya.

Di dalam perjalan, tentu saja tidak ada sebuah percakapan. Entah Noah maupun Clara, mereka sama-sama diam. Begitu mobil memasuki area halaman rumah mewah nan megah, Clara sedikit menundukkan kepala ke arah jendela kaca mobil.

"Inikah rumahnya?" batin Clara penuh rasa kagum. "Besar sekali?"

Dalam keadaan terkagum-kagum, beberapa orang yang berpakaian sama datang berlari mendekat ke arah mobil. Mulanya Clara nampak bingung dan takut, tapi setelah menyadari siapa mereka, Clara pun semakin terkagum.

"Selamat datang, Tuan Noah dan Nona Clara?" Mereka bersamaan menyambut kedatangan Noah dan Clara.

Clara yang heran hanya tersenyum tipis. Sungguh keluarga Noah sangatlah kaya raya. Bisa Clara hitung, kemungkinan ada lima lelayan wanita dan empat pelayan pria.

"Pst! Apa mereka semua ini pelayanmu?" Clara menarik baju lengan Noan dan berbisik.

Noah hanya menoleh dan memberi tatapan aneh. Clara yang sadar sudah ceroboh karena bertanya, akhirnya mendecih dan buang muka.

"Dia sungguh mengerikan!"

"Apa dia baru saja menjelekkanku?" batin Noah sembari melirik Clara yang berjalan di sampingnya. "Kau bahkan jauh lebih pendek dari Chloe! Cih! Sungguh bukan wanita idaman."

Oh astaga! Clara kembali terkagum-kagum begitu sampai di dalam rumah tersebut. Saking bagusnya, Clara tidak akan bisa menjelaskan apa yang ia lihat saat ini.

Noah yang cuek kini berjalan menaiki tangga menuju lantai dua tanpa mengajak Clara. Clara yang memang enggan ikut malah hanya diam saja dan masih menyapu pandangan pada setiap dekorasi di dalam rumah ini.

"Mari saya antar, Nona." Salah satu melayan mengajak Clara ikut menaiki tangga.

"Em, aku di sini saja."

"Tapi kamar Nona ada di atas," ujar pelayan tersebut.

Clara terdiam sebentar memandangi punggung Noah yang sudah jauh di atas sana.

"Apa aku sekaram dengannya?"

"Tentu saja, Nona."

"Eh!" Clara segera menepuk bibirnya yang ternyata berkata terlalu keras.

"Mari, Nona." Pelayan itu kembali mempersilahkan Clara segera menyusul Noah.

"I-iya, baiklah."


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status