Oh Tuan Abdul Rashid Athoilah, sungguh dirimu membuat para istri enggan meninggalkanmu barang sedetik. Pesonamu membuat siapa pun menginginkanmu ditambah kekayaan yang dianugerahkan. -------Ruqoyah mengejar sang suami dan Ainur. Ainur menghentikan langkahnya sementara Rashid terus melangkah menuju ke kamarnya. Ruqoyah menarik adik madunya itu ke ruang keluarga. "Mbak, please, jangan egois begitu. Memangnya kenapa jika malam ini aku dengan Mas Rashid? bukankah sebelum ada bocil itu, setiap malam Minggu kamu selalu mengambil jatah?" ujar Ainur sedikit kesal. Namun Ruqoyah masih saja keras kepala dan tidak mau mengerti. Ia terus menginginkan agar malam ini dengan Rashid. "Rashid itu milikku!" "Nggak ada milik-milikan. Kita sama!" Saat terjadi keributan, Nada keluar kamar karena mendengar suara berisik. Gadis itu melihat Ainur dan Ruqoyah sedang membicarakan sesuatu. Kemudian, Nada mendekat dan memperhatikan mereka berdua. Mendengar percakapan mereka, gadis itu menggeleng-gelengk
Sementara itu Tuan Rasyid menunggu istri keduanya di depan kamar. -----Lama tidak datang, pria yang memiliki rahang keras itu menyusul sang istri. Ternyata ia mendapati Ainur tengah mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon. Terdengar nadanya meninggi seperti sedang berdebat. "Aku nggak bisa, Jangan paksa aku! Sekali lagi, jangan paksa aku. Inginku kita seperti ini saja!" pekik Ainur. Tuan Abdul hanya memperhatikan tanpa menegurnya. "Cukup! Sudah malam, nggak enak sama suamiku."Setelah itu, Ainur mematikan ponselnya dengan paksa sebab sepertinya orang yang menelepon itu belum ingin mengakhirinya. Begitu ingin kembali, Ainur kaget bukan kepalang. Suaminya telah berdiri di belakangnya. "Mas?" pekik Ainur kaget dan tidak menyangka jika ternyata suaminya mengetahui. Matanya melebar dan dia menggigit bibirnya. Tidak satu patah kata terucap. "Siapa dia?" tanya Rashid."Ehm, di--dia klien," sahut Ainur gagap."Kamu sudah mulai berbohong padaku!" balas Rashid. Tatapan matan
"Mengganggu saja," gumam Ainur lalu meletakkan ramuan itu di meja. ----"Mas, itulah yang aku nggak suka dari mbak Ruqoyah," tukas Ainur dengan mengerucutkan bibirnya lalu wanita itu duduk di meja rias. Dia mengambil ramuan dari kakak madunya itu, lalu menciumnya. Hidungnya kebang kempis lalu bersin. "Demi Allah aku nggak s uka ramuan ini, dulu sering aku minum sebab nggak enak dengan Mbak Ruqoyah, tetapi kali ini, malas!" "Hormati Ruqoyah, ia sudah bersusah payah membuatkannya untukmu.""Aku nggak peduli, rasanya nggak kuat!" Ainur menuju ke kamar mandi lalu membuang ramuan itu. Rashid hanya menggelengkan kepalanya, setelah itu berbaring diikuti oleh sang istri. "Mas, aku mau minta hakku!" Rashid pun tersenyum dan melingkarkan tangannya pada sang istri. Skip! Hahaha***Pagi hari semua telah bangun. Seperti halnya kebiasaan Rashid yang memang sejak sebelum Subuh telah bangun, dan kali ini Ruqoyah tidak membangunkan karena Ainur telah bersamanya. Nada, ia telah siap dengan baju ol
"Mi, aku minta keadilan!" --"Kamu mau meminta keadilan yang bagaimana? Kalau Ummi perhatikan, kamu lebih dominan, deh!" ungkap Nyonya Najah sembari tersenyum. Ruqoyah mengerucutkan bibirnya."Ummi, ternyata berbagi itu nggak enak," ucap istri pertama Rashid membuat wanita yang memiliki badan gemuk itu tersenyum lalu mengelus punggung menantunya itu."Bukankah kamu yang meminta?" sahut Abi Rashid, ayahanda Abdullah Rashid Athoillah. "Hmm, Tuan Ahmed Athoilah, please jangan ikut campur urusan perempuan, ya!" sahut Najah ketus. Ahmed--ayahanda Rashid menggelengkan kepala kemudian mengerutkan alisnya. "Dasar perempuan, maunya menang sendiri!" gumam Tuan Ahmed kemudian menyeruput teh manis. Rashid hanya memperhatikan mereka yang sedang mengobrol tanpa ikut terlibat sama sekali."Iya, Bi, tapi aku nggak kuat!" sahut Ruqoyah dengan wajah memelas mengeluhkan keadaannya yang sekarang. "Jangan menyalahkan orang lain, itu karena permintaanmu," sahut Ahmed, pria jenggotnya telah putih semua,
"Nada, ke kamar!" perintah Rashid kemudian berdiri dan meraih tangan sang istri. ---Abdul membawa Nada masuk ke dalam kamar membuat kedua orang tuanya, serta Arga menjadi bingung. Di dalam kamar, Abdul langsung mendudukkan istrinya di sofa, dan sang suami duduk di hadapannya. Gadis itu tidak dapat berkata apa pun sebab dia sendiri tidak menyangka jika Arga akan datang. Menurutnya, pemuda itu sangat nekat. Kemarin hanya menunjukkan tempat tinggalnya, ternyata dia datang beneran. Oh My God, pikir Nada. "Nada, apakah kamu mengundang anak itu?" tanya Abdul, rahangnya mengeras dan urat lehernya terlihat. Ada emosi yang tertahan.Gadis yang hanya menggunakan kaos lengan pendek dan celana se lutut itu menggeleng. "Enggak sama sekali, bahkan aku pun kaget.""Lalu kenapa dia datang ke sini?" cecar sang suami. Nada mengangkat kedua bahunya. "Sudah kubilang aku tidak tahu, Tuan.""Astaga Nada!" pekik Abdul sembari memegang pelipisnya, "bukankah sudah aku jelaskan bahwa kamu itu sudah bersuam
"Karena aku tidak ingin dianggap istri durhaka!" balas Ainur, "kulihat Mbak Ruqoyah juga setuju, makanya aku ikutan!" "Lho!" sahut Ruqoyah. -----"Ainur, seharusnya kamu jangan begitu!" lanjut istri pertama Rashid. "Kamu harus punya prinsip.""Owh, jadi kalian ini hanya berpura-pura setuju?"tanya Rashid menegaskan. Ruqoyah mengangguk diikuti oleh Ainur. Keduanya sangat kompak."Tunggu!" ucap Nyonya Najah. Wanita yang itu memandang ke arah Nada yang sedari tadi hanya menyimak tanpa menyela. Gadis itu terlihat sangat santai tanpa beban. "Nada, apa yang kamu inginkan?" "Saya ingin bebas. Sejak awal, saya tidak setuju menikah dengan Tuan," sahut Nada membuat sang mertua terbelalak. Wanita itu tidak menyangka dengan jawaban menantu yang satu itu. Yang dua orang menantu menginginkan kedekatan dengan Rashid, sementara Nada malah ingin berpisah. "Maksudnya apa?" tanya sang mertua, wanita itu menatap tajam menantunya meminta penjelasan."Nyonya, apakah Nyonya tidak tahu? Sedari awal saya i
Saat mereka sedang mengobrol asik, tiba-tiba Ruqoyah dan Ainur masuk ke dalam kamar tanpa mengucap salam dan mengetuk pintu, membuat Tuan Abdul dan Nada kaget. ------Rupanya Ruqoyah memanggil adik madunya untuk ke kamar Nada. Ketika ketiganya berada di kamar Nada, Tuan Abdul diam dan tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya terlihat bingung. "Ke-kenapa kalian ke sini?" tanya Abdul. Nada mengambil ponsel dan memainkannya, pura-pura tidak tahu. Memang, gadis itu tidak menginginkan Abdul datang ke kamarnya dan tidak ingin ada keributan. Namun, dua istri Abdul malah datang. "Mas, em, aku juga ingin didatangi," sahut Ruqoyah memelas. "Aku juga!" Ruqoyah pun membalas. Abdul hanya memegang pelipis dan menggelengkan kepalanya. "Aku sangat pusing dengan tingkah kalian, bukankah sudah dijelaskan oleh umiku tadi siang bahwa setiap Sabtu dan Minggu aku bebas?" balas Abdul kecewa. Lelaki itu akhirnya mengajak Nada untuk keluar. Dia meraih tangan gadis itu yang sedang memainkan ponselnya. Kedua
"Jika nggak pulang, aku datangi kamu di rumah Nada."____"Iya, aku di rumah Nada untuk menjelaskan ke Bu Hamidah kenapa Nada aku pulangkan. Aku juga merasa sangat capek sebab seharian ini membantu kalian pindahan!" balas lelaki itu. Nada hanya melirik kemudian tersenyum tipis. Dalam hati dia berkata bahwa, lelaki tegap dan gagah, tetapi takut istri."Tuan! benar, kan? Tuh sudah ditelpon sama Mbak Ruqoyah," ucap Nada."Nada! Jangan coba-coba mempengaruhi Abdul dan merebut jatahku, ya!" seru Ruqoyah diseberang sana. Rupanya wanita itu mendengar ucapan Nada dan gadis itu pun menutup mulutnya. "Aku pulang, sudah, ya!" balas Tuan Abdul kemudian mengakhiri panggilan teleponnya setelah itu duduk di sisi ranjang untuk sejenak. Terlihat kelelahan di wajahnya. "Pulanglah Tuan, aku juga ingin tidur bebas, kalau ada Tuan, sempit," ucap Nada kemudian mengajaknya keluar. "Maaf ya Tuan, bukan maksudku mengusir, tapi demi keberlangsungan keluarga Tuan," sambungnya. Rupanya azan berkumandang pertan