Share

Kekacauan

"Owh, jadi mereka tidak bicara padamu?" Nada menggeleng. Kemudian Pria tampan itu mendekati Nada perlahan membuat napas Nada tidak turun naik, tetapi tiba-tiba pintu diketuk.

Akhirnya Tuan Abdul berhenti dan melangkah menuju ke pintu. Ia membuka kunci dan menarik gagang pintu. Saat pintu terbuka, ternyata Ruqoyah dan Ainur yang datang. 

"Maafkan aku, Mas," ujar Ruqoyah, "aku nggak tahu kalau Mas Rashid ada di sini. Tadi lupa mau kasih tahu kalau Nada disuruh ke kamar. Lelaki yang memiliki alis tebal itu menganggukkan kepalanya lalu memberi kode agar mereka segera pergi. Namun Nada mencegahnya. 

"Mbak Ruqoyah, tunggu," panggil Nada kemudian bangkit dari kasur dan berjalan menuju ke arah wanita itu. 

"Mbak, biasanya bikin ramuan, mana?" ucap Nada mengingatkan.

"Oh iya, bentar aku buatkan. Nanti aku ke sini lagi," ujar wanita itu lalu meninggalkan kamar Nada diikuti Ainur. Tuan Abdul mengusap kepalanya lalu berjalan ke ranjang. Nada mengikutinya tetapi duduk di sofa. 

"Nada, jika menghindar dariku, bagaimana kamu akan membuktikan bahwa aku mandul?" seloroh pria itu. 

"Nggak usah dibuktikan, cukup bertahan satu tahun dan aku tidak akan hamil."

"Nada, sekarang pindah ke kamarku, aku nggak mau di sini!" perintah Tuan Abdul dan Nada tidak bisa menolaknya. Akhirnya Nada pun keluar kamar mengikuti Tuan Abdul. Pada saat melintas di kamar Ruqoyah, wanita itu memberikan ramuan yang katanya khas Arab. Nada pun menerima ramuan itu dan membawanya ke kamar. Terlihat wajah kedua istri Tuan Abdul begitu cemburu, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

Saat berada di kamar, Nada hanya memainkan ponselnya. Tiba-tiba ia terbelalak tatkala membaca sebuah pesan. 

[Ibu nginep di tempatmu, sekarang dalam perjalanan.] 

"Alhamdulillah," pekik Nada membuat Tuan Abdul kaget. "Ibu mau datang!" lanjut gadis itu girang. 

"Syukurlah, jadi biar tahu kelakuanmu!" balas pengusaha mebel sukses itu. Nada melirik pria itu dengan pandangan judes. 

"Tuan, kenapa sih harus malam ini bersamaku, duh!" pekik Nada sambil menguyek rambutnya. "Itu ada dua istri Tuan yang sedang menanti, ajak saja!" pekik Nada sedikit kesal apalagi ketika ingat kekasihnya. 

"Aku hanya ingin memberikan kewajibanku sebagai suami, itu aja!" 

"Tetapi aku nggak butuh, Tuan! Kewajibanmu buat kedua istrimu saja!" balas gadis itu. 

Ting!

Notifikasi pesan masuk.

[Ibu sudah sampai] 

"Alhamdulillah! Ibu sudah sampai, aku mau ke luar," pinta Nada lalu bangkit dan menuju ke pintu. 

"Tunggu!" cegah Tuan Abdul, "kita keluar bersama," ungkapnya. Lalu Nada dan Tuan Abdul pun keluar dari kamar bersama. Mereka melihat Nyonya Hamidah sedang duduk ditemani oleh asisten rumah tangga dan secangkir teh manis serta beberapa camilan. 

"Ibu!" teriak Nada lalu merangkul wanita itu. "Alhamdulillah ibu ke sini."

"Iya, ibu ingin tahu bagaimana keadaanmu di sini. Nurut apa enggak sama suami," jawab Bu Hamidah membuat Tuan Abdul senang. 

Nada pun mengajak ibunya untuk masuk ke dalam kamarnya, tetapi sang ibu tidak mau. 

"Sayang, ada suamimu, nggak boleh begitu," ujarnya. Nada merengut lalu mendekati sang suami. 

"Tuan, aku izin ke kamar bersama ibu, ya," pinta istri ketiga Tuan Abdul, tetapi lelaki itu menggeleng. 

"Kenapa harus di kamar? Di sini saja nggak apa-apa, aman, kok!" tandasnya dan diiyakan oleh sang ibu. Gadis itu mengerucutkan bibirnya.

"Bu, kenapa ibu mengemis-ngemis padanya untuk menikahkanku? Apa, sih, keuntungannya? Apakah karena Tuan Abdul kaya raya?"

"Sssttt!" Bu Hamidah menutup mulutnya dengan satu jari berharap putrinya diam. Wanita itu merasa tidak enak dengan menantunya. 

"Bodo amat, Bu, aku tidak suka! Aku mencintai Mas Rayhan." Nada terisak menyesali pernikahan ini. "Ibu telah menghancurkan masa depanku," lanjut Nada. 

"Diam, cukup." Wanita yang mengenakan gamis biru nepi dan jilbab hitam itu menenangkan putrinya. "Sayang, mungkin ini adalah garis hidupmu. Kita tidak dapat menolaknya!" 

"Kata siapa? Bisa, kok! Ceraikan saja aku!" teriak Nada membuat Ruqoyah dan Ainur keluar dari kamar. Suara Nada sampai ke telinga mereka berdua.

"Tuan, ceraikan saya sekarang juga!" pinta gadis itu sambil terisak. 

"Tidak bisa, Nak, pernikahan bukan untuk permainan." 

"Ibu saja mempermainkan aku. Ibu merendah dan mengemis kepada Tuan Abdul agar menerimaku sebagai istri, apakah itu namanya menjual anak? Hah!" ucap Nada dengan nada tinggi. Bu Hamidah tidak bisa berbuat apa apa, kenyataannya memang demikian. Namun sebenarnya bukan hanya Bu Hamidah saja, banyak ibu-ibu yang memiliki anak gadis menawarkan ke Tuan Abdul. 

Pertimbangan mereka adalah, meski Tuan Abdul mandul, tetapi hidupnya bergelimang harta. Tuan Abdul pengusaha meubel terkenal di kota ini. Semua istri diberi hak untuk memegang beberapa toko. 

"Tahu nggak, akibat ulah ibu, aku menjadi seorang budak!" ucap putri dari Pak Slamet itu. 

Bu Hamidah menatap ke arah Tuan Abdul yang hanya bersedakep melihat pertengkaran Nada dan ibunya. 

"Itu tidak benar!" sahut Ruqoyah. "Bahkan Mas Rashid belum pernah tidur dengan Nada."

"Tapi aku terkekang, Bu! Aku ingin bebas! Lulus sekolah aku ingin menikmati masa kebebasan dan kuliah," sahut Nada, "aku masih punya cita-cita, ingin kerja dan dapet uang." 

"Nada, kamu bisa minta sama Tuan Abdul kuliah," ujar Bu Hamidah, "Boleh, kan?" Ruqoyah dan Ainur terbelalak. 

"Tapi aku nggak mau terikat, Ibu!" sahut Nada, "aku ingin cerai, aku ingin hidup sama Mas Rayhan," pekik Nada. 

"Dengarkan ibu," ucap Bu Hamidah menenangkan putrinya lalu memegang kedua bahu dan mendudukkan ke sofa. "Sayang, Jika sampai detik ini kamu masih menjadi istri Tuan Abdul, berarti itu takdirmu. Memang Allah sudah mentakdirkanmu menjadi jodohnya meski dengan cara yang tidak kamu senangi."

"Tapi kan biasa cer ...."

"Ssstttt! Tidak semudah itu. Cerai juga harus ada alasan kuat!" sahut Bu Hamidah. "Bukankah kamu ada syarat jika selama satu tahun tidak mendapat keturunan, maka kamu minta cerai? Ini belum ada setahun." Bu Hamidah mengingatkan putrinya. 

"Kamu jalani dulu pernikahan ini."

Tapi, Bu!" 

"Nggak ada tapi-tapian. Sekarang kamu harus berikan kewajibanmu sebagai istri," pinta Bu Hamidah sembari mengelus puncak kepala putrinya. 

"Aku kabulkan permintaan Nada, aku akan menguliahkannya, anggap saja ini hadiah dariku," sahut Tuan Abdul membuat Bu Hamidah kaget. Senyum tersungging di bibirnya. 

"Tuh, kan! Ini kesempatanmu," ujar sang ibu. 

Kini Nada sedikit tenang. Namun membuat kedua istri Tuan Abdul meradang. Mereka merasa cemburu. 

"Enak sekali Nada," bisik Ruqoyah pada Ainur. 

"Iya, tapi gini, jangan berikan ia mengelola toko seperti kita. Anggap saja hak Nada untuk biaya kuliah, bagaimana?" ujar Ainur lirih. 

"Usul yang baik," balas Ruqoyah, nanti hal ini kita sampaikan ke Mas Rashid."

Akhirnya semua telah selesai dan beres. Nada bisa mengerti dan bisa sedikit menerima apalagi Tuan Abdul ingin membiayai istrinya itu kuliah. 

Usai makan malam, Bu Hamidah masuk ke kamar Nada untuk beristirahat. Sementara Nada dan kedua istri Tuan Abdul berada di kamar Tuan Abdul untuk membicarakan sesuatu. 

"Mas, karena rencananya Mas mau menguliahkan Nada, maka Nada jangan dikasih jatah toko," usul Ruqoyah. 

"Iya, Mas, kuliah itu mahal, apalagi jurusan kedokteran," sahut Ainur. 

"Omset kalian satu bulan masih sisa dibanding biaya kuliah Nada. Tapi aku akan terima usul kalian," ucap Tuan Abdul, paling akan aku beri fasilitas mobil atau aku yang antar jemput."

"Enak sekali, Mas!" sahut Ruqoyah. 

"Kalian apakah lupa bagaimana aku? Bukankah aku orang yang sangat bertanggung jawab?" ucap Tuan Abdul menggebu dan menegaskan.

Kedua istri Tuan Abdul mengangguk dan menunduk membenarkan apa yang disampaikan suaminya. Selama ini memang kedua istrinya tidak pernah kekurangan. 

Setelah melakukan pembicaraan, akhirnya mereka berdua pamit. Hanya Nada sendiri dan suaminya yang tinggal di kamar itu.

"Nada, minumlah ramuan itu!" perintah sang suami tetapi Nada menggeleng. 

"Ramuan macam apa ini, aku nggak suka!" Ia menuju ke kamar mandi sembari membawa ramuan itu dan membuangnya. 

"Besok-besok kamu hargai kakak madumu!" Nada hanya merengut dan menuju ke kasur. 

Tak lama Tuan Abdul menyusul membuat Nada kaget! 

"Aku suamimu!" ucap Tuan Abdul lirih membisikkan di telinga istri mudanya. Nada hanya mendelik.

-----

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status