Share

2. Sentuh Hatinya

***

Hari-hari berlalu begitu cepat bagi Kinan, namun sunyi yang melingkupinya tak pernah berkurang. Setiap langkahnya di rumah yang megah ini terasa seperti berjalan di atas bara. Pernikahan dengan Ludwig, pria yang selalu mengenakan topeng misterius itu, menjadi ujian yang tak pernah ia duga. Sunyi yang menyelimutinya seperti malam yang tak kunjung berakhir. Ini memang berat baginya, karena sejatinya pernikahan yang sakral itu tidak ada pemaksaan, namun Kinan harus menerima takdir ini, ia selalu yakin, Allah tidak akan memberi ujian yang mampu ia lewati. Saat ini ia hanya yakin, Allah pasti akan memberikannya cerita indah di waktu yang tepat.

"Ya Allah, tolonglah aku. Aku takut. Aku merasa sendiri.  Pria yang menjadi suamiku saat ini, masih terasa asing bagiku. Ya Allah, jika memang dia adalah pria yang ENGKAU pilihkan untukku, maka lembutkan hatinya dan aku meminta pada-Mu agar hatinya pun terikat denganm-Mu, Allah,” ucap Kinan berdoa.

Setiap malam, ketakutan itu kembali menghantuinya. Terkadang ia berharap bisa melarikan diri dari situasi ini, namun setiap kali ia melihat ke luar, dunia terasa semakin menakutkan. Apalagi di keluarganya, selalu ada  mimpi buruk, ia selalu dalam ketakutan, meski itu adalah rumah saat ia terlahir di dunia.

Namun, di tengah kegelapan yang menyelimutinya, ada satu hal yang tetap menjadi sumber kekuatan bagi Kinan: Allah dan Sholat. Tiap sujudnya, ia merasa dekat dengan-Nya, merasa dilindungi dalam genggaman-Nya yang hangat.

 "Ya Allah, jagalah aku. Jadikanlah aku istri yang berbakti, yang dapat menerima ujian-Mu dengan sabar, sentuh hatinya, Ya Allah. Sesungguhnya penggenggam hati manusia hanyalah ENGKAU,” bisik Kinan dalam sujudnya.

Namun, meski Kinan berusaha untuk menjalankan agamanya dengan penuh keikhlasan, ada satu hal yang membuatnya bertanya-tanya: Ludwig. Selama tujuh hari ini, ia belum pernah melihat suaminya sholat. Pertanyaan-pertanyaan itu menghantuinya setiap malam, namun ketakutan yang terus menggelayutinya membuatnya tak berani untuk bertanya.

‘Mengapa Ludwig tidak pernah sholat? Apakah dia tidak beragama? Bukankah saat menikah denganku, identitasnya itu tertulis dia itu muslim?’ tanya Kinan dalam hatinya.

Setiap malam, Kinan merenung di atas tempat tidurnya yang dingin, hanya diiringi oleh suara desiran angin yang melintas di luar jendela. Tangisannya menjadi teman setianya, air mata yang mengalir begitu deras menangkap kesunyian yang terasa semakin pekat di dalam hatinya. Setelah Ludwig terpuaskan, pria itu selalu pergi dari kamarnya. Ludwig mendatanginya saat pria itu hanya menginginkannya.

"Ya Allah, aku hanya memohon padamu. Lindungilah aku. Berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi ujian ini. Jadikanlah cahaya-Mu menerangi kegelapan yang melingkupiku,” bisik Kinan dengan berderai air matanya.

Setiap hari, Kinan merasa semakin terkoyak oleh ketakutan dan keputusasaannya. Namun, di dalam hatinya, masih ada bara keimanan yang terus menyala, menyemangatinya untuk bertahan, menyemangatinya untuk menanti cahaya dalam kegelapan yang menyelimutinya. Ia yakin, doa yang tak pernah putus adalah setitik air yang kelak akan memecahkan batu yang keras, begitupun dengan hati  suaminya.

***

Jam empat dini hari, ketika kegelapan masih menyelimuti dunia luar, Kinan bangun dari tidurnya. Langkahnya ringan masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu,  ia langsung memakai mukenanya dan menghamparkan sajadah, di mana ia menyempatkan diri untuk menunaikan sholat tahajud setiap malam. Dengan hati yang penuh ketulusan, ia berdoa pada Allah agar memberikan kekuatan dan perlindungan bagi dirinya dan suaminya.

"Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk menjalani ujian ini. Jadikanlah aku istri yang setia dan sabar dan sentuhlah hatinya,” ucap Kinan berdoa dalam sujudnya.

Setelah selesai sholat, Kinan bergegas menuju dapur untuk memulai rutinitas hariannya. Meskipun hatinya kadang tersiksa oleh perlakuan dingin dan kejam Ludwig, ia tetap tegar menjalankan tugasnya sebagai seorang istri.

"Aku harus bertahan. Ini adalah peran yang Allah berikan kepadaku, dan aku harus melaksanakannya dengan baik. Dia suamiku, dan aku tetap harus melayaninya," gumam Kinan tersenyum.

Meskipun seringkali makanan yang ia masak dilemparkan begitu saja oleh Ludwig, Kinan tidak pernah menyerah. Bahkan, ia mencoba mencari tahu makanan favorit dari Jerman, negara asal Ludwig, dan berusaha memasaknya dengan sempurna meski tak pernah diberi apresiasi.

"Mungkin ini tidak akan membuatnya luluh dan menyukaiku,  tapi setidaknya dia akan tahu bahwa aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik baginya,” gumam Kinan sambil memasak.

Saat ia sibuk dengan pekerjaannya, Kinan mulai merenung tentang suaminya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, seperti ada misteri yang belum terpecahkan.

"Apakah benar Ludwig adalah  seorang keturunan bangsawan yang terbuang? Mengapa rumah ini terasa terlalu gelap baginya? Aku merasakan dia adalah pria yang kesepian, seperti ada luka di kedua sorot matanya,” ucap Kinan sambil berpikir dalam hatinya.

Namun, meskipun banyak pertanyaan yang menghantui pikirannya, Kinan tetap tegar. Ia menyadari bahwa, terlepas dari status atau latar belakang Ludwig, tugasnya sebagai istri adalah tetap sama: mendampingi dan mencintai suaminya dengan sepenuh hati.

‘Ternyata kita sama-sama terbuang, tapi setidaknya saat ini ada aku, istrimu. Semoga kamu tidak merasa sendiri lagi,’ batin Kinan dalam hati sambil tersenyum nanar.

***

Pagi menyapa dengan cahaya lembutnya, memantulkan sinarnya ke dalam rumah yang sebelumnya sunyi. Ludwig membuka pintu kamar tidurnya dengan langkah yang masih terasa berat, membiarkan cahaya pagi menyapu ke dalam ruangan.  Ia langsung memakai topengnya untuk bergegas ke ruang makan pribadinya. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya terkejut.

"Rumah ini sudah rapih dan sangat rapih semenjak ada dia... dan apa itu Käsespätzle di meja makan?" gumam Ludwig mengernyitkan keningnya.

Bu Inah, salah satu maid pribadinya, menatap Ludwig dengan ekspresi kagum. Ia tahu bahwa tuannya itu pasti merasakan rumah ini seperti ada cahaya semenjak Kinan tinggal.

"Semua dikerjakan oleh Nyonya muda, Tuan. Nyonya Kinan sangat cekatan dan bahkan kemarin mau ke pasar bersama saya,” ucap Bu Inah menghampiri Ludwig dan meletakkan air mineral di atas meja.

Ludwig terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja dia terima. Dia tidak menyangka bahwa Kinan, istri ketiganya, akan melakukan pekerjaan rumah tangga dengan begitu rajin dan tekun, bahkan saat ia tak menghargai apa yang dilakukan istrinya itu dan selalu bersikap kasar, tapi Kinan masih bertahan.

Ludwig langsung duduk di meja makan, terhipnotis oleh aroma Käsespätzle, “"Apa dia...?"

Tanpa sadar, Ludwig mulai memakan hidangan tersebut. Rasanya yang begitu lezat membuatnya melupakan semua kekhawatirannya, sementara perasaan rumit mulai muncul di dalam hatinya.

Di sisi lain, Bu Inah menyaksikan adegan itu dengan rasa lega yang mendalam. Melihat Ludwig tidak marah dan malah menikmati makanan yang selalu dibuat Kinan membuatnya bersyukur.

"Ya Allah, semoga Nyonya Kinan mampu membawa cahaya untuk Tuan Ludwig. Semoga dia mampu menembus sisi kegelapan yang selama ini menghantui hati Tuan,” gumam Bu Inah dengan penuh haru.

Sementara itu, di dapur, Kinan tersenyum lega melihat Ludwig menikmati masakannya. Meskipun masih banyak misteri yang mengelilingi suaminya itu, Kinan merasa sedikit lega mengetahui bahwa usahanya dihargai.

"Semoga ini menjadi awal dari hubungan yang lebih baik antara kita, Ludwig. Semoga cahaya ini membawa kita ke arah yang lebih baik. Ya Allah, sentuh hatinya,” ucap Kinan berharap dalam hatinya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status