Home / Romansa / Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia / 7. Makan Malam Romantis Berujung First Kiss

Share

7. Makan Malam Romantis Berujung First Kiss

Author: Sasa Sun
last update Huling Na-update: 2025-04-08 22:44:56

“Ba-bagaimana kalau .... malam ini anda membuat kejutan makan malam romantis dengan Luisa. Saya yakin Tuan Besar pasti akan berhenti curiga.” Walau takut dengan amarah sang bos, tapi Paul masih bisa memberikan ide.

Diam semenit, Alfreed baru bicara, “Hanya makan malam ‘kan? Tidak melakukan yang lain?”

Alfreed memastikan lebih dulu. Dia tak mau terperosok makin dalam oleh ide Paul.

“Usahakan Tuan basa-basi sedikit dengannya dan tatap matanya sesekali. Pasti rencana ini akan sukses besar, Tuan. Saya jamin!” Paul meyakinkan.

“Baiklah, kau atur semuanya.” Akhirnya emosi Alfreed mereda.

Sesuai perintah, Paul bergegas mengatur segalanya. Dia mempersiapkan makan malam romantis di rooftop apartemen. Tak lupa dia mampir membawakan sebuah gaun cantik untuk Luisa.

Saat dia menekan bel, yang membuka pintu adalah Kakek Scott.

“Rupanya kau, Paul.”

“Selamat siang, Tuan besar.” Paul membungkuk menyapa Kakek Scott.

“Bersikaplah biasa saja jika di sini. Ada apa?” Kakek Scott menoleh ke belakang, memastikan Luisa tidak memergoki mereka.

“Saya membawa hadiah untuk Nyonya dari Tuan.”

“Cih, trik bodoh! Pasti karena aku mencurigainya tadi pagi, kan?” Langsung Kakek menebak demikian.

“Curiga? Tentang apa, Tuan?” Paul pura-pura tidak mengerti.

“Memangnya dia tidak bilang apa-apa padamu?” tanya Kakek balik.

“Sejak pagi saya sibuk mempersiapkan kejutan untuk Nyonya dari Tuan Alfreed, jadi saya belum bertemu dengannya di kantor, Tuan.” Demi bosnya, Paul siap mengarang kisah sepanjang apapun.

“Kejutan? Memangnya dia mempersiapkan kejutan apa?” tanya kakek lagi.

“Malam ini Tuan akan mengajak Nyonya Luisa untuk makan malam romantis di rooftop apartemen dan Tuan juga sudah membelikan gaun ini untuk Nyonya.”

Kakek Scott mengintip isi kantongan yang Paul bawa.

“Sesungguhnya kejutan ini sudah dia rencanakan kemarin malam di sini, tapi karena Tuan Besar memutuskan tinggal bersama mereka, jadi seketika batal,” lanjut Paul lagi.

“Kemarin malam? Berarti Alfreed ingin mengajak Luisa bermalam di apartemen ini sebelum menikah?” Seingat Kakek, pernikahan cucunya kemarin adalah rencana dadakan yang dia buat, maka jika Alfreed mengajak Luisa makan malam di apartemen itu, bukan tidak mungkin mereka juga akan bermalam di situ.

Paul senyum-senyum tak menjawab. Sengaja dia membiarkan Kakek Scott menebaknya sendiri.

“Siapa yang datang, Kek?” Suara Luisa tiba-tiba terdengar.

“Hai, Luisa. Aku mampir mengantar ini untukmu dari Alfreed.” Paul menjawab sembari menyerahkan kantongan yang dibawanya.

“Apa ini?” tanya Luisa.

Paul menggeleng, pura-pura tidak tahu.

“Bukalah di kamarmu, Nak,” ucap kakek dengan senyum.

“Ohya, hampir aku lupa.” Paul juga menyerahkan sebuah kartu berwarna gold kepada Luisa.

“Untuk apa ini?”

“Tidak tahu. Titipan dari Alfreed. Aku hanya mengantarkannya saja. Ya sudah kalau begitu aku pamit, ya.” Paul beralih menatap Kakek Scott.

“Kek, aku pamit.” Hampir saja dia menunduk saat berpamitan yang dengan sigap ditangkap oleh sang kakek.

Malam pun tiba. Tepat pukul delapan, Luisa dan Alfreed sudah duduk berhadapan di rooftop apartemen. Menu yang dipilihkan oleh Paul adalah pasta yang disajikan dengan saus krim dan daging.

“Paul yang memilih menu ini. Jika kau tidak suka-” Belum selesai Alfreed bicara, Luisa memotong.

“Aku suka dan aku tidak pernah pilih-pilih makanan.”

Terhenti fokus Alfreed pada pasta, matanya kini memandang Luisa, dan yang dipandang pun jadi salah tingkah.

“A-apa ada yang salah dengan kalimatku?” tanya Luisa.

Alfreed tak menjawab. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celana lalu dia serahkan pada wanita itu.

“Oleskan ke pipimu. Jangan sampai kakek berpikir aku tidak peduli padamu.” Ternyata itu adalah salep penghilang bekas luka.

Tersenyum Luisa jadinya, tak menyangka kalau Alfreed yang dingin itu juga bisa perhatian padanya.

Melihat senyum Luisa, Alfreed kembali fokus pada makanannya. “Jangan salah paham, salep itu titipan dari Paul.”

Seketika hilang senyum di bibir Luisa.

'Aku pikir kau sudah mengingatku, ternyata tidak. Lalu untuk apa makan malam ini diadakan kalau sikapmu saja acuh tak acuh.'

Luisa bicara dalam hati. Dia kesal sebab merasa tertipu perhatian palsu dari Alfreed. Gara-gara itu Luisa jadi teringat dengan kartu berwarna gold yang diberikan Paul padanya siang tadi.

“Oh ya, aku mau mengembalikan ini.” Luisa meletakkan kartu tersebut di atas meja.

“Kau tidak perlu meminjam kartu kredit Paul untuk memberiku uang saku. Aku tidak butuh apapun,” sambung Luisa.

Heran dengan ucapan itu, Alfreed mengerutkan dahi. ‘Untuk apa aku meminjam kartu kredit Paul? Yang benar saja!’

Saat Alfreed hendak membalik kartu tersebut untuk mengetahui siapa pemiliknya, tangannya tak sengaja menyenggol gelas Luisa hingga tumpah. Refleks wanita itu bangkit untuk menghindar dari tumpahan, tapi sayang gaunnya yang panjang justru terkibas mendekati lilin yang tersusun rapi mengelilingi area makan mereka.

Alfreed dengan sigap menarik Luisa mendekat. Bahaya kalau sampai gaun Luisa terbakar, pikirnya.

“Apa-apaan kau ini?! Kenapa mundur tiba-tiba begitu?!”

Luisa terkejut. Selain bentakan Alfreed juga ditambah dengan tubuh mereka yang kini berhadapan begitu dekat, membuat jantungnya berdetak cepat.

“A-aku ...” Luisa menelan ludahnya sendiri, gagap dia jadinya.

Entah karena apa, tapi seketika atmosfer diantara mereka jadi berubah. Kilatan cahaya lilin memantulkan siluet tubuh Luisa membentuk bayangan yang mengingatkan Alfreed pada kenangan delapan tahun yang lalu.

‘Kenapa aku merasa tidak asing dengannya,’ batin Alfreed heran.

Bersamaan dengan itu, dari ujung rooftop terdengar bunyi kardus berjatuhan. Pesan Paul saat di kantor tadi kembali terngiang oleh Alfreed.

‘Saya yakin Tuan, entah di sudut mana itu tapi Tuan Besar pasti mengintip acara makan malam anda. Maka manfaatkan kesempatan emas ini sebaik mungkin. Jangan sampai anda gagal dan seluruh warisan Tuan Besar akan menjadi milik panti sosial.’

Detik itu juga Alfreed melakukan hal yang dia sendiri tak pernah membayangkannya. Dia tarik lagi tubuh Luisa hingga tak tersisa jarak diantara mereka, lalu dia menunduk, meraih bibir tipis berwarna peach yang tidak menggunakan polesan apapun itu.

Alfreed dan Luisa kini berciuman. Ciuman yang mungkin berawal dari desakan keadaan, yang di detik berikutnya justru berubah menjadi ciuman yang saling dinikmati oleh keduanya.

Pelan, lembut dan menghanyutkan hingga tanpa sadar sebelah tangan Alfreed sudah menopang kepala Luisa dan yang satunya lagi mengait di pinggang Luisa.

Kakek Scott yang baru saja ingin mengecek acara makan malam mereka, mendapat tontonan luar biasa yang membuatnya tersenyum lebar.

‘Akhirnya bocah satu ini paham bagaimana cara membina hubungan hangat dengan istri.’ Kakek merasa lega dan memilih untuk pergi dari sana.

Ternyata bunyi kardus berjatuhan tadi bukan berasal dari sang kakek. Hanya tiupan angin yang mungkin bentuk dukungan semesta untuk pasangan itu.

Usai berciuman, Alfreed dan Luisa tak bicara sepatah kata pun. Bahkan untuk saling memandang mereka jadi salah tingkah. Keduanya sibuk dengan pikiran dan perasaannya masing-masing. Hingga akhirnya Alfreed yang mengalah.

“Aku akan mengantarmu ke bawah, dan aku harus kembali ke kantor untuk urusan penting.” Alfreed melangkahkan kakinya menuju pintu keluar rooftop diikuti Luisa dari belakang.

Makan malam mereka kali itu menghasilkan perasaan yang luar biasa tak tentu arah bagi keduanya. Alfreed bahkan tak sanggup untuk masuk ke apartemen dan bermalam dengan Luisa di satu kamar. Dia memutuskan tidur di hotel malam itu.

Sialnya, Jordan asisten sang kakek ternyata juga berada di hotel yang sama. Langsung dia melaporkan itu pada Tuannya.

“Apa kau bilang? Alfreed?!” Kakek terkejut menerima laporan tersebut lewat telepon. Diliriknya jam dinding sudah pukul 2 pagi, sudah tak mungkin lagi cucunya pulang.

“Jadi dia menginap di sana? Apa maksud bocah itu? Apa jangan-jangan kejadian di rooftop tadi hanya tipuannya untuk mengelabuiku? Sialan!” Kakek Scott marah besar. Mematikan telepon, dia bergegas keluar kamar .

“Jangan harap kau akan mendapat sepeserpun dariku, bocah kurang ajar! Kupastikan kau akan kembali ke sini malam ini juga!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    8. Alfreed Kabur, Tapi Diusir Disemua Tempat

    Alfreed melangkah menuju kamar terbaik di hotel yang dia datangi malam itu, namun tiba-tiba manager hotel berlari menyusulnya dari belakang. “Maaf, Tuan Alfreed. Saya bener-benar minta maaf,” ucap manager itu dengan napas ngos-ngosan. “Ada apa ini?” “Saya lupa bilang, kalau seluruh kamar hotel sudah di-booking, Tuan.” Terkejut bukan main Alfreed mendengar ucapan itu. Bagaimana mungkin seluruh hotel sudah di-booking, sementara acces card sudah ada di tangannya, dan apakah mereka lupa kalau dia adalah CEO Scott Corp yang merupakan pemilik dari hotel tersebut. “Saya sungguh-sungguh meminta maaf, Tuan. Tidak ada sedikitpun niat kami untuk membuat anda marah. Ini murni kelalaian pegawai resepsionis.” Sang manager terus menunduk, tak berani mengangkat kepalanya menatap Alfreed. Sejujurnya Alfreed ingin marah tapi perasaan campur aduk usai berciuman dengan Luisa lebih mendominan. Dia memilih pergi menuju apartemen miliknya sendiri, bukan ke apartemen Paul yang belakangan men

    Huling Na-update : 2025-04-09
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    9. Making Love With Her

    “Aku memberimu kesempatan terakhir, tunjukkan padaku bahwa kau benar-benar serius dengan pernikahanmu! Kembali ke kamarmu sekarang, dan besok semuanya akan normal, tidak akan ada lagi yang berani mengusik apalagi menganggapmu tamu di rumahku," ucap Kakek Scott. Alfreed mengepalkan kedua tangan, egonya sangat tinggi sehingga dia memilih untuk pergi sekalipun dia sangat menyayangkan harta dan warisan sang kakek. Masuk ke mobil, Alfreed membanting pintu dan memukul setir kemudi. Otaknya sudah tidak bisa diajak berpikir, hanya ingin marah dan mengamuk sekarang. Satu-satunya orang yang terlintas di kepalanya adalah Paul. “Kau harus bertanggung jawab untuk semua ini, Paul!” Alfreed menelepon asistennya itu, tapi tidak diangkat. “Sialan! Apa kau juga sudah berpaling pada si tua bangka itu?!” Tak puas, Alfreed langsung mengemudikan mobilnya menuju apartemen Paul yang baru. Setiba di sana, dia menggedor kasar pintunya. Tak peduli mau berapa banyak orang yang akan terganggu aka

    Huling Na-update : 2025-04-10
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    10. Darah!

    Alfreed menghela napas panjang. Dia usap seluruh wajahnya hingga ke kepala, berusaha menerima kenyataan yang telah terjadi. Ini bukan tentang kenikmatan tadi malam, melainkan dengan siapa dia melakukannya. Kembali Alfreed menatap wanita di balik selimut itu. ‘Luisa Juarez. Siapa sebenarnya kau ini? Aku hanya tahu namamu, selebihnya tidak. Maka tak masuk di akal kalau aku tertarik padamu,’ batin Alfreed. Matanya memandang wajah Luisa yang masih tertidur pulas. Kulit sawo matang, rambut ikal dan almond eyes berwarna hazel yang dimiliki Luisa, sungguh bukan tipenya. ‘Yang pasti kau bukan tipeku!’ ucap Alfreed lagi dalam hati. Alfreed bukan lah pria yang mudah jatuh cinta. Sekalipun sudah berbagi ranjang dengan banyak wanita, namun untuk melabuhkan hati adalah hal yang tak akan mungkin dia lakukan. Traumanya dikhianati begitu besar, hingga tak berminat lagi punya hubungan. Tapi sejak ciuman terpaksa yang dia lakukan dengan Luisa di rooftop apartemen kemarin, membuatnya tak henti

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    11. Alfreed Bertanggungjawab Pada Luisa

    Terkejut dengan respon Alfreed yang mendadak perhatian, Luisa seketika membisu. Dia hanya mengangguk sebagai jawaban. Langsung pria itu meraih tubuh Luisa dan kembali membaringkannya di ranjang. “Aku tidak akan minta maaf, tapi aku akan bertanggungjawab,” ucap Alfreed. Matanya memandang Luisa serius. ‘Apa iya jatuh sedikit saja harus ditanggungjawabi? Lagipula kan ini salahku sendiri,’ pikir Luisa. Dia belum tahu kalau tanggung jawab yang Alfreed maksud bukan perkara jatuhnya. Tapi dipandang terus seperti itu, membuat Luisa gugup dan hanya bisa membisu. “Tetaplah di sini. Aku akan belikan sarapan.” Alfreed hendak bangkit, tapi Luisa sigap menarik tangannya. “Jangan! Biar aku yang siapkan sarapan. Tapi sebelum itu beri aku waktu lima menit saja untuk mandi.” Luisa tak bisa lagi terus membisu. Tanggung jawab akan tugasnya di rumah itu tidak boleh lalai, pikirnya. Alfreed melirik tangannya yang dipegang Luisa, lalu beralih memandang wanita itu. “Lakukan saja apa yang k

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    12. Tuan Muda Jose Fernando Chavez

    Meksiko “Sudah kukatakan aku paling benci pengkhianat.” Seorang pria dengan lengan dan dada yang dipenuhi tato berdiri di hadapan orang yang berlutut padanya, disebuah ruangan yang dipenuhi lima orang yang memegang senjata. Pria itu adalah Jose Fernando Chavez. Anak pertama dari pemimpin Kartel El Salvador, kelompok mafia paling berbahaya di Meksiko. “Maafkan saya, Tuan, saya sungguh-sungguh minta maaf ...” Orang yang berlutut itu, memohon ampunan. Beberapa bagian tubuhnya mengucur darah, sebab sudah dipukuli lebih dulu. Jose lalu menjambak rambut orang itu hingga terdongak. Dihisapnya dalam cerutu yang berada di tangannya lalu dia hembuskan perlahan seperti menikmati, kemudian dia padamkan cerutu tersebut tepat di mata orang itu. “Aaaarrrrgh ...” Menjerit histeris, menggelupur orang itu memegangi matanya. “Selesaikan, aku tidak mau melihat wajahnya lagi,” perintah Jose pada anak buahnya sembari dia melangkah pergi. Kejam, sadis dan tanpa ampun, begitulah seorang Tua

    Huling Na-update : 2025-04-13
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    13. Luisa Sakit

    Washington DC "Jika butuh bantuan, langsung saja panggil. Aku tidak akan kemana-mana,” sambung Alfreed. Tak lagi menatap wajah Alfreed, Luisa mengangguk sembari melangkah cepat masuk ke kamar mandi. Sambil menunggu Luisa mandi, Alfreed meraih ponsel untuk mengirim pesan pada Paul, asistennya. Lima menit berlalu, Luisa sudah selesai mandi. Bukannya langsung keluar, wanita itu malah hanya menyembulkan kepala dari pintu kamar mandi. Menggigit bibir, Luisa melihat Alfred yang duduk santai di sofa sembari bermain ponsel. "Apa yang harus aku lakukan? Haruskah kuminta dia buat ambil handuk?" Luisa malah bingung sendiri sebab saat masuk ke kamar mandi tadi, dia tak membawa handuk maupun baju ganti. Tak mungkin juga dia langsung keluar dengan tanpa busana, sedangkan Alfred masih ada di dalam kamar. "Sstt ...." Pada akhirnya dia memanggil Alfred. Tapi bukan memanggil nama, wanita itu malah membuat suara aneh hanya agar Alfred menoleh ke arahnya. "Kau sudah selesai?" Bangkit,

    Huling Na-update : 2025-04-14
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    14. Sejuta Pertanyaan Kakek

    Malam menjelang, kakek Scott sudah mempersiapkan segala macam jenis makanan di atas meja. Seperti biasa dia hanya tinggal menyuruh supirnya untuk mengambil makanan yang sudah lebih dulu dia pesan dari restoran ternama langganannya. “Alfreed ... Luisa ... Sudah seharian kalian di kamar. Ayo, keluar, memangnya kalian tidak capek?” ucapnya setelah mengetuk pintu kamar. Bukan Luisa yang keluar melainkan Alfreed. “Apa-apaan sih, Kek?! Pertanyaan macam apa itu?” sentak cucunya kesal. Plak! Tak gentar, kakek Scott memukul lengan cucunya. “Kau memang sudah gila, ya, Bocah?! Kau bilang padaku kalau dia berdarah, tapi seharian kau hajar dia habis-habisan! Di mana hati nuranimu?!” geram kakek dengan suara berbisik. Tak ingin cucu menantunya mendengar. Semula kesal, kini Alfreed jadi terperangah. “Aku saja setelah sah menikahi nenekmu, hanya sekali melakukannya. Besok baru kuulangi lagi. Tidak melakukannya berkali-kali dalam sehari!” “Kau jangan norak, Alfreed! Aku tahu

    Huling Na-update : 2025-04-16
  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    15. Pertemuan Pertama Alfreed dan Luisa

    Luisa kembali melirik Alfreed. Khawatir sekali dia salah bicara, takut akan membuat pria yang saat ini merapatkan rahangnya itu, marah besar. Paham dengan tatapan khawatir Luisa, Kakek menegur cucunya. “Heh, Bocah! Kau tidak senang ya, aku menanyai istrimu?” “Bukan begitu, Kek. Tapi_” “Tapi apa?!” Kakek memotong kalimat Alfreed. “Ya sudahlah, terserah kakek saja.” Terpaksa Alfreed mengalah. Tapi sebelum kakeknya kembali menagih jawaban Luisa, dia condongkan tubuhnya mendekat ke telinga wanita itu. “Aku percaya padamu. Tolong kau beri dia jawaban sebaik mungkin,” bisiknya yang sukses membuat bulu kuduk Luisa merinding. Karena terlalu tiba-tiba Alfreed berbisik, yang telampau dekat sampai bibirnya menyentuh telinga Luisa. ‘Oooh, astagaaa ...,’ batin Luisa tidak karuan. Ditariknya napas dalam berusaha tenang dari perasaan itu. “Kami bertemu tepatnya delapan tahun yang lalu, Kek. Saat itu aku masih berusia 18 tahun. Dan persis seperti yang Alfreed bilang, kami be

    Huling Na-update : 2025-04-17

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    34. Jose Sampai di Acapulco

    “Tuan ... Ini terlalu beresiko,” ucap Andres di dalam mobil.Perintah Tuan Muda Jose yang menyuruhnya mengeluarkan peluru dari lengan hanya menggunakan morfin, sebagai pengganti obat bius, membuat Andres berat melakukan itu.Pasalnya jika menggunakan obat tersebut dalam bentuk pil bisa melebihi dosis jika dipakai sebagai penghilang nyeri bedah kecil. Hal ini cukup berbahaya sebab efeknya tidak main-main. Terutama untuk Jose yang sesungguhnya tidak bisa menggunakan narkotika jenis itu.Senyawa di dalam morfin memicu reaksi tidak biasa di tubuh Jose. Dia akan muntah-muntah, gemetar, sekujur tubuh kedinginan bahkan napasnya pun jadi melambat. Itulah kenapa Andres begitu berat melaksanakan perintah tuan mudanya. Dia tidak mau Jose sampai gagal napas yang beresiko kematian.“Kau lebih ingin lenganku di amputasi?!” sentak Jose kesal. Sudah berulang kali diperintahkan malah berulang kali juga orang kepercayaannya itu mengeluh.“Tapi Tuan, resikonya ...”“Aku yang tanggung! Cepat lakukan, at

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    33. Paul Terkencing Celana

    Panik, Alfred tak sadar meremas tangan Luisa. “Aduh,” meringis, Luisa mengaduh kesakitan. Suara wanita itu membuat Alfred tersadar dari kepanikannya. “Sekarang masih ada waktu, ayo ikutlah denganku.” Tak lagi menarik tangan Luisa, Alfreed melepaskannya. Namun tatapan matanya begitu teduh membuat Luisa merasa terhipnotis. Nyaris saja Luisa mengangguk, namun dia teringat dengan ayahnya yang masih belum membaik. Sangat tidak mungkin dia meninggalkan sang ayah dengan Jose.“Aku tidak bisa, kau cepatlah pergi, sebelum dia sampai ke kamar ini.” Maksud Luisa adalah Jose. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Alfreed kalau sampai Jose menemukannya. “Cepat pergi! Aku akan urus masalahku di sini.” Mendorong Alfred, Luisa menitikkan air mata. Jika saja ayahnya tidak sedang butuh pengobatan, Luisa akan dengan senang hati ikut bersama pria yang datang bertaruh nyawa menjemputnya itu. Sementara di luar, Paul yang tadinya mengecek satu persatu kamar, seketika menghentikan langka

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    32. Luisa Tak Mau Ikut

    “Rencana yang kita susun sudah matang, Tuan. Tiga penembak jitu juga sudah berangkat ke posisinya. Sekarang saatnya kita bergerak.” Alfreed mengangguk. Tak salah dia memilih Paul sebagai asistennya, cukup pintar dan penuh strategi. Tapi hal ini memang sudah menjadi tanggung jawab utamanya, mengingat dia adalah orang yang berperan penting mempertemukan Alfreed dengan Luisa. Bergerak dengan jalan kaki melewati pepohonan, Alfreed, Paul dan tujuh orang pengawal menuju mansion Acapulco. Baru setengah perjalanan, Alfreed sudah protes. “Damn! Kau tidak bilang kalau perjalanannya seperti ini, Paul! Berapa lama lagi kita sampai?” Bukan jauhnya perjalanan yang membuat Alfreed angkat bicara, tapi medannya sungguh menguji nyali. Masuk ke dalam hutan yang penuh pepohonan dengan rute naik turun, persis seperti berpetualang mendaki gunung. Belum lagi suara burung hantu yang lumayan menakutkan layaknya film horor. Bagi Alfreed yang lahir dan besar di ibukota, tentu hal seperti itu terasa

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    31. Jose Tertembak

    Paul refleks menjauhkan ponselnya dari telinga. Teriakkan Alfreed seperti mau memecahkan indra pendengarannya.‘Haduuuh, aku salah bicara. Belum apa-apa telingaku sudah mau berdarah karena teriakannya!’ gerutu Paul.“Tenang, Tuan, tenang ... Jangan emosi dulu. Tolong beri saya waktu satu jam lagi untuk tahu di mana lokasi mereka yang sekarang.” Paul belum menemukan info yang akurat. Tidak adanya Jose di markas besar El Salvador, mengharuskan dia berbaur lebih lama di coffee shop yang biasa didatangi para anggota kelompok berbahaya itu.“Aku sudah menunggumu dua jam, Paul!” Alfreed yang sudah tidak sabar langsung menyentak. Kepalanya serasa mendidih membayangkan Jose terus menghabiskan waktu bersama Luisa.Tapi apapun ceritanya, Paul adalah rakyat sipil biasa. Dia bukan FBI atau CIA, jadi mana mungkin secepat kilat bisa mendapatkan informasi terkait keberadaan Luisa.“Tuan, di sini pun saya bertaruh nyawa untuk mencari tahu di mana keberadaan Nona Luisa. Jadi saya mohon, tolong bersab

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    30. Alfreed Menjemput Luisa

    Paul serasa mendengar bunyi gong tepat di telinganya. Matanya melotot tapi kepalanya justru pusing. Kaget dan takut muncul di saat nyawa baru menempel di jasad, sungguh keadaan yang menyiksa.“Tuan tidak salah?!” Lagi kalimat terbodoh lolos dari mulut Paul. “Kau?!” Alfred sampai bangkit dari sofa, melotot dan menunjuk wajah Paul. Ingin marah, tapi Alfreed akui perbuatannya kali ini memang agak sedikit bodoh. Jelas-jelas istrinya ada bersama pemimpin kartel berbahaya di Meksiko, tapi dia dengan entengnya menyuruh Paul menyewa hanya lima orang pengawal. Se-ahli apapun mereka, tetap saja akan kalah jika dibandingkan kekuatan El Savador. “Damn! Sialan! Semua ini gara-gara kau, Paul!” Merasa menemukan jalan buntu, Alfred akhirnya menyalahkan Paul, satu-satunya orang yang berperan penting atas hadirnya Luisa ke kehidupannya. Paul meringis, habislah hidupnya kalau sampai dia dipukul seperti kemarin. Bahkan luka di sudut bibirnya masih belum sembuh, Paul merabanya. “Maaf, Tuan ... Tolon

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    29. Dada Bidang Jose

    Perlakuan Jose begitu manis terhadap Luisa. Hingga wanita itu pun sangat menyayangkan untuk melepas Jose dari pelukannya. Rasa hangat dari tubuh Jose jelas memberinya ketenangan. Dada bidang dan perut kotak-kotak yang dipenuhi tattoo, ternyata tak semenyeramkan itu. Justru lebih hangat dari selimut bula Domba yang ada di apartemen Alfreed.‘Alfreed?’ Luisa mengerjapkan matanya lagi. Jelas yang memeluknya adalah Jose, kenapa dia malah teringat pria dingin yang tak pernah ada kelembutan itu.“Lu ... Kau menyukai dadaku?”Pertanyaan Jose membuat Luisa tersadar kalau sejak tadi ternyata dia sudah berulang kali mengusap bagian paling menonjol di tubuh sang pemimpin El Salvador.“Eh, ehm ... Ini, tattoo-mu, gambar apa?” Demi menutupi malu Luisa sengaja menanyakan tentang tattoo.“Ayo, kita masuk, dulu. Anginnya semakin dingin. Aku ceritakan di dalam.” Menarik Luisa hingga keduanya duduk di atas ranjang, Jose lantas membuka kemejanya. Bertelanjang dada tepat di hadapan Luisa.‘Astagaaa ...’

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    28. Cinta Pertama Luisa

    “Dia hamil?” Terkejut Alfreed.Kakek Scott menghela napas panjang.“Entahlah ... Lebih baik aku pulang daripada mati berdiri menghadapimu. Kau memang cucu sialan! Tidak bisa membiarkan aku bahagia sebentar saja.” Kakek melangkah hendak pergi.“Kek, tunggu! Jawab dulu pertanyaanku, dia benar-benar hamil?” Alfreed sungguh penasaran. Jika yang dikatakan kakeknya benar, mana mungkin Alfreed membiarkan Luisa di Meksiko, bersama pemimpin kelompok mengerikan pula.Kakek Scott tak menghentikan langkahnya.“Huh, untuk apa kau tanya? Kan tadi kau yang tidak peduli.”“Dia istriku, Kek, maka aku harus tahu!” Alfreed kesal pertanyaannya tak kunjung dijawab sang kakek.Dan kakek langsung menghentikan langkah begitu mendengar kata istri dari mulut Alfreed.“Istri kau bilang? Baguslah, akhirnya kau sadar juga dia siapa.”“Lalu apa jawabannya? Jangan berbelit-belit, kek! Dia hamil atau tidak???” Makin geram Alfreed dibuat sang kakek.“Jadi begini ya, cucuku yang bodoh ... Kau adalah orang pertama yan

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    27. Luisa Hamil?

    Jose melirik sepasang almond eyes yang berada tepat di sampingnya. Sesekali mata cantik itu terpejam, takut menyaksikan tontonan yang dianggap Jose seru, yang sedang terjadi di depannya. ‘Sepertinya aku salah. Tidak seharusnya aku mengajakmu menonton ini, Lu,’ batin Jose. Akhirnya Jose paham, bahwa Luisa memang tidak berubah. Dia tetap gadis kecil yang lembut, baik hati dan cengeng yang selalu mengadu dan memeluknya seperti saat mereka masih kecil dulu. Jadi mana mungkin Luisa tega melihat adegan penyiksaan Diana di hadapannya. “Lu, tadi kau menanyakan ayahmu ‘kan?” tanya Jose yang membuat fokus Luisa tak lagi pada Diana. “Iya. Di mana ayahku? Apa mereka tidak membawanya?” Jose tersenyum. “Ayo, ikut aku. Kita temui ayahmu.” Bangkit, Jose mengajak Luisa menemui ayahnya. Tak lupa dia membisikkan sesuatu pada Andres sebelum mereka pergi. “Lakukan apapun maumu asalkan mereka tidak terluka. Lalu lepaskan ketika sudah malam.” Jose mengajak Luisa naik ke lantai atas. Belok kanan, b

  • Istri Kontrak CEO incaran Tuan Mafia    26. Memotong Tangan Diana?

    “KAU!”Suara Jose menggema satu ruangan. Getarannya bahkan terasa hingga mengguncang otak si pendengar. Termasuk Luisa, semuanya jelas ketakutan. Bahkan vas yang berada tak jauh darinya seketika pecah. Refleks Diana melepaskan tangannya dari rambut Luisa. Wanita itu sungguh-sungguh sedang menggali kuburannya sendiri. Tanpa diberi perintah, sepuluh orang anak buah Jose menodongkan senjata ke kepala Diana, Selena dan juga Evan. Sudah jelas hidup mereka akan berakhir di tempat itu.Melangkah cepat, Jose menarik Luisa ke sisinya. Tak akan dia biarkan wanitanya berada dekat dengan si tua gila yang sudah bosan hidup itu.“Sakit?” tanya Jose lembut pada Luisa.Luisa menggeleng. Bukan karena tidak sakit, tapi sudah biasa dia diperlakukan begitu , jadi tak perlu dipermasalahkan.Namun jangan panggil namanya Tuan Muda Jose, jika dia membiarkan hal ini begitu saja. Sambil menahan emosi yang sudah ingin meluap sejak tadi, Jose memberi perintah,“Potong tangannya!”“Aaaaa ... Ampuuuun, Tuan ...

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status