Share

Bab 6. Pria Sialan

Lucas meremang sambil menggenggam erat ponselnya. Wajahnya mengeras menunjukkan kemarahannya.

"Ada apa, Tuan Lucas? Apa yang terjadi pada Nona Chiara?" tanya Albert mendekati tuannya.

Lucas menatap Albert. "Cepat siapkan mobil! Kita akan pergi ke rumahnya sekarang!"

"Baik, Tuan," jawab Albert tanpa membantah. Ia berlari mengerjakan perintah Lucas.

Napas Lucas memburu. Ia tidak akan membiarkan siapapun merampas incarannya. Jika ia menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkannya juga. Bagaimana pun caranya. Seperti halnya dengan Chiara. Ia akan mendapatkan gadis itu dan membuatnya tunduk padanya. 

***

Chiara terus menahan agar Patrick tidak memasukkan miliknya pada milik Chiara. Meski, wajahnya kini penuh memar dan luka karena pukulan serta tamparan Patrick.

"Berhenti, Patrick! Jangan lakukan itu," ucap Chiara berusaha untuk terus menjauhkan Patrick darinya. Ia tak mau merelakan hal berharganya yang telah ia jaga selama dua puluh dua tahun dirampas oleh pria berengsek itu begitu saja. Jika boleh memilih, lebih baik pria itu langsung saja membunuhnya daripada ia harus merasakan pelecehan yang memalukan dan menyakitkan seperti ini.

"Jalang! Singkirkan tanganmu!" Patrick menggertak marah karena Chiara terus menutupi bagian yang ranum dan indah itu dengan tangan, hingga mempersulitnya untuk menerbos bagian itu. Padahal kejantanan Patrick kini sudah kelaparan, ingin segera dipuaskan.

Chiara terisak pilu disertai air mata yang mengalir lebih deras. Ia bergeleng lemah saat Patrick kembali menamparnya.

"Sialan! Kau membuatku marah!" Tangan Patrick terangkat, hendak mendaratkan sebuah tamparan lagi di wajah Chiara.

Brakkk!!

Seseorang datang dengan menggebrak pintu keras, membuat pintu semakin terbuka lebar. Kedatangannya disusul oleh pria lain dari belakang.

Patrick seketika menoleh ke arah sumber suara dan mendengus. Ia memasukkan kembali kejantanannya ke celana, lalu berbalik. "Hoho... siapa ini?" tanyanya dengan tertawa merendahkan.

"Jadi, setelah putus denganku. Kau langsung jadi jalang untuk pria ini?" Patrick menunjuk ke arah Lucas dan melihat Chiara secara bergantian.

Lucas mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Sebelum ia menghujani pria berengsek di depannya itu dengan tinjunya, ia menyempatkan diri untuk melihat Chiara.

Chiara menutup bagian sensitifnya dengan tangan. Ia menghindari tatapan Lucas sambil menggigit bibirnya, menahan isakannya agar tak keluar. Keadaannya sekarang sungguh mengenaskan. Darah mengucur dari bibirnya yang terluka, wajahnya dipenuhi luka akibat keberingasan Patrick.

Lucas meringis melihat Chiara. Lalu perhatiannya kini teralihkan pada Patrick yang berdiri menghadapinya.

Patrick menjulurkan tangan, menyentuh jas Lucas dengan berkata remeh, "Siapa kau? Kau tampak kaku dan membosankan dengan jas ini. Sungguh tak cocok."

Lucas hanya membalas ucapan rancau Patrick dengan tatapan datar yang tajam. Ia tak suka ada yang menyentuh jasnya seperti ini, apalagi meremehkannya. Dengan gerakan cepat ia mencekal tangan Patrick yang terjulur padanya. Detik berikutnya terdengar suara patahnya tulang yang mengerikan, diikuti lolongan panjang kesakitan.

"Arghhh! Kau sudah gila! Kenapa kau mematahkan tanganku, sialan!" Patrick mengumpat sambil memegangi tangannya yang malang.

Lucas menyunggingkan sebuah senyuman tipis. "Aku benci tangan kotormu menyentuhku."

Bukannya Patrick diam, ia justru menantang Lucas. "Sialan kau! Apa urusanmu dengan Chiara?! Dia kekasihku!"

Lucas melirik Chiara sekilas. "Dulu begitu. Tapi, sejak hari ini aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh milikku."

"Albert, jangan diam saja! Beri Chiara pakaian dan bawa dia pergi!"

Albert yang berdiri memaku di ambang pintu menelan ludahnya dengan susah payah. Ia langsung bergerak dari tempatnya setelah mendengarkan titah Lucas.

"Baik, Tuan." Albert melakukan sesuai titah Lucas. Ia mengambil pakaian dari kamar Chiara, memberikannya kepada gadis itu tanpa menoleh karena ia menghargainya. Kemudian, ia mengajak Chiara untuk pergi ke mobil selagi Lucas menangani Patrick.

"Tapi... bagaimana dengan Tuan Lucas?" Di saat keadaan Chiara sudah sangat tidak baik, ia masih memiliki waktu untuk mengkhawatirkan orang lain.

Albert mendecakkan lidahnya. "Tuan Lucas bisa menanganinya. Apalagi hanya seekor semut. Lebih baik Nona pergi bersama saya di mobil. Jika tidak, Nona akan menyesal."

Ucapan Albert pada Chiara lebih sopan dari sebelumnya, meski tetap ketus.

Chiara tak menanggapi ucapan Albert lagi, ia menunduk sambil melangkah mengekor di belakang Albert. Sebelum ia pergi sepenuhnya, ia menoleh pada Lucas dalam diam.

Setelah Albert membawa Chiara pergi. Lucas menjadi lebih leluasa. Ia menarik napas bebas dan melepaskan jasnya. Sebuah senyum kembali menghinggapi bibir tipisnya.

"Mari kita bersenang-senang sekarang, dasar kotoran menjijikkan." Lucas bergerak mendekati Patrick.

Patrick yang masih mengasihani tangannya berubah berang karena ucapan merendahkan Lucas. Terlebih dari apapun, egonya lebih besar dan harus ia utamakan. Dengan cepat ia mengayunkan sebelah tangan yang lain untuk memukul Lucas. Sialnya, kali ini tinjunya berhasil ditangkis.

Lucas menyurutkan senyumnya. Tanpa aba-aba ia menghujani Patrick dengan pukulan dan tendangannya. Tanpa ampun, dan tanpa kelelahan. Lucas terus menyerang Patrick dan nyaris kalap.

"Ah... bagaimana ini? Kau bisa mati," tukas Lucas memasang wajah pura-pura takut, tapi ia kembali menendang Patrick hingga pria itu tersungkur di lantai. Darahnya mengotori lantai rumah Chiara.

"Aku camkan lagi padamu. Jangan menyentuh milikku lagi! Kalau kau tetap ingin memancingku, silahkan. Aku akan membuatmu menyesal!" sambung Lucas dipenuhi ancaman dan kemarahannya.

Patrick mengangkat satu tangan tanda ia menyerah. "Baiklah. Aku akan berhenti mengganggunya."

"Pergi dari hadapanku sekarang!"

"Apa katamu?"

"Pergi!" sentak Lucas tak main-main.

Melihat kemarahan seseorang yang begitu menyeramkan, membuat Patrick berdiri ketakutan. Ia membuang ludahnya yang bercampur darah kemudian memaksakan diri untuk pergi dengan menyeret langkah.

Lucas luruh ke lantai setelah ia tinggal sendirian. Tangannya bergetar. Pandangannya kemudian menyapu sekeliling. Tampak atap yang berlubang sehingga cahaya yang berasal dari sinar matahari ikut masuk dan jatuh pada lantai. Dindingnya mengelupas, bahkan ada bagian yang berlobang. Hanya ada satu jendela di ruangan yang sempit ini, ukurannya pun juga kecil. Semuanya tampak kusam, kecuali kursi kayu di sisinya yang masih tampak baru.

Lucas mendesah pelan, "Jadi dia tinggal di rumah tak layak seperti ini."

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status