Lucas meremang sambil menggenggam erat ponselnya. Wajahnya mengeras menunjukkan kemarahannya.
"Ada apa, Tuan Lucas? Apa yang terjadi pada Nona Chiara?" tanya Albert mendekati tuannya.
Lucas menatap Albert. "Cepat siapkan mobil! Kita akan pergi ke rumahnya sekarang!"
"Baik, Tuan," jawab Albert tanpa membantah. Ia berlari mengerjakan perintah Lucas.
Napas Lucas memburu. Ia tidak akan membiarkan siapapun merampas incarannya. Jika ia menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkannya juga. Bagaimana pun caranya. Seperti halnya dengan Chiara. Ia akan mendapatkan gadis itu dan membuatnya tunduk padanya.
***Chiara terus menahan agar Patrick tidak memasukkan miliknya pada milik Chiara. Meski, wajahnya kini penuh memar dan luka karena pukulan serta tamparan Patrick."Berhenti, Patrick! Jangan lakukan itu," ucap Chiara berusaha untuk terus menjauhkan Patrick darinya. Ia tak mau merelakan hal berharganya yang telah ia jaga selama dua puluh dua tahun dirampas oleh pria berengsek itu begitu saja. Jika boleh memilih, lebih baik pria itu langsung saja membunuhnya daripada ia harus merasakan pelecehan yang memalukan dan menyakitkan seperti ini.
"Jalang! Singkirkan tanganmu!" Patrick menggertak marah karena Chiara terus menutupi bagian yang ranum dan indah itu dengan tangan, hingga mempersulitnya untuk menerbos bagian itu. Padahal kejantanan Patrick kini sudah kelaparan, ingin segera dipuaskan.
Chiara terisak pilu disertai air mata yang mengalir lebih deras. Ia bergeleng lemah saat Patrick kembali menamparnya.
"Sialan! Kau membuatku marah!" Tangan Patrick terangkat, hendak mendaratkan sebuah tamparan lagi di wajah Chiara.
Brakkk!!
Seseorang datang dengan menggebrak pintu keras, membuat pintu semakin terbuka lebar. Kedatangannya disusul oleh pria lain dari belakang.
Patrick seketika menoleh ke arah sumber suara dan mendengus. Ia memasukkan kembali kejantanannya ke celana, lalu berbalik. "Hoho... siapa ini?" tanyanya dengan tertawa merendahkan.
"Jadi, setelah putus denganku. Kau langsung jadi jalang untuk pria ini?" Patrick menunjuk ke arah Lucas dan melihat Chiara secara bergantian.
Lucas mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Sebelum ia menghujani pria berengsek di depannya itu dengan tinjunya, ia menyempatkan diri untuk melihat Chiara.
Chiara menutup bagian sensitifnya dengan tangan. Ia menghindari tatapan Lucas sambil menggigit bibirnya, menahan isakannya agar tak keluar. Keadaannya sekarang sungguh mengenaskan. Darah mengucur dari bibirnya yang terluka, wajahnya dipenuhi luka akibat keberingasan Patrick.
Lucas meringis melihat Chiara. Lalu perhatiannya kini teralihkan pada Patrick yang berdiri menghadapinya.
Patrick menjulurkan tangan, menyentuh jas Lucas dengan berkata remeh, "Siapa kau? Kau tampak kaku dan membosankan dengan jas ini. Sungguh tak cocok."
Lucas hanya membalas ucapan rancau Patrick dengan tatapan datar yang tajam. Ia tak suka ada yang menyentuh jasnya seperti ini, apalagi meremehkannya. Dengan gerakan cepat ia mencekal tangan Patrick yang terjulur padanya. Detik berikutnya terdengar suara patahnya tulang yang mengerikan, diikuti lolongan panjang kesakitan.
"Arghhh! Kau sudah gila! Kenapa kau mematahkan tanganku, sialan!" Patrick mengumpat sambil memegangi tangannya yang malang.
Lucas menyunggingkan sebuah senyuman tipis. "Aku benci tangan kotormu menyentuhku."
Bukannya Patrick diam, ia justru menantang Lucas. "Sialan kau! Apa urusanmu dengan Chiara?! Dia kekasihku!"
Lucas melirik Chiara sekilas. "Dulu begitu. Tapi, sejak hari ini aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh milikku."
"Albert, jangan diam saja! Beri Chiara pakaian dan bawa dia pergi!"
Albert yang berdiri memaku di ambang pintu menelan ludahnya dengan susah payah. Ia langsung bergerak dari tempatnya setelah mendengarkan titah Lucas.
"Baik, Tuan." Albert melakukan sesuai titah Lucas. Ia mengambil pakaian dari kamar Chiara, memberikannya kepada gadis itu tanpa menoleh karena ia menghargainya. Kemudian, ia mengajak Chiara untuk pergi ke mobil selagi Lucas menangani Patrick.
"Tapi... bagaimana dengan Tuan Lucas?" Di saat keadaan Chiara sudah sangat tidak baik, ia masih memiliki waktu untuk mengkhawatirkan orang lain.
Albert mendecakkan lidahnya. "Tuan Lucas bisa menanganinya. Apalagi hanya seekor semut. Lebih baik Nona pergi bersama saya di mobil. Jika tidak, Nona akan menyesal."
Ucapan Albert pada Chiara lebih sopan dari sebelumnya, meski tetap ketus.
Chiara tak menanggapi ucapan Albert lagi, ia menunduk sambil melangkah mengekor di belakang Albert. Sebelum ia pergi sepenuhnya, ia menoleh pada Lucas dalam diam.
Setelah Albert membawa Chiara pergi. Lucas menjadi lebih leluasa. Ia menarik napas bebas dan melepaskan jasnya. Sebuah senyum kembali menghinggapi bibir tipisnya.
"Mari kita bersenang-senang sekarang, dasar kotoran menjijikkan." Lucas bergerak mendekati Patrick.
Patrick yang masih mengasihani tangannya berubah berang karena ucapan merendahkan Lucas. Terlebih dari apapun, egonya lebih besar dan harus ia utamakan. Dengan cepat ia mengayunkan sebelah tangan yang lain untuk memukul Lucas. Sialnya, kali ini tinjunya berhasil ditangkis.
Lucas menyurutkan senyumnya. Tanpa aba-aba ia menghujani Patrick dengan pukulan dan tendangannya. Tanpa ampun, dan tanpa kelelahan. Lucas terus menyerang Patrick dan nyaris kalap.
"Ah... bagaimana ini? Kau bisa mati," tukas Lucas memasang wajah pura-pura takut, tapi ia kembali menendang Patrick hingga pria itu tersungkur di lantai. Darahnya mengotori lantai rumah Chiara.
"Aku camkan lagi padamu. Jangan menyentuh milikku lagi! Kalau kau tetap ingin memancingku, silahkan. Aku akan membuatmu menyesal!" sambung Lucas dipenuhi ancaman dan kemarahannya.
Patrick mengangkat satu tangan tanda ia menyerah. "Baiklah. Aku akan berhenti mengganggunya."
"Pergi dari hadapanku sekarang!"
"Apa katamu?"
"Pergi!" sentak Lucas tak main-main.
Melihat kemarahan seseorang yang begitu menyeramkan, membuat Patrick berdiri ketakutan. Ia membuang ludahnya yang bercampur darah kemudian memaksakan diri untuk pergi dengan menyeret langkah.
Lucas luruh ke lantai setelah ia tinggal sendirian. Tangannya bergetar. Pandangannya kemudian menyapu sekeliling. Tampak atap yang berlubang sehingga cahaya yang berasal dari sinar matahari ikut masuk dan jatuh pada lantai. Dindingnya mengelupas, bahkan ada bagian yang berlobang. Hanya ada satu jendela di ruangan yang sempit ini, ukurannya pun juga kecil. Semuanya tampak kusam, kecuali kursi kayu di sisinya yang masih tampak baru.
Lucas mendesah pelan, "Jadi dia tinggal di rumah tak layak seperti ini."
-Bersambung-Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad