Home / Romansa / Istri Kontrak Sang Hafidz / Hati yang Diam-Diam Berdoa

Share

Hati yang Diam-Diam Berdoa

Author: Zie - SONURA
last update Last Updated: 2025-11-15 22:05:05

Hari-hari berjalan seperti biasa. Tak ada pengakuan, tak ada pernyataan, tapi hubungan kami tumbuh dalam diam. Ada kenyamanan yang perlahan tumbuh dari kebiasaan. Dari doa-doa yang tak diucapkan terang-terangan, tapi mungkin sama-sama dipanjatkan dalam sujud yang sunyi.

Pagi itu, selepas subuh, aku sedang melipat sajadah saat Rayyan menghampiri.

“Insya Allah siang nanti aku ada undangan ngisi kajian di kampus,” katanya sambil mengenakan peci.

Aku mengangguk. “Mau disiapin pakaian atau makan dulu, Kak?”

“Kalau bisa, dibawain bekal. Aku pulangnya sore.”

Aku tersenyum kecil. “Siap, nanti aku siapkan.”

Rayyan menatapku sejenak, lalu mengangguk. “Terima kasih.”

Aku hanya mengangguk pelan. Kata “terima kasih”-nya selalu terdengar tulus, seperti bentuk penghargaan, bukan formalitas.

---

Siangnya, aku menyiapkan bekal sederhana: nasi, ayam panggang, sambal, dan potongan buah. Aku tuliskan catatan kecil di atas tutup kotak makan: *"Semoga syafaat ilmu ini jadi amal jariyah. Barakallah, Kak Rayyan."*

Rayyan menerimanya sambil tersenyum. “Doanya mahal banget, ya,” godanya pelan.

Aku hanya tersenyum tanpa menjawab.

Ia berangkat dengan motor, membawa bekal dan doa yang diam-diam kukirimkan dalam hati. Entah sejak kapan, aku mulai mengkhawatirkan dirinya seperti ini. Bukan hanya sebagai suami, tapi sebagai laki-laki yang diam-diam mulai mengisi ruang-ruang kosong dalam hatiku.

---

Menjelang sore, aku membuka aplikasi Qur’an di ponsel dan membaca surah favoritku: Ar-Rahman. Saat sampai di ayat *“Fabi ayyi aalaaa’i Rabbikumaa tukazzibaan,”* air mataku menetes.

Bukankah begitu banyak nikmat yang telah Dia beri, tapi aku masih sering meragukan jalan-Nya?

Aku menulis di jurnal:

_"Hari ini aku hanya ingin belajar ikhlas. Jika aku memang ditakdirkan hanya menjadi bagian dari perjalanannya, bukan masa depannya, semoga aku tetap bisa mendoakannya dengan tulus. Tapi jika Allah menyatukan hati kami... aku harap itu bukan karena cinta biasa, tapi karena Dia ridha."_

---

Sore itu, Rayyan pulang agak larut. Ia terlihat lelah tapi tetap tersenyum saat melepas sepatu.

“Banyak yang nanya, aku udah nikah apa belum,” katanya santai.

Aku berhenti menyapu. “Kak jawab apa?”

Rayyan duduk di kursi dan melepas pecinya. “Aku bilang sudah. Tapi mereka heran karena aku nggak pernah unggah apa-apa tentang istri.”

Aku tertawa kecil. “Mereka pengin lihat istri Kak Rayyan?”

“Katanya sih gitu. Tapi aku bilang, istri bukan untuk dipamerkan. Dia dijaga, bukan diumbar.”

Aku terdiam. Hatiku terasa hangat. Kalimat itu sederhana, tapi rasanya seperti pelindung.

“Mau teh hangat?” tanyaku.

“Iya, kalau gak merepotkan.”

Aku segera membuat teh jahe, lalu menghidangkannya. Ia menerimanya sambil berkata pelan, “Aku suka aromanya. Kayak rumah.”

Aku hanya tersenyum. Aku tahu, kata-katanya sering singkat, tapi selalu meninggalkan makna panjang dalam hati.

---

Malamnya, saat aku akan menutup jendela kamar, aku melihat Rayyan duduk di ruang tamu sambil membuka buku. Aku ragu untuk keluar, tapi tiba-tiba ia memanggil.

“Alya... kamu punya waktu sebentar?”

Aku keluar perlahan. “Ada apa, Kak?”

Ia menunjuk sofa di seberangnya. Aku duduk, menjaga jarak, seperti biasa.

“Aku cuma ingin bilang... terima kasih,” katanya.

Aku menoleh. “Untuk apa?”

“Untuk banyak hal. Menjaga rumah. Menjaga dirimu. Tidak menuntut macam-macam. Aku tahu ini bukan pernikahan ideal, tapi kamu menjalaninya dengan sabar.”

Aku menunduk. Hatiku mencengkeram sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.

“Aku juga sedang belajar, Kak. Belajar memahami takdir.”

Kami diam beberapa saat.

Lalu ia berkata, “Kadang aku takut, Alya...”

“Tapi Kak Rayyan takut apa?”

“Aku takut melukai. Takut kamu berharap lebih.”

Aku menatapnya pelan. “Aku tidak berharap apa-apa... selain agar Allah ridha.”

Ia mengangguk pelan. “Itu doa yang paling aku sukai.”

---

Malam itu, aku kembali menulis:

_"Ada perasaan yang tidak perlu diucapkan. Karena kalau memang ditakdirkan, Allah pasti akan menjadikannya nyata. Tapi untuk saat ini, biarlah rasa ini jadi bagian dari doa diamku. Karena jika aku mencintainya karena Allah, maka aku tidak perlu meminta—cukup menjaga."_

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Masa Depan Yang Terukir

    Senja mulai merona di ufuk barat, menebar keemasan yang hangat menyelimuti kota kecil itu. Damar berdiri di depan jendela, memandangi langit yang mulai gelap. Hari-hari penuh tantangan telah dilalui, namun kini ada rasa tenang yang perlahan mengisi hatinya. Alya, istrinya, duduk di sofa dengan senyum manis menghias wajahnya. “Damar, kau lihat? Semua yang kita lewati, akhirnya membawa kita ke sini.” Damar mengangguk, lalu meraih tangan Alya. “Iya, aku bersyukur kau selalu ada di sampingku. Masa depan ini bukan hanya milikku, tapi milik kita bersama.” Alya tersenyum lebih lebar, matanya berkilat haru. “Aku percaya, apa pun yang terjadi nanti, selama kita bersama, semuanya akan baik-baik saja.” Di sudut ruangan, Damar membuka album foto. Terlihat foto-foto mereka dari awal pernikahan sampai sekarang. Ada tawa, ada air mata, tapi semuanya adalah kisah yang membentuk masa depan mereka.

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Awal Dari Segalanya

    Pagi itu, cahaya mentari perlahan menyusup melalui jendela kamar, mengusir sisa gelap malam yang enggan pergi. Damar membuka matanya, menyadari bahwa semua yang telah terjadi bukan sekadar mimpi—melainkan perjalanan hidup yang nyata dan penuh makna. Segala luka, perjuangan, dan harapan yang terjalin erat di antara dirinya dan Alya kini menjadi fondasi kuat yang tak tergoyahkan. Ia tahu, masa depan bukan sekadar harapan kosong, tapi lukisan indah yang harus mereka ukir bersama dengan kesabaran dan cinta. Alya, di sisi lain, menatap Damar dengan penuh keyakinan. Perempuan yang dulu pernah ragu kini telah berubah menjadi sosok yang tegar dan penuh harapan. Mereka berdua berdiri di ambang babak baru, siap menghadapi segala tantangan yang datang dengan kepala tegak dan hati yang terbuka. “Dari segalanya yang telah kita lalui,” ucap Damar pelan, “aku yakin kita bisa melangkah ke depan tanpa rasa takut.” Alya menggenggam tanga

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Harapan di Ujung Senja

    Sore itu, langit berwarna jingga keemasan, seolah memberi harapan baru di ujung hari. Alya duduk di teras rumah, memandang jauh ke arah cakrawala yang mulai gelap. Hatinya campur aduk, antara harap dan ragu. Damar datang menghampiri, wajahnya penuh kelelahan tapi mata itu tetap lembut melihat Alya. "Alya, aku tahu semua ini berat buat kita. Tapi aku janji, aku akan berusaha jadi suami yang lebih baik." Alya menatapnya, ada getir yang mencoba disembunyikan, "Damar, aku nggak mau terus-terusan jadi istri kontrak yang cuma numpang lewat di hidupmu. Aku ingin ada masa depan." Damar menghela napas panjang, "Aku paham. Kita harus bicarakan semuanya dengan jujur, tanpa ada rahasia." Mata Alya mulai berkaca-kaca. "Aku ingin percaya, Damar. Tapi hati ini juga pernah terluka." Damar meraih tangan Alya, menggenggamnya erat, "Percayalah, aku ingin kita bisa mulai ulang. Aku mau kamu jadi istriku yang sah, bukan cuma kont

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Gelombang Perubahan (Part 2)

    Seiring pagi menyapa, Arif menatap langit dari jendela kamarnya. Hatinya berkecamuk, antara harap dan ragu. Semua yang terjadi belakangan ini seolah memaksanya untuk berubah, untuk mengambil langkah yang selama ini ia tunda. Pintu kamar diketuk pelan. Zila masuk dengan senyum tipis, membawa secangkir teh hangat. “Arif, kamu sudah sarapan? Aku buat teh hangat, biar kamu kuat menjalani hari,” ucap Zila lembut. Arif mengangguk, menerima teh itu. “Terima kasih, Zila. Aku cuma bingung… tentang semua ini.” Zila duduk di sampingnya, menggenggam tangan Arif. “Kita tidak sendiri, Arif. Kita hadapi bersama. Perubahan memang sulit, tapi aku yakin kamu bisa.” Senyum tipis kembali muncul di wajah Arif. “Kalau kamu selalu di sini, aku yakin bisa.” Tiba-tiba ponsel Arif bergetar. Pesan dari Alya masuk: *“Ada kabar penting. Kita perlu bertemu malam ini.”* Arif dan Zila saling pandang. Ada sesuat

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Janji Yang Tak Diucap

    Pagi itu, suasana toko tenang. Alya duduk di kasir sambil menata beberapa struk. Damar datang membawa dua gelas kopi. Damar: "Tumben nggak sibuk?" Alya: "Lagi sepi… dan aku jadi kepikiran sesuatu." Damar duduk di sampingnya, menatap lekat. Damar: "Apa?" Alya ragu sejenak. "Tentang kamu." Damar tertawa kecil. "Tentang aku? Serius amat." Alya menunduk. "Kamu selalu ada dari awal. Tapi… aku belum pernah benar-benar bilang makasih." Damar menatap Alya. Tak ada kata, hanya tatapan yang tenang dan hangat. Alya melanjutkan, pelan. "Aku nggak tahu apa arti semua ini buatmu. Tapi untukku… kehadiranmu itu lebih dari cukup." Damar tersenyum. "Aku nggak nunggu kamu bilang makasih, Alya. Aku ada di sini bukan karena kamu minta… tapi karena aku mau." Alya terdiam. Ada banyak kata dalam hatinya, tapi ia memilih menyimpannya.

  • Istri Kontrak Sang Hafidz    Awal Baru

    Pagi itu, suasana di rumah Alya berbeda. Cahaya matahari masuk hangat lewat jendela, menandai permulaan baru. Damar masuk membawa dua gelas teh. Damar: "Selamat pagi, calon pengusaha besar." Alya tertawa kecil. "Aamiin. Tapi pelan-pelan dulu, ya. Satu langkah satu waktu." Mereka duduk bersama, membuka laptop yang berisi rencana ekspansi: toko offline pertama di kota sebelah. Zila masuk sambil membawa map tebal. Zila: "Ini proposal kerja sama dari investor lokal. Katanya tertarik karena branding kita makin kuat." Alya membaca pelan-pelan, lalu menatap keduanya. Alya: "Aku gak nyangka… semua ini mulai dari nol. Sekarang kita mulai babak baru." Damar: "Dan kita mulai bukan karena keberuntungan, tapi karena keberanian kamu buat bangkit." Alya tersenyum. "Mari kita buka lembar baru. Semoga jalan ini berkah." ---

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status