Hari-hari berjalan seperti biasa. Tak ada pengakuan, tak ada pernyataan, tapi hubungan kami tumbuh dalam diam. Ada kenyamanan yang perlahan tumbuh dari kebiasaan. Dari doa-doa yang tak diucapkan terang-terangan, tapi mungkin sama-sama dipanjatkan dalam sujud yang sunyi.Pagi itu, selepas subuh, aku sedang melipat sajadah saat Rayyan menghampiri.“Insya Allah siang nanti aku ada undangan ngisi kajian di kampus,” katanya sambil mengenakan peci.Aku mengangguk. “Mau disiapin pakaian atau makan dulu, Kak?”“Kalau bisa, dibawain bekal. Aku pulangnya sore.”Aku tersenyum kecil. “Siap, nanti aku siapkan.”Rayyan menatapku sejenak, lalu mengangguk. “Terima kasih.”Aku hanya mengangguk pelan. Kata “terima kasih”-nya selalu terdengar tulus, seperti bentuk penghargaan, bukan formalitas.---Siangnya, aku menyiapkan bekal sederhana: nasi, ayam panggang, sambal, dan potongan buah. Aku tuliskan catatan kecil di
Last Updated : 2025-11-15 Read more