Share

Bab 46 Benih Penghianatan

Author: Luna Maji
last update Huling Na-update: 2025-07-14 12:25:59

Lonceng di atas pintu berdenting lembut untuk ketiga kalinya minggu ini dengan aura yang sama. Meri yang tengah menyortir biji chamomile tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.

“Let me guess. Kamu kehabisan teh penenang?” katanya sambil tetap membelakangi pintu.

“Teh penenang? Bisa jadi. Tapi jujur, aku lebih penasaran sama yang bikin kamu tenang.”

Julian masih berdiri di ambang pintu toko.

Lalu ia berjalan masuk tanpa tergesa, mengenakan jaket kulit gelap dan syal tipis. Rambutnya lebih teratur hari ini, dan ekspresinya lebih kalem dari biasanya. Bukannya menggoda atau bermain-main, ia tampak sungguh-sungguh—dan sedikit lelah.

“Kalau kamu terus ke sini, orang bisa mengira kamu lagi kena pelet,” gumam Meri, akhirnya menoleh.

Julian tersenyum, lalu duduk di kursi kayu di dekat rak kristal. “Bisa jadi aku memang kena sihir. Tapi mungkin bukan pelet.”

“Lalu apa?” Meri menaikkan alis.

“Rasa penasaran,” jawab Julian pelan. “Kamu tahu nggak, terakhir kali aku lihat Adrian sebelum pi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 47 Di Balik Tirai yang Baru Terbuka

    Meri sedang duduk sendirian di sudut kafe, di antara aroma teh melati dan suara sendok kecil yang beradu pelan dengan cangkir. Ia mencatat sesuatu di bukunya—bukan jurnal pribadi, tapi catatan kasar tentang nama-nama dari keluarga Vale yang pernah disebut Neneknya. Potongan masa lalu yang belum lengkap.Pintu restoran terbuka. Angin sore berdesir pelan saat sosok jangkung masuk dengan mantel gelap dan tas kerja di tangan.Dr. Zhu berhenti sejenak, mengenali wajah yang dikenalnya. “Meri?”Meri menoleh, sedikit terkejut tapi tidak keberatan. “Dr. Zhu. Mau duduk?”Ia mengangguk dan menarik kursi di depannya. “Aku tidak tahu kau suka tempat seperti ini.”Meri tersenyum kecil. “Tempat tenang bikin mikir lebih jernih. Kadang susah nyambung logika kalau terlalu ramai.”Zhu menatapnya, pandangannya seperti menyimpan sesuatu yang belum ia katakan. “Kau menulis sesuatu?”“Catatan,” jawab Meri cepat. Lalu ia menambahkan, “Tentang keluarga Vale.”Zhu menggenggam cangkir yang baru saja diantarkan

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 46 Benih Penghianatan

    Lonceng di atas pintu berdenting lembut untuk ketiga kalinya minggu ini dengan aura yang sama. Meri yang tengah menyortir biji chamomile tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.“Let me guess. Kamu kehabisan teh penenang?” katanya sambil tetap membelakangi pintu.“Teh penenang? Bisa jadi. Tapi jujur, aku lebih penasaran sama yang bikin kamu tenang.”Julian masih berdiri di ambang pintu toko.Lalu ia berjalan masuk tanpa tergesa, mengenakan jaket kulit gelap dan syal tipis. Rambutnya lebih teratur hari ini, dan ekspresinya lebih kalem dari biasanya. Bukannya menggoda atau bermain-main, ia tampak sungguh-sungguh—dan sedikit lelah.“Kalau kamu terus ke sini, orang bisa mengira kamu lagi kena pelet,” gumam Meri, akhirnya menoleh.Julian tersenyum, lalu duduk di kursi kayu di dekat rak kristal. “Bisa jadi aku memang kena sihir. Tapi mungkin bukan pelet.”“Lalu apa?” Meri menaikkan alis.“Rasa penasaran,” jawab Julian pelan. “Kamu tahu nggak, terakhir kali aku lihat Adrian sebelum pi

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 45 Sepupu yang Datang dengan Senyuman (2)

    Montclair Group — Ruang Rapat EksekutifSorotan lampu di langit-langit menyinari ruangan panjang dengan jendela kaca setinggi langit-langit, memperlihatkan langit kota yang berawan. Para direktur duduk tegak, sebagian membolak-balik dokumen presentasi. Di ujung meja, Adrian duduk dengan tubuh condong ke depan, jas hitamnya rapi, ekspresinya tenang—namun matanya waspada.Di sisi seberang, Julian berdiri dengan satu tangan di saku celana, tangan lainnya mengarahkan pointer laser ke layar presentasi.“...dan berdasarkan pendekatan regional yang saya adaptasi dari strategi Asia-Pasifik, kami berhasil menutup kesepakatan dengan dua distributor utama dalam waktu kurang dari empat belas hari,” katanya santai. “Margin laba naik 6,7 persen di kuartal ini saja. Dengan sedikit penyesuaian di lini logistik, proyeksi untuk tahun depan bisa naik dua digit.”Beberapa direktur mengangguk setuju. Salah satu dari mereka berbisik ke rekan di sebelahnya, “Anak ini tahu apa yang dia lakukan.”Nenek Montcl

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 44 Sepupu yang Datang dengan Senyuman

    Langit Vileria masih kelabu ketika Julian Vale melangkah ke lantai eksekutif Montclair Group, mengenakan jas arang dengan potongan presisi dan jam tangan kulit klasik yang membingkai pergelangan tangannya. Senyumnya tenang, langkahnya stabil, dan tangannya menggenggam berkas laporan yang baru dikompilasi semalam.Rapat pagi berlangsung padat. Salah satu mitra distribusi dari Asia Tenggara melaporkan kendala bea cukai yang menghambat pengiriman. Beberapa staf mulai saling lempar tanggung jawab. Di tengah atmosfer rapat yang tegang, Adrian Montclair duduk di kepala meja—tegak, tajam, dan tak tergoyahkan.“Langkah korektif pertama,” ucap Julian dengan nada datar namun jelas. “Alihkan pengiriman berikutnya lewat Vietnam Selatan. Saya sudah kontak mitra lokal yang siap bantu distribusi dengan biaya tambahan. Detailnya ada di lampiran ini.”Ia menggeser map ke arah kepala divisi logistik yang langsung menyambarnya.“Untuk jangka panjang,” lanjut Julian, “kita butuh distributor cadangan yang

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 43 Mengurai Benang-Benang Lama

    Meri duduk di pojok sofa. Di pangkuannya, secangkir teh yang sudah mendingin. Ia belum menyentuhnya.Adrian berdiri tak jauh. Sorot matanya tajam, tapi pikirannya jelas belum selesai mencerna kejadian saat makan malam tadi.“Dia tahu banyak,” kata Meri akhirnya.Adrian menoleh, lalu mengangguk pelan. “Terlalu banyak.”“Waktu dia ke toko, dia membeli ramuan penenang, tapi nggak ngomong apa-apa lagi.”Adrian berjalan mendekat, mengambil cangkir dari tangan Meri dan meletakkannya di meja. “Dia bilang apa soal darah?”Meri menatap matanya. “Katanya... ‘Rasa pedas begini cuma bisa dinikmati oleh orang dengan darah yang sama. Kau tahu, Meri, darah kita serupa.’”Ruangan mendadak terasa lebih dingin.Adrian menarik napas pendek. “Itu bukan basa-basi. Dia sedang uji coba.”Meri menyandarkan punggung. “Apa ada kemungkinan dia tahu tentang perjanjian darah itu?”Adrian menatap kosong ke jendela. “Julian. Entahlah. Dia dulu tinggal di manor juga waktu kecil.”“Kamu akrab?” tanya Meri pelan.“Kam

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 42 Pertemuan Keluarga yang Dingin

    Julian menyapa dengan senyum tipis yang nyaris terlalu ramah. “Halo, sepupu.”Lucien yang sedang duduk langsung menoleh. Alisnya terangkat, refleks berdiri dengan tangan masih memegang laporan. Suasana ruangan mendadak sunyi. Hanya suara jarum jam di dinding yang berdetak pelan, terdengar terlalu jelas.Adrian memutar tubuhnya perlahan dari jendela, menatap pria yang kini berdiri di ambang pintu dengan jas abu gelap dan rambut disisir rapi ke belakang. Tatapannya datar, tapi sorot matanya tajam.“Julian?” nada Adrian nyaris datar, tapi ada ujung tak percaya. “Kenapa kamu di sini?”Julian mengangkat bahu kecil. “Sudah lama kan aku tidak pulang.”Lucien melihat ke Adrian sejenak, lalu tanggap. “Aku... aku keluar dulu. Laporan lengkapnya nanti kususulkan lewat email.”Ia buru-buru mengemasi berkas dan melangkah pergi, menutup pintu dengan bunyi klik yang lembut, tapi terasa seperti segel antara dua garis keturunan yang lama tak bersentuhan.Julian melangkah masuk lebih jauh tanpa diundan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status