“Minumlah.” Kai meletakkan cangkir berisi coklat hangat di meja.Anna hanya melirik cangkir itu. Dia masih diam dan tak mau menatap pada Kai.“Pulanglah lebih awal kalau perasaanmu masih buruk,” ucap Kai lagi.Namun, meski Kai berusaha mengajak Anna bicara, istrinya itu tetap saja diam.Kai juga bingung, bagaimana caranya menghadapi Anna yang pendiam. Anna begitu tertutup, bahkan seperti sulit untuk percaya pada orang lain.“Ada masalah apa sebenarnya sampai lututmu terluka dan pipimu merah?” tanya Kai mulai tak sabar karena Anna tak merespon semua pertanyaannya.“Memangnya Anda peduli.” Anna akhirnya bicara, tapi tatapan matanya memperlihatkan rasa kesal.Anna melihat Kai diam, lalu dia kembali bicara. “Anda saja tidak peduli dengan statusku, untuk apa Anda peduli padaku?”Kai masih menatap datar. Dia mencoba memahami maksud perkataan Anna.“Aku hanya istri simpanan, istri yang dinikahi karena aku punya hutang. Jika Anda ingin aku segera melunasi hutangku, harusnya Anda segera melaku
Anna masih kesal pada Kai. Bahkan sepanjang perjalanan mereka pulang, Anna masih tidak mau bicara pada pria itu. Anna merasa tak bisa percaya sepenuhnya pada pria itu.Anna juga tidak peduli, lagi pula Kai juga tidak mengajaknya bicara. Untuk apa dia membuka suara?Begitu mobil sampai di depan rumah. Anna langsung turun dan mengabaikan Kai.Kai sampai bingung dengan sikap Anna. Bukankah seharusnya Anna takut padanya, kenapa malah seperti sebaliknya.Anna langsung pergi ke kamarnya. Dia tidak mengunci pintu kamarnya, Anna duduk di sofa lalu menghela napas kasar berkali-kali untuk menenangkan emosinya yang terus meluap seharian ini.Anna diam berpikir. Apa dia keterlaluan pada Kai? Bagaimana kalau Kai marah lalu membatalkan perjanjian mereka? Namun, itu salah Kai juga. Salah siapa pria itu tidak peduli, bahkan Kai sudah membuat Anna terjebak dalam masalah di kantor, menjadi bahan pergunjingan semua orang. Kalau Anna diperbolehkan bekerja di kafe seperti dulu, bukankah Anna tidak perlu
“Kenapa kamu sangat ceroboh?” Kai menekan jari Anna yang terluka, lalu segera mengajak Anna duduk ke sofa.Anna terkejut, kenapa Kai mengatainya ceroboh sedangkan dia jelas-jelas terkejut. Salah siapa pria itu muncul tiba-tiba dalam kegelapan.Kai meminta Anna duduk, sedangkan dia mengambil obat yang tersedia di ruang kerjanya.“Lain kali hati-hati,” ucap Kai seraya ingin mengobati luka di jari Anna.“Aku bisa sendiri.” Anna hendak menarik tangannya, tapi Kai sudah lebih dulu menahannya.Kai menatap datar, lalu memaksa untuk tetap mengobati jari Anna.Anna semakin kesal, merasa jika Kai memang kasar.“Akan kuganti gelasnya.” Kai langsung menatap pada Anna. Seraya mengobati luka Anna, Kai berkata, “Kamu pikir mampu membeli gelas itu?!”Anna mengepalkan satu telapak tangan mendengar ucapan Kai. Apa pria ini sedang menghinanya? Mengingatkannya kalau dia bukan siapa-siapa di rumah ini?Kai terdiam sesaat. Dia baru saja menyadari jika sudah keterlaluan dalam bicara.Anna terkesiap mendeng
Anna keluar dari ruangan menuju pantry untuk membuatkan Kai kopi. Saat dia berpapasan dengan staff wanita, Anna merasakan kalau staff itu memandang jijik padanya.Anna sudah bisa menebak penilaian staff itu padanya, dia tidak peduli dan memilih mengabaikan.Saat akan masuk pantry, Anna kembali bertemu dua staff yang tertawa keluar dari pantry. Dua staff itu langsung berhenti tertawa ketika melihat Anna, tatapan mata staff itu sama dengan tatapan staff yang tadi Anna temui, tatapan jijik.Anna tetap tersenyum ramah. Dia masuk ke pantry lalu menyalakan pemanas air dan mulai menakar kopi.“Memang benar, ya. Ternyata kerja lewat jalur belakang tuh enak. Nggak perlu skill juga bisa kerja, malahan bisa gajian setara dengan yang kerja keras melalui interview khusus,” cibir salah satu staff.Anna mendengar apa yang dibicarakan para staff itu, tapi dia berusaha tenang.Dua staff itu kesal karena Anna tidak merespon sindiran mereka, bukankah seharusnya Anna kesal lalu menyerang mereka, agar mer
Di perusahaan. Tian mengetuk pintu ruang kerja Kai. Dia masuk setelah mendengar suara atasannya itu mempersilakan.“Anda tidak makan siang, Pak?” tanya Tian karena Kai tidak keluar dari ruangan sama sekali, padahal Anna sudah meninggalkan ruangan.“Tidak perlu,” jawab Kai dengan tatapan masih fokus pada berkas di meja.Tian memperhatikan Kai yang masih serius bekerja, lalu dia menyampaikan hal yang ingin dibicarakannya.“Saya sebenarnya menemui Anda karena mau menyampaikan soal dugaan, kenapa Bu Anna kemarin terluka.”Kai langsung berhenti membalikkan berkas. Dia mengarahkan pandangan pada Tian.“Kamu tahu penyebabnya?” tanya Kai dengan tatapan menyelidik.“Ya, ini hanya dugaan saja, Pak. Saya belum tahu pasti apalagi belum ada bukti validnya,” jawab Tian hati-hati. Kai menggunakan kedua siku untuk bertumpu di meja, lalu tautan jemarinya digunakan untuk menyangga dagu. Tatapannya tertuju pada Tian yang berdiri di depan mejanya.“Apa yang kamu tahu?” tanya Kai dengan tatapan antusias.
Anna dan Bella menatap pria yang baru saja datang. Anna langsung mengembuskan napas kasar seraya memalingkan muka.“Dia lagi,” gumam Bella.Beberapa pelanggan masih menyaksikan pertengkaran itu, beberapa di antaranya ada yang merekam.“Apa yang terjadi di sini?” Alvian langsung membantu Kirana berdiri.Sebagai salah satu manager di mall itu, tentunya Alvian ikut bertanggung jawab jika terjadi keributan. Sebab itu Alvian muncul, apalagi yang teraniaya sekarang adalah wanita idamannya.“Al, mereka membullyku. Bahkan mereka mendorongku sampai jatuh, padahal aku hanya mengingatkan kalau mereka di sini tidak boleh bermain-main, tahu sendiri kalau semua barang di sini harganya di atas belasan juta.” Kirana langsung mengadu, memutar balikkan fakta karena Alvian juga tentunya akan langsung percaya padanya.Bella langsung menggosok telinga mendengar ucapan Kirana. Ingin rasanya dia meremas mulut Kirana.“Apa kamu terluka?” tanya Alvian langsung mengecek tubuh Kirana.Anna menatap dingin pada A
Bella dan Anna terkejut bersamaan saat ada pria yang menahan pergelangan tangan Alvian.Alvian menoleh. Dia kesal karena ada yang menghalanginya.“Siapa kamu? Lepas!” Alvian ingin menarik tangannya, tapi cengkraman pria itu sangat kuat.“Kakak!” Bella sangat senang melihat kakaknya muncul di waktu yang tepat.Anna semakin kaget. Dia menatap Bella yang baru saja menyebut ‘kakak’ pada pria yang menolongnya. Anna benar-benar tak percaya Bella punya kakak begitu gagah dengan penampilan orang kelas atas.“Dia kakakmu?” tanya Anna memastikan.“Iya,” jawab Bella.Bella lantas mengadukan kelakuan Alvian pada sang kakak.“Kak, tadi mereka menghina kami. Masa aku dibilang nggak sanggup beli tas di sini. Satu miliar juga aku sanggup beli, apalagi yang baru belasan juta.” Bella langsung mengadukan kelakuan Alvian dan Kirana.“Sudah gitu, mereka mau mencelakai temanku juga,” ucap Bella lagi.Kirana dan Alvian terkejut.Pria yang menolong ternyata Anser. Dia melepas tangan Alvian dengan kasar sera
Kai masih berada di ruang kerjanya. Dia memikirkan apa yang sekarang Anna lakukan sekarang, apakah istrinya itu aman atau tidak?Kecemasan Kai bukan tanpa alasan, mengingat Anna yang lemah dan mudah ditindas, membuat Kai merasa tak tenang membiarkan Anna pergi sendiri.Namun, jika Kai tidak mengizinkan, sudah pasti Anna akan semakin kesal padanya. Ini membuat Kai bingung.Saat Kai memandang layar ponselnya, merenung apakah harus bertanya di mana Anna sekarang, tiba-tiba dia menerima notifikasi pemakaian kartu debitnya.“Akhirnya dia memakainya juga,” gumam Kai.Kai mengecek notifikasi itu. Dahinya berkerut halus karena Anna hanya dipakai untuk makan di kafe dan tidak untuk membeli yang lain.“Apa dia keluar bersama temannya hanya untuk makan?”Saat Kai masih menebak apa yang dilakukan Anna, terdengar suara ketukan pintu. Kai meletakkan ponselnya di meja, lalu mempersilakan masuk.Tian masuk dengan terburu-buru menghampiri Kai.“Anda sudah melihat di sosmed?” tanya Tian.“Aku tidak pun
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati