Keesokan harinya, saat Brianna bangun dari tidurnya, dia melihat Steven baring di sebelahnya, masih tidur lelap. Tanpa sadar Brianna memperhatikan Steven yang sedang tidur. Wajahnya tampan nyaris sempurna, hidungnya mancung, alis matanya tebal, bibirnya yang penuh membuatnya tampak menggoda."Sudah cukup melihatnya?" Tiba-tiba pria yang sedang tidur itu mengeluarkan suara mengagetkan Brianna.Dengan spontan Brianna bangkit dari ranjang, dan terhuyung-huyung karena pusing. Tangan Steven dengan sigap menangkapnya dan menariknya duduk kembali."Bangun tidur jangan langsung tiba-tiba berdiri seperti itu, otakmu akan kekurangan oksigen." Kata Steven sambil menatapnya dalam, membuat Brianna tidak berani membalas tatapan matanya.Steven bangun dan menelepon, "James, tolong bawakan pakaian untukku dan istriku. Dan minta bagian restoran membawakan sarapan. Terima kasih."Setelah menelepon dia pun masuk kamar mandi dan mandi. Setelah beberapa saat pusingnya hilang, Brianna kembali bangkit dari r
Steven dan Brianna keluar dari hotel bersama. James sudah menunggu mereka di lobi hotel. Tanpa mereka sadari, Lisa yang juga menginap di hotel itu, melihat mereka keluar dari lift bersama. Tangan Steven memeluk pinggang Brianna dengan mesra. Lisa memotret pasangan itu diam-diam sampai mereka menaiki mobil Maybach hitam dan pergi. Bibirnya menyeringai jahat melihat foto yang dia ambil. "Aku ada rapat jam 10 nanti, tidak bisa mengantarmu. James akan mengantarmu pulang sesudah menurunkanku di kantor, atau kamu bisa ikut denganku ke kantor.""Tidak perlu. Aku akan menemui ibuku di pusat rehabilitasi." Sela Brianna."Baiklah, pusat rehabilitasi searah dengan kantor, aku akan mengantarmu dulu."Setibanya di pusat rehabilitasi, Brianna segera mencari ibunya. Samantha sedang berada di taman sambil membaca buku."Bu, aku datang." Brianna menyapa dan mencium pipi Samantha."Kamu sudah datang. Steven tidak datang bersamamu?" Tanya Samantha sambil melirik mencari sosok menantunya."Tidak Bu, dia
"Jadi, Ibu berpikir aku adalah wanita simpanan Steven?" Akhirnya Brianna mengerti maksud Samantha. Brianna mengira ibunya tahu dia terpaksa menikah dengan Steven untuk biaya pengobatan ibunya. Tapi ternyata Samantha mengira kalau dia hanyalah wanita simpanan."Bu, sesudah rumah tanggamu hancur karena seorang wanita simpanan, mana mungkin aku mengikuti jejak menjadi wanita simpanan juga? Kami benar-benar menikah, Bu. Aku lajang, dia juga lajang, kami sah suami dan istri Bu." Jawab Brianna sedikit kecewa karena Samantha meragukannya."Mana buktinya kalau kalian sudah menikah? Mana foto pernikahan kalian? Dan mana cincin pernikahanmu?" Tanya Samantha curiga."Kami mendaftarkan pernikahan kami di catatan sipil, dan buku nikah disimpan di brankas Steven. Dan cincin... Aku tidak memakainya." Bohong Brianna. "Kau kan tahu aku tidak suka memakai perhiasan." Lanjutnya lagi."Sebaiknya kamu tidak membohongiku, Brie.""Aku tidak membohongimu, bu. Kamu ingin melihat cincinku? Besok aku akan memp
"Ah..."Brianna tersentak kembali dari pikirannya, dan tangannya tidak sengaja menyentuh panci sup ayam yang mendidih."Apa kau baik-baik saja?" Sylvia bertanya dengan cemas sambil mematikan api."Aku baik-baik saja, Bibi Sylvia." Dia berbisik menahan rasa sakit yang membakar di tangannya."Sini, aku akan mengobati tanganmu." Bibi Sylvia membujuknya. "Tidak apa-apa Bibi, aku bisa mengobatinya sendiri nanti. Bisakah kamu membantuku menyelesaikan masakan ini, Bibi Sylvia?"“Jangan khawatir, serahkan padaku. Sebaiknya obati lukamu sekarang dan istirahatlah. Aku akan memanggilmu saat makanan sudah siap.”"Oke Bibi, maaf sudah merepotkanmu."Di luar terdengar suara mesin mobil berhenti. Steven masuk ke rumah dengan mantel tergantung di lengannya. "Selamat datang di rumah, Steven." Sapa Sylvia sambil mengambil mantel dari tangan Steven."Terima kasih, Bibi Sylvie. Di mana Brianna?" tanya Steven penasaran."Nyonya Brianna ada di kebun." Jawabannya serak.Steven segera berbalik dan menuju ke
'Haruskah aku memberitahu Steven?' Pikir Brianna sambil menaiki tangga menuju kamarnya dan Steven. Ini adalah pertama kalinya dia akan tidur di kamar ini, bersama dengan Steven. Namun setelah situasi canggung diantara mereka di meja makan tadi, membuatnya ragu sejenak.Akhirnya dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.'tok... tok...'Tidak terdengar jawaban dari dalam kamar.'Mungkin dia masih marah...'Brianna mengurungkan niatnya untuk menemui Steven dan kembali ke taman mencari udara segar. Saat Brianna hendak melangkah menjauhi kamar, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Steven meraih tangannya."Apa yang kamu lakukan dengan mengetok pintu? Ini kamarmu, kamar kita!" Steven menyeret Brianna ke kamarnya. Terdengar sedikit nada kesal dari kata-katanya.Steven hanya mengenakan handuk yang melilit menutupi tubuh bagian bawahnya. Rambut hitamnya masih basah, meneteskan air ke dadanya yang bidang. Melihat Steven yang setengah telanjang, wajah Brianna memerah. "Kaa...Kamu telanjang..."
Keesokan paginya, saat Brianna bangun, Steven sudah tidak ada di sisinya.'Tok... tok...'"Nyonya, apa kamu sudah bangun?" Terdengar suara Sylvia membangunkan Brianna."Ya aku sudah bangun, Bibi Sylvia.. Masuklah..." Sahut Brianna dengan suara serak.Kepala Pelayan Sylvia membuka pintu dan masuk ke dalam kamar sambil membawa kotak besar dan panjang berwarna merah, diikuti oleh beberapa pelayan lain yang membawa kotak merah yang lebih kecil. "Selamat pagi Nyonya... Tuan Steven menyiapkan hadiah untukmu. Dia menyuruhmu memakai ini untuk difoto nanti." Brianna tercengang saat membuka kotak merah yang paling besar diantara yang lain. Di dalamnya terlipat gaun pengantin putih yang indah. Gaun berpotongan lurus panjang dengan leher V dan renda pada bagian lengannya. Sederhana namun cantik. Dan kotak lainnya berisi sepatu putih dan sepasang anting-anting kristal berbentuk air mata. Semuanya disiapkan Steven dalam waktu semalam. Brianna benar-benar takjub dibuatnya."Selamat pagi Nyonya Pi
"Selamat Tuan dan Nyonya Pierce..." Tepuk tangan mengiringi ucapan selamat dari semua orang yang menyaksikan janji pernikahan mereka. Mereka adalah Sylvia, James, dan beberapa pelayan. Mereka menyebarkan kelopak mawar merah ke pengantin baru.Dan seorang wanita dengan kursi roda didorong mendekati Steven dan Brianna. Samantha menatap mereka berdua dengan tatapan bahagia."Brianna... Putriku..." Samantha berkata dengan suara bergetar."Ibu... Kamu disini?" Brianna terkejut melihat Samantha berada di sini. Dia mengira upacara ini disiapkan untuk mengambil foto saja. Tapi ternyata Steven juga membawa ibunya datang. Pantas saja Steven mempersiapkan acara ini seperti sungguhan."Akhirnya aku bisa melihatmu dalam balutan gaun pengantin. Aku sangat bahagia. Terima kasih Brie sudah mewujudkan keinginanku." Kata Samantha sambil memeteskan air mata bahagia. Lalu dia meraih tangan Steven dan menggenggamnya erat-erat. "Terima kasih Steven...""Ibu tidak perlu sungkan. Aku berhutang pesta pernik
Malam hari, Steven membangunkan Brianna yang masih tertidur pulas. Dia membelai kepalanya, "Brianna, bangun... Aku menyiapkan makan malam untukmu. Ayo makan, kamu tidak boleh melewatkan waktu makan."Brianna membuka matanya dengan berat. Seluruh tubuhnya sakit, rasanya seperti habis kerja 24 jam tanpa jeda. Dia bangkit dan duduk bersandar di kepala tempat tidur kasur.Matanya tertuju pada Steven yang setengah telanjang. Pikirannya diingatkan tentang apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, wajahnya menjadi panas dan merah. Brianna menundukkan kepala dan membungkus tubuhnya yang telanjang dengan selimut."Apa yang kamu tutupi?" Steven tiba-tiba menggoda Brianna karena melihatnya malu. Steven memegang dagu Brianna mengangkat wajahnya, lalu meliriknya dengan tatapan menggoda."Aku sudah melihat semuanya.." Ucapnya lagi dan mencium bibir Brianna dengan lembut dan disambut oleh Brianna yang sudah kecanduan ciuman Steven. "Kamu harus makan dulu. Malam kita masih panjang." Bibir Steven mel