Share

BAB 4

Author: Dannisa Idris
last update Huling Na-update: 2025-07-06 18:35:07

Mobil berhenti di depan bangunan tua berlantai dua. Dari luar, jendela besar di lantai atas terlihat menyala terang. Dania turun lebih dulu, berbicara sebentar dengan seorang pria berkaos hitam di depan pintu.

Queen keluar dari mobil tanpa menunggu. Udara malam lembab, tapi lampu jalan membuat trotoar di depan studio terlihat jelas. Ia mengangkat sedikit ujung gaunnya agar tidak menyentuh tanah, lalu melangkah masuk.

Dania memimpin jalan melewati lorong sempit yang berbau campuran parfum, debu, dan kertas foto. “Studio diatas,” katanya singkat, lalu menunjuk ke tangga spiral kayu di ujung lorong.

Queen mulai menaiki tangga. Kayu tua itu berderit pelan setiap kali diinjak. Gaun terseret sedikit di anak tangga, tapi Dania tidak menawarkan bantuan. Tidak ada yang berdiri di puncak tangga untuk menunggu.

Saat tiba di lantai dua, Queen melihat ruangan luas bercahaya terang. Latar polos warna gading terpasang di ujung, lampu sorot diarahkan ke tengah. Tripod kamera sudah siap.

Sultan berdiri di sana, tangan di saku celana, kepala sedikit miring. Ekspresinya datar. Ia tidak menyapa, tidak melirik.

Seorang fotografer berkacamata dengan rambut tipis segera mendekat. “Selamat malam, Tuan, Nyonya,” sapanya dengan sopan, sedikit menunduk. “Kita langsung mulai, ya? Satu frame formal.”

“Silahkan,” jawab Sultan singkat.

“Nyonya, mohon berdiri di sebelah kanan Tuan,” kata fotografer sambil menunjuk posisi.

Queen berjalan pelan, berhenti sekitar satu meter dari Sultan.

“Sedikit lebih dekat, Nyonya,” ucap fotografer sambil tersenyum. Nada suaranya sopan, tapi jelas ia hanya berani memberi arahan pada Queen, bukan Sultan.

Queen menggeser setengah meter. Sultan tetap diam, tidak menyesuaikan jarak.

“Bagus,” kata fotografer. “Tatap kamera.”

Queen memaksa senyum tipis. Senyum itu tidak sampai ke matanya. Di sampingnya, Sultan berdiri tegak, dagu terangkat sedikit.

Klik.

Fotografer menurunkan kamera, memeriksa layar sebentar, lalu tersenyum kaku. “Cukup.”

“Sudah?” tanya Dania.

“Ya, Tuan, sudah cukup,” jawab fotografer cepat.

Sultan melihat jam tangannya sebentar, lalu melangkah keluar tanpa menoleh.

Queen masih berdiri di tempat, menarik napas pelan. Dania menghampiri. “Kegiatan Nyonya untuk hari ini sudah selesai. Mobil sudah siap di luar.”

Nada suaranya formal, tapi ketika mereka mulai menuruni tangga dan Sultan sudah cukup jauh di depan, Dania menunduk sedikit ke arah Queen. “Capek?” bisiknya tanpa embel-embel gelar.

Queen meliriknya sebentar. “Biasa saja.”

Mereka melanjutkan turun. Dari bawah, terdengar langkah Sultan yang sudah lebih dulu keluar menuju mobil.

Queen masuk ke mobil lebih dulu, lalu duduk di kursi belakang. Sultan sudah di sisi lain, menatap lurus ke depan. Dania duduk di kursi depan samping sopir, mengetuk-ngetuk tabletnya sebentar sebelum menyimpannya.

“Tadi saya dengar kegiatan hari ini sudah selesai,” kata Queen, suaranya datar. “Jadi, sekarang kita akan ke mana?”

Tanpa menoleh, Dania menjawab, “Ke kediaman Tuan Sultan.” Nada bicaranya rapi, formal.

Queen hanya mengangguk kecil. Perjalanan terasa hening. Lampu jalan berganti-ganti di kaca jendela. Sekitar dua puluh menit kemudian, mobil melambat di depan gerbang besi hitam yang menjulang tinggi.

Gerbang itu terbuka perlahan setelah dua penjaga memberi hormat. Jalan masuknya lebar, dengan pohon palem berjajar di kiri dan kanan, rumput terpotong rapi, dan lampu taman yang membuat seluruh halaman terang.

Saat mobil terus melaju, Queen melihat rumah utama, bangunan tiga lantai dengan dinding putih bersih dan jendela-jendela besar. Pilar tinggi menopang beranda depan. Atapnya lebar dengan list profil klasik, tapi pencahayaan modern membuatnya tampak segar.

Mobil berhenti tepat di depan pintu utama. Tangga marmer lebar mengarah ke pintu kayu ganda dengan pegangan logam berukir. Begitu mereka keluar, dua pelayan pria berseragam hitam putih sudah menunggu.

“Selamat datang, Tuan, Nyonya,” ucap salah satu pelayan sambil sedikit membungkuk.

Sultan hanya mengangguk singkat dan berjalan masuk. Queen melangkah mengikuti, gaunnya menyentuh permukaan marmer dingin.

Pelayan wanita yang berdiri di dalam menyambut dengan senyum sopan. “Apakah Nyonya ingin dibawakan kopernya?”

Queen menatap koper di tangannya sendiri, lalu menggeleng. “Tidak usah, saya bisa bawa sendiri.”

“Baik, Nyonya,” jawab pelayan itu, lalu menepi memberi jalan.

Begitu melewati pintu, Queen melihat ruang depan yang luas. Lantai marmer berkilau, lampu gantung besar tergantung tepat di tengah langit-langit tinggi. Ada dua tangga melingkar di kiri dan kanan yang naik ke lantai atas. Furnitur di ruang tamu tampak mahal, dengan warna netral dan pencahayaan hangat.

Dania berjalan di belakangnya. “Nyonya, kamar Anda di lantai dua sayap timur. Saya antar.”

Queen hanya mengangguk, lalu menoleh sebentar ke arah Sultan yang sudah menghilang ke arah lain rumah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 85

    Sultan berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja hitam yang lengannya digulung sampai siku. Wajahnya terlihat lelah, tapi tetap tenang, seperti biasa.Matanya segera tertuju pada dua koper besar di lantai. Ia melangkah masuk, lalu menatap Queen yang berdiri di sisi meja rias.“Cepat juga kamu beres-beresnya,” ucap Sultan sambil menutup pintu di belakangnya.Queen menoleh pelan, bibirnya melengkung kecil. “Aku dibantu Nala. Dan sebagian lagi,” ia menatap koper pria di sebelahnya, “,aku siapkan sendiri.”Sultan menaikkan satu alis, lalu mendekat. “Pakaian aku?”“Hmm.” Queen mengangguk, mencoba terdengar santai. “Kalau kubiarkan kamu yang pilih, pasti ujungnya hanya dua kemeja dan satu celana panjang.”Sultan tertawa kecil, suara rendahnya memenuhi ruangan. “kamu sudah hafal.” Ia berhenti tepat di depan Queen, lalu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, antara kagum, canggung, dan lembut sekaligus.“Terima kasih,” katanya pelan, namun tulus.Queen menunduk sedikit, pura-pura si

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 84

    Mobil berhenti di depan rumah mereka. Lampu-lampu di teras sudah menyala lembut, menandakan seseorang menunggu. Begitu pintu terbuka, Sultan keluar lebih dulu, langkahnya mantap namun terlihat sedikit tergesa. Dari arah dalam, Patra sudah berdiri di depan pintu bersama Nala yang membawa tablet dan beberapa map di tangan.“Selamat datang, Tuan, Nyonya,” sapa Nala sopan sambil sedikit menunduk.Patra menambahkan, “Saya baru saja sampai, Tuan. Sudah saya koordinasikan semua sesuai instruksi.”Sultan mengangguk cepat. “Bagus. Kita berangkat besok pagi. Aku mau lihat dulu laporan dari lokasi Lombok.” Tanpa banyak basa-basi, Sultan langsung berjalan masuk ke rumah, Patra mengikuti di belakangnya dengan wajah serius dan tablet menyala di tangan.Queen masih berdiri di depan mobil, memandangi dua orang itu masuk rumah lebih dulu sebelum menoleh ke arah Nala.“Nala, kamu ikut juga?” tanya Queen, suaranya terdengar lembut tapi penasaran.Nala tersenyum kecil. “Iya, Nyonya. Semua sudah diatur. T

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 83

    Begitu mereka kembali ke ruang makan, aroma nasi goreng dan sambal udang masih memenuhi udara. Vanda yang sedang menyiapkan potongan buah langsung menoleh dan tersenyum melihat keduanya datang.“Lama sekali teleponnya,” ucapnya ringan, tapi matanya menatap Queen penuh tanya. “Semuanya baik-baik saja, kan?”Queen tersenyum kecil sambil duduk kembali di kursinya. “Baik, Mi. Cuma urusan kantor, nggak terlalu besar.”Sultan ikut duduk di sampingnya, kali ini ekspresinya sudah jauh lebih tenang. Gala mengangguk pelan, lalu berkata sambil menatap Sultan, “Urusan kantor memang nggak ada habisnya. Tapi jangan sampai lupa makan, itu yang penting.”“Tenang, Papi,” jawab Sultan dengan senyum singkat. “Saya sudah janji tidak akan lewatkan makan buatan Mami.”Vanda tersenyum bangga, lalu mendorong piring berisi potongan buah ke arah Sultan. “Bagus. Setelah ini makan buah, biar sehat. Tapi wajah kamu kayaknya tegang, ada masalah besar?”Sebelum Sultan sempat menjawab, Queen menyela cepat, nada suar

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 82

    Suasana meja makan perlahan mulai tenang. Piring-piring sudah hampir kosong, hanya tersisa beberapa butir nasi dan sisa kerupuk udang yang hancur di sudut meja. Udara hangat dari dapur bercampur dengan aroma nasi goreng dan tawa kecil yang masih menggantung di ruangan.Gala menyandarkan punggungnya ke kursi, menepuk perut dengan puas. “Sudah lama nggak makan seramai ini. Rasanya beda kalau semuanya kumpul begini.”Queen tersenyum. “Mami memang jago masak. Aku sampai lupa kalau ini udah piring kedua.”Vanda menatap putrinya dengan pandangan penuh sayang. “Makan yang banyak nggak apa-apa, Mami senang lihat kamu makan lahap begitu.”Kai yang duduk di seberang langsung nyeletuk. “Kalau tiap kali pulang Kakak sama Abang makan segitu banyak, bisa-bisa Mami tambah semangat masak tiap hari.”“Boleh juga,” sahut Vanda sambil terkekeh. “Asal kamu bantu cuci piringnya, Kai.”Tawa ringan kembali terdengar. Tapi di tengah kehangatan itu, ponsel Sultan bergetar di meja, suara getarnya terdengar jel

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 81

    Vanda muncul dari dalam membawa piring kecil berisi pisang goreng hangat. “Kalian ini sudah ngobrol dari tadi belum sarapan benar,” katanya sambil meletakkan piring di meja. “Ayo makan, biar nggak masuk angin.”Queen bangkit cepat membantu Mami nya, mengambilkan tisu dan piring kecil. “Aku bantu, Mi.”Vanda melirik dengan senyum menggoda. “Akhirnya anak Mami ini bisa juga bantu.”“Biasanya sibuk urusan sendiri,” sela Gala, membuat Queen melotot manja. Mereka semua tertawa.Sultan ikut mengambil sepotong pisang goreng dan mencicipinya. “Ini enak sekali, Mi. Lembut.”Vanda tersenyum senang. “Kalau suka, nanti Mami bawakan untuk kalian pulang ke rumah. Tapi janji, Queen harus belajar bikin juga.”Queen menatap Maminya pura-pura kesal. “Mami selalu menyeret aku ke dapur.”“Ya, biar Sultan tahu istrinya bukan cuma jago tanda tangan sama baca laporan,” jawab Vanda cepat. Mereka semua tertawa lagi, dan tawa itu menggema di halaman, ringan, jujur, dan penuh rasa sayang.Kai muncul dari dalam

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 80

    Queen membuka mata perlahan. Cahaya matahari sudah menembus tirai kamarnya, membuat ruangan terang. Tangannya meraba sisi kasur, kosong. Ia langsung terangkat, menatap sekeliling.“Eh?” gumamnya, sedikit kaget karena Sultan tidak ada.Ia bangkit perlahan, menyampirkan cardigan tipis, lalu melangkah keluar kamar lamanya. Aroma masakan khas rumah memenuhi udara. Dari arah dapur, terdengar suara Vanda.“Baru bangun, Queen?” suara Vanda terdengar agak kesal.Queen menghentikan langkahnya di ambang pintu, lalu tersenyum canggung. “Iya, Mi. Tadi malam agak susah tidur.”Vanda menatapnya tajam sambil menyilangkan tangan di dada. “Kamu sudah jadi istri orang, jangan kebiasaan bangun siang. Lihat tuh, Sultan dari subuh sudah ikut olahraga sama Papi di halaman.”Mata Queen membesar. “Sultan? Sama Papi?”“Ya, masa sama kucing?” Mami menyahut cepat. “Dari pagi mereka sudah di halaman belakang. Kamu malah molor.”Queen terdiam, masih berusaha membayangkan sosok Sultan yang biasanya kaku dan serius

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status