공유

BAB 3

작가: Dannisa Idris
last update 최신 업데이트: 2025-07-06 18:19:59

Ban mobil berhenti di depan pagar rumah. Queen melihat kedua orang tuanya sudah berdiri di teras. Gala di sebelah kiri, tangannya di saku, wajah datar. Vanda di sebelah kanan, senyum yang terlihat dipaksakan.

Pintu mobil dibuka dari luar. Queen keluar lebih dulu, menghela napas singkat. Sultan berdiri di belakangnya, Dania tetap di dekat pintu mobil, menunggu arahan.

“Selamat sore,” ucap Gala pada Sultan, suaranya terdengar resmi.

“Selamat sore, Pak Gala,” jawab Sultan singkat.

Vanda menatap Queen, langkahnya maju setengah. “Kamu pulang.”

“Ya,” balas Queen pendek, tanpa senyum. Matanya berpindah cepat antara Mami dan Papi. Ia melihat Mami berusaha terlihat ramah, sementara Papi seperti sedang berdiri untuk menerima tamu penting. Itu membuat dadanya panas.

Tanpa menunggu obrolan basa-basi, Queen berjalan melewati mereka, langsung menuju pintu rumah. Tumit sepatunya beradu ringan dengan lantai keramik ruang tamu. “aku ke kamar,” katanya, lebih sebagai pernyataan daripada izin.

Gala dan Vanda saling pandang, tapi tidak ada yang menahan. Sultan hanya berdiri di dekat pintu, mengamati, sementara Dania menunduk sedikit sambil memegang tablet.

Queen membuka pintu kamarnya. Udara di dalam masih sama,  bau sabun cucian dari jemuran di luar jendela dan sedikit wangi lotion dari meja rias. Ia berjalan ke lemari, menarik koper dari bagian bawah, lalu meletakkannya di atas ranjang.

Tangannya mulai memilih pakaian, beberapa atasan, celana panjang, dua gaun sederhana. Ia melipatnya cepat, memasukkannya ke koper. Suara resleting kecil terdengar ketika ia membuka kantong samping untuk mengambil dompet, charger, dan buku catatan.

Pintu kamar diketuk pelan. “Boleh Mami masuk?” suara Vanda.

Queen tidak menjawab lama-lama. “Masuk saja.”

Vanda masuk dengan langkah hati-hati. Ia menutup pintu, lalu duduk di sisi ranjang. “Biar Mami bantu lipat,” katanya, mengambil baju dari tangan Queen.

“Tidak usah repot, Mi,” ujar Queen sambil tetap memasukkan pakaian ke koper. “aku bisa sendiri.”

Vanda tetap melipat, gerakannya rapi dan tenang. “Mami tahu kamu masih marah.”

Queen berhenti sebentar, menatap tumpukan baju di koper. “aku tidak mau bicara soal itu sekarang.”

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” Vanda meletakkan lipatan baju di sampingnya. “Mami ingin kamu tahu, semua ini bukan pilihan yang mudah.”

Queen menoleh, matanya tajam tapi suaranya rendah. “Tapi Papi dan Mami membuatnya terlihat mudah. Menyerahkan anaknya begitu saja, seolah aku barang.”

Vanda menggeleng pelan. “Jangan bilang begitu. Kamu tetap anak Mami. Apapun yang terjadi.”

Queen menahan nafas, lalu kembali melipat baju. “Anak yang sekarang harus mengikuti perintah orang lain. Anak yang tidak bisa memutuskan untuk dirinya sendiri.”

“Mami minta maaf,” suara Vanda pelan. “Tapi kalau ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan semua, apa kamu mau lihat pabrik tutup? Lihat karyawan pulang tanpa gaji?”

Queen tidak langsung menjawab. Tangannya berhenti di atas sebuah sweater abu-abu. Ia menatapnya sebentar, lalu memasukkannya ke koper. “aku mengerti alasan itu. Tapi mengerti bukan berarti aku suka.”

Vanda mengangguk. “Mami juga tidak suka. Tapi kita sudah di titik ini. Yang bisa Mami minta, kamu jaga dirimu di sana.”

Queen memejamkan mata sebentar. “aku akan jaga diri. Tapi aku tidak janji akan diam saja kalau ada yang mencoba merendahkan aku.”

“Tidak apa-apa,” kata Vanda, menepuk tangan Queen. “Kamu memang bukan tipe yang diam.”

Mereka berdua kembali melipat pakaian dalam diam. Hanya suara kain dan resleting koper yang terdengar. Vanda mengambil foto keluarga dari meja, menatapnya sebentar, lalu menyerahkan ke Queen. “Bawa ini.”

Queen menerimanya tanpa kata, memasukkan ke kantong koper yang terdalam. “Terima kasih, Mi.”

“Kalau ada apa-apa, telepon Mami,” ujar Vanda. “Siang, malam, kapan saja.”

Queen mengangguk. “aku tahu.”

Di luar kamar, suara langkah kaki terdengar mendekat. Sultan pasti sudah menunggu. Queen menutup koper, menegakkan punggung, dan menarik napas panjang sebelum berdiri.

Vanda berdiri juga. “Ayo. Jangan biarkan mereka menunggu.”

Queen mengambil koper, memegangnya erat. Ia tahu ini bukan sekadar perjalanan singkat, ini adalah awal dari sesuatu yang tidak ia pilih, tapi harus ia jalani.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 67

    Nala duduk perlahan di kursi seberang Queen, menunggu dengan sikap tenang. Ruangan terasa hening beberapa saat, hanya suara detik jam dinding yang terdengar jelas.Queen menatap cangkir kopinya, jemarinya mengetuk pelan permukaan meja. Diamnya panjang, sampai akhirnya Nala membuka suara. “Boleh saya bertanya, Nyonya?”Queen mengangkat wajahnya perlahan. “Apa yang ingin kamu tanyakan, Nala?”“Apa yang sedang Nyonya pikirkan?” tanya Nala hati-hati, sorot matanya tulus penuh rasa ingin tahu.Queen menimbang sejenak sebelum membalas dengan pertanyaan lain. “Apa yang dilakukan Sultan hari ini?”Nala mengangguk kecil, seperti sudah menduga arah pertanyaan itu. “Sejak pagi, beberapa direksi dan pimpinan anak perusahaan bergantian masuk ke ruang kerja Tuan Sultan. Mereka membawa laporan terkait masing-masing divisi.”Queen terdiam, matanya menggelap sesaat. Lalu ia bersandar, suara lebih pelan namun tajam. “Seberapa banyak kebocoran data yang sudah terjadi, Nala?”Pertanyaan itu membuat Nala

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 66

    Queen mengatur napas, mencoba menahan amarah yang sudah hampir meledak. “Kalau benar anda tahu soal kebocoran data itu,” suaranya rendah tapi tajam, “berarti ada orang dalam yang bicara padamu. Siapa?”Rivando terkekeh pelan, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. “Pertanyaan yang bagus, tapi anda tidak benar-benar mengira aku akan memberitahumu, bukan?”“Kalau anda tidak mau bilang, berarti kabar itu hanya setengah benar. Atau malah anda sendiri yang membuatnya terlihat seolah ada kebocoran.” Queen menatapnya lurus, tidak goyah.Rivando mengangkat alis, matanya berbinar seakan menikmati ketegasan Queen. “Saya tidak perlu memalsukan apa pun, Nyonya Queen. Kalatama sendiri yang sudah membuka celahnya. Saya hanya berdiri di tepi, menunggu air masuk lebih banyak.”Queen mengepalkan tangan di samping tubuhnya. “Berhenti bermain teka-teki. Kau tidak akan menjebakku dengan kalimat manismu. Kalau benar ada kebocoran, cepat atau lambat kami akan tahu siapa dalangnya. Dan waktu itu, jangan

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 65

    Queen menoleh sekali lagi ke lukisan pria paruh baya itu. “Tatapannya memang berat,” ucapnya pelan. “Tapi bukankah itu justru yang membuat orang tak bisa berpaling?”Rivando tersenyum tipis. “anda melihat sisi itu.” Ia melangkah mendekat, jarak mereka kini hanya selembar kanvas besar. “Kebanyakan orang justru merasa tertekan. Seperti dia bisa membaca kesalahan yang mereka sembunyikan.”Queen mengangkat alis sedikit. “Mungkin itu karena mereka punya terlalu banyak yang disembunyikan.”Senyum Rivando melebar, kali ini bercampur heran. “anda tidak takut? Bahkan setelah… segala yang terjadi?”“Aku tidak datang untuk takut,” jawab Queen, suaranya stabil meski dadanya masih berdebar. Ia melangkah ke arah lukisan berikutnya, sebuah kanvas abstrak dengan dominasi merah pekat. “Aku datang untuk melihat sendiri apa yang sebenarnya ingin anda sampaikan.”Rivando menatapnya beberapa saat, lalu ikut memandang lukisan abstrak itu. “Lukisan ini disebut Api yang Terkekang. Katanya, seniman membuatnya

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 64

    Sultan sudah rapi dengan jas gelapnya, berdiri di dekat pintu sambil menunggu Queen yang masih menata scarf tipis di lehernya. Suasana rumah pagi itu tenang, hanya terdengar suara langkah pelayan yang sesekali melintas.Queen melirik ke meja, ponselnya bergetar. Ia meraihnya sekilas. Sebuah pesan baru muncul di layar, nama pengirim membuatnya refleks menahan napas.Rivando Samdani. Galeri Citra Aruna. Pukul sepuluh. Datang sendiri.Dada Queen berdegup keras. Ia buru-buru menekan layar agar pesan itu hilang dari pandangan sebelum Sultan sempat melihat.“Sudah siap?” suara Sultan terdengar datar, tapi penuh penekanan.Queen tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahannya. “Ya, hanya aku mungkin tidak bisa langsung ke kantor bersamamu.”Sultan berhenti merapikan jam tangannya, menoleh dengan tatapan tajam. “Kenapa?”Queen menghela nafas pelan, pura-pura sibuk memasukkan ponsel ke tas. “Ada urusan yang harus aku selesaikan dulu. Tidak lama, hanya sebentar. Setelah itu aku akan menyusul k

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 63

    Sinar matahari perlahan merembes masuk melalui celah tirai. Queen membuka mata perlahan, butuh beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada. Hangatnya selimut, aroma samar kayu dari perabotan kamar, dan, napas teratur di sampingnya.Ia menoleh, mendapati Sultan masih tertidur. Posisi tubuhnya sedikit miring menghadap Queen, wajahnya tenang, jauh berbeda dari kesan keras yang biasanya. Ada sisi manusiawi yang jarang terlihat.Queen menahan diri agar tidak membuat suara. Tangannya tanpa sadar bergerak, hampir menyentuh lengan Sultan, tapi ia segera menariknya kembali. Jantungnya berdetak terlalu cepat hanya karena jarak sedekat itu.Suara pintu diketuk pelan memecah keheningan. Queen buru-buru duduk, menoleh. Seorang pelayan baru, Rendra, kepala pelayan yang menggantikan tugas Nala untuk pagi itu, masuk setelah mendapat izin. Ia menunduk hormat.“Selamat pagi, Tuan, Nyonya. Sarapan sudah disiapkan di ruang makan.”Queen menoleh sekilas pada Sultan, yang ternyata sudah membuka mata.

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 62

    Mobil berhenti di halaman rumah besar itu. Udara malam terasa lebih tenang, tapi suasana di dalam hati Queen belum benar-benar reda. Ia turun setelah sopir membukakan pintu, sementara Sultan berjalan di sampingnya tanpa banyak kata.Mereka melangkah masuk. Lorong rumah senyap, hanya lampu dinding yang temaram. Queen sedikit tertinggal, pandangannya menyapu sekitar, sampai langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kayu gelap yang setengah terbuka.Ia ragu sejenak, lalu mendorongnya pelan. Pintu berderit ringan, memperlihatkan sebuah ruangan kecil yang berbeda dari bagian rumah lain. Dindingnya penuh rak buku, meja kayu tua di sudut, dan di atasnya beberapa bingkai foto hitam putih.Queen masuk setengah langkah, matanya tertumbuk pada satu foto besar di dinding, seorang pria dan wanita dengan wajah yang mirip Sultan, berdiri berdekatan. Senyuman mereka sederhana, tapi hangat.“Jangan sentuh,” suara berat Sultan terdengar dari belakang.Queen tersentak, berbalik. Sultan berdiri di ambang

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status